"Bimo... lo apa-apaan sih?!." Apa yang dikatakan Yudha cukup keras dan mengundang perhatian dari Retno, Pandu, terutama Wulan. Istri Yudha itu berjalan cepat dari dapur menuju halaman belakang rumah. Takut kalau terjadi sesuatu dengan suaminya. Namun ternyata pemikiran itu berlebihan karena pada kenyataannya Bimo sedang duduk bersimpuh di depan kursi roda milik Yudha. Menundukkan kepalanya dengan sangat dalam. "Gue mohon Yudh, biarin gue berjuang."
Capek juga kesal dengan keras kepalanya Bimo, Yudha menghela nafas baru berkata. "Semua keputusan ada ditangan adek gue."
Wulan, Retno juga Pandu yang berdiri cukup jauh dari Yudha dan Bimo memilih hanya melihat saja dari jauh. Takut keduanya memang butuh privasi dan tidak ingin di ganggu. Tapi setelah melihat Bimo yang sudah berdiri kembali dan mengucapkan terima kasih, Wulan, Retno dan Pandu mulai mendekat. "Mas.. bisa aku bicara bentar." Kata Retno pada Bimo. "Em...., yang lain makan aja duluan." Lanjut Retno sedikit melirik pada Pandu sambil tersenyum simpul.
Retno berjalan ke arah teras kemudian diikuti oleh Bimo. Pandu dari tempatnya melihat kepergian Retno dan Bimo yang semakin menjauh. Hatinya terasa perih dan terluka, tapi dirinya percaya kali ini Retno akan melakukan hal yang benar sehingga semua maslaah ini dapat terselesaikan.
Di teras, Retno duduk di kursi yang bersebelahan dengan Bimo. Sedikit jarak yang diciptakan oleh Retno sangat terasa menyakitkan kali ini oleh Bimo. Biasanya dia lah yang menciptakan jarak itu. Kali ini berbeda. "Mas... aku benar-benar ingin semua ini berakhir." Jeda.... "Walaupun memang kita gak pernah mulai hubungan apapun, tapi aku mohon akhiri semuanya, mas. Kembali dengan keluarga Mas Bimo. Perasaan kita itu aku yakin udah gak ada kok. Itu hanya lebih kepada obsesi..."
Mendengar kata obsesi, Bimo menoleh cepat. "Bukan obsesi."
"Kalau bukan obsesi, gak mungkin Mas Bimo membabi buta. Nyakitin banyak orang, sampai istri dan keluarga Mas Bimo sendiri." Balas Retno mempertahankan opininya.
"Saya hanya nyari kebahagiaan. Apa yang salah?. Saya juga gak melewati batas. Kamu belum menikah dan saya juga memang sudah lama punya masalah dengan istri. Lalu letaknya dimana?." Pikiran orang memang tidak ada yang tau. Jelas kalau dilihat baik-baik dan ditelaah Bimo bukan type orang yang bisa mengatakan hal itu, tapi kan terkadang manusia memendam pikiran anehnya jauh di dalam dirinya sendiri. Dan pikiran itu akan keluar saat dia sudah tersedak.
Menghindari emosi, Retno mencoba lebih bersabar. Dirinya menyamping agar bisa bicara lebih tegas pada Bimo. "Itu jelas salah mas, aku udah dilamar. Mas Bimo juga terikat sama status pernikahan." Jeda Retno menarik nafasnya. "Pernikahan mas itu patut dapet kesempatan. Patut buat diperjuangin."
Wajah Bimo menghindar dari tatapan Retno, matanya menatap jarinya sendiri yang terpasang cincin pernikahan. Memutar-muter cincin itu "Kamu gak tau usaha saya buat memertahankan rumah tangga itu. Kamu juga gak tau tersiksanya saya. Saya udah berusaha sangat keras, Retno."
"Ya udah, untuk masalah itu memang keputusan hanya ada di tangan Mas Bimo dan istri, tapi tolong jauhin aku. Aku mau kehidupan yang bahagia sama Mas Pandu. Kalau mas selalu datang dan kekeh, aku bakalan semakin menyakiti Mas Pandu." Retno terus berusaha meyakinkan Bimo.
"Kalau saya gak salah lihat, dia gak berjuang buat kamu." Perkataan Bimo kali ini membuat Retno semakin kesal dan frustasi. "Tolong liat saya berjuang dulu. Kalau saya udah berjuang, kamu mau menolak saya pun saya akan terima."
Dari sudut padangan Retno, Bimo saat ini tidak akan mendengarkan siapapun yang bicara. Percuma bicara berlama-lama, menghabiskan waktu. Bimo akan tetap pada pendiriannya. "Terserah, yang penting aku gak akan lepasin Mas Pandu." Retno berdiri dari tempat duduknya kemudian berjalan, tapi menyebalkannya Bimo disaat seperti itu dirinya menarik kedua bahu Retno dari belakang. "Kalau saya benar pisah dengan istri saya, kamu bakal berubah pikiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
RomansaTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...