10 - Kilas Balik

1.3K 141 1
                                    

Malamnya Retno membulak balikkan badannya gelisah. Ranjang empuk yang biasanya mampu membuat dia tertidur, malam ini tidak bisa membuatnya mengantuk barang sedikitpun. Perkataan Pandu sore menjelang malam tadi di Puncak mengusik Retno. Pandu kelewat baik, Retno jadi sedikit goyah. Apalagi segala sikap Kinanti yang sangat baik, membuatnya juga semakin tidak tega. Retno ragu untuk membuat Pandu menjadi tameng dan juga jembatannya untuk mendekati Bimo. Tapi Retno juga tidak bisa mundur, Bimo sudah membuat harga dirinya terluka. Retno benar-benar bimbang. Dan akhirnya malam itu pun Retno lewati malamnya tanpa memejamkan mata.

Pagi sekali Retno sudah dikejutkan oleh suara bel dan ketika Retno membuka pintu keterkejutannya bertambah. Yang datang ternyata Bimo. Retno tidak bisa bicara bahkan tubuhnya mematung.

"Boleh saya masuk?." Suara bariton Bimo membuat Retno kembali ke dunia nyata. Dengan masih memakai pakaian tidur satinnya berwarna hitam, Retno hanya mengangguk dan membuka lebar pintu unit apartemennya."Tidak usah ditutup pintunya." Ucap Bimo setelah berjalan lebih dulu dari Retno.

Retno menutup matanya erat. Bimo ini kenapa jadi sangat menyebalkan?.

"Duduk pak." Retno duduk di hadapan Bimo yang sudah duduk lebih dulu. "Ada urusan apa Pak Bimo pagi-pagi datang kemari?." Retno bertanya dengan suara pelan dan lempeng. Retno tidak mau basa-basi. Dari kejadian kemarin sepertinya Retno tau cara menghadapi Bimo.

"Saya mau minta maaf. Gak seharusnya saya seperti itu. Gimana pun kamu adek Yudha."

"Jadi cuma karena aku adeknya Bang Yudha?." Retno menghela nafas, di lubuk hatinya Retno berharap Bimo akan mengatakan hal yang setidaknya bisa menghibur. "Kalau cuma itu yang mau kamu bilang, kamu pulang aja." Retno berdiri dari tempat duduknya. Ternyata dia tidak basa-basi dengan sopan jika sudah kesal sekali.

"Terserah kamu mau menerima atau enggak. Yang jelas saya sudah minta maaf." Bimo berdiri kemudian menyimpan paper bag yang dibawanya. "Ini sebagai permintaan maaf saya." Bimo pergi dengan langkah tegap dan pandangan mata yang lurus. Menghindar untuk bertatap mata langsung dengan Retno.

Tubuh Retno menangis seketika saat menutup pintu. Retno sungguh kecewa. Bimo yang dulu dikenalnya berubah, Bimo yang kemarin membuat hatinya berdebar karena membelanya dari ucapan tidak menyenangkan saat reuni berubah drastis. Harus seperti ini kah penolakan yang Bima lakukan padanya?.

Saat hatinya sudah sedikit tenang Retno melihat paper bag yang disimpan Bimo tadi di meja. Retno sebenarnya cukup penasaran. Retno mengambil paper bag itu kemudian mengintip apa isinya. Ketika tau apa yang ada didalamnya Retno terdiam. Kenangan beberapa tahun lalu langsung terlihat didepan matanya. Setiap awal bulan Bimo sering membelikannya croisan dan kopi merek ternama ini untuknya. Dengan rasa yang selalu sama dan sekarang Bimo pun membelikan dengan rasa yang sama juga. Masih teringat oleh Retno, Bimo selalu membeli kopi dan croisan itu kemudian menyimpannya di meja makan dengan kertas kecil bertuliskan 'untuk Retno. Have a nice day'.

Retno jadi merasa sebal dengan dirinya sendiri. Tidak tau kenapa setiap masa lalunya bersama Bimo teringat, Retno selalu merasa kejam dulu saat menolak pernyataan cinta dari Bimo.

Flashback On
"Retno..., boleh saya bicara?." Tanya Bimo berbicara dengan cepat saat Retno baru saja membukakan pintu kamarnya.

Retno aneh dengan gelagat Bimo. Retno bahkan sempat tertawa kecil karena keanehan Bimo itu. "Mas Bimo kenapa?. Kayak mau interview gitu. Grogi banget."

Namun belum Retno mempersilahkan Bimo masuk ke dalam kamarnya, Bimo sudah mengatakan hal yang membuat Retno diam, tapi akhirnya tertawa lagi. "Saya suka sama kamu... kamu mungkin nganggap saya ini bercanda atau gak tau diri karena udah suka sama kamu, tapi saya bener-bener suka sama kamu, Retno. Saya udah lama simpen perasaan ini, tapi karena sidang saya udah beres,  sebentar lagi juga lulus dan keluar dari rumah ini saya mau ngungkapinnya sama kamu. Saya sayang sama kamu, gimana kalau kita pendekatan dan setelah itu kita nikah?." Bimo menghela nafas panjang setelah mengatakan hal panjang itu tanpa jeda. Bahkan terbilang sangat cepat. Retno sampai tidak bisa mencerna kalimatnya.

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang