32 - Sebuah Jarak

985 153 18
                                    

Ada yang nunggu Retno?. Maaf kemarin saya gak update, hari libur butuh ide hehe. Tapi tenang hari ini spesial. Saya kasih update lebih.
Jangan lupa ya vote sama komentarnya.
Enjoy......

Retno tidak tau apa sebenarnya tujuan Pandu mengajaknya ke ruangan. Yang jelas begitu pintu di tutup Pandu terlihat menjauh kemudian menelepon seseorang sambil berbisik-bisik. "Ini, ibu mau bicara." Kata Pandu menyodorkan handphonenya. Mata Retno terbelalak kaget, apakah Pandu melaporkan apa yang dilakukannya pada Kinanti?. "Retno.." seru Pandu karena Retno tidak menerima juga handphonenya, tapi malah sibuk melamun.

"Ah ya.." Pasrah. Tidak ada jalan lain lagi selain menerima telepon dari Kinanti. Mau dimarahi oleh Kinanti juga Retno rela kalau bisa membuat Pandu memaafkannya. "Halo... bu.." sapa Retno dengan sedikit gugup.

"Ya ampun Retno, ibu kangen banget tau gak sama kamu. Kalian sih belum ke ibu lagi." Cerocos Kinanti. Nada suaranya terlihat jelas ceria dan penuh semangat. "Ibu denger kakak kamu kecelakaan. Ibu turut prihatian buat musibah yang menimpa Yudha. Maaf ibu belum sempat kesana. Ibu lagi kurang enak badan. Dari kemarin juga ibu belum terima pesanan katering lagi."

Hembusan nafas lega Retno  terdengar jelas oleh Pandu yang duduk di sampingnya. "Iya gak apa-apa bu. Sekarang Bang Yudha udah sadar kok. Minta doanya aja. Oh ya, ibu sakit?. Udah ke dokter belum bu?." Tanya Retno merasa khawatir. Kinanti adalah ibunya juga untuk Retno.

"Syukur alhamdulillah kalau gitu. Ibu pasti do'ain, No. Udah, kamu gak usah khawatirin ibu ya. Ibu udah ke dokter kok. Dianter sama saudara. Cuma perlu istirahat aja katanya." Jawaban Kinanti untuk kedua kalinya membuat Retno lega. Retno selalu takut kalau terjadi apa-apa dengan Kinanti. "Oh ya maaf ya, hape ibu kemarin rusak jadi nomor-nomornya ilang. Ibu juga tau nomor Pandu dari saudara. Jadi ibu baru bisa ngucapin berduka cita sama kamu sekarang." Lanjut Kinanti mengatakan permintaan maaf.

"Gak apa-apa bu, yang penting itu ibu sehat. Ibu gak usah pikirin apa-apa lagi. Jangan banyak pikiran pokoknya." Percakapan Kinanti dan Retno pun ngalor ngidul mengenai persiapan perniakahan dan berakhir di menit dua belas.

Setelah selesai handphone Pandu itu diulurkan oleh Retno ke depan Pandu tanpa bicara. Pandu yang mengambil handphonenya pun tidak mengatakan apapun. Keduanya diam untuk beberapa menit hingga akhirnya keheningan itu berakhir saat Retno pamit. "Ya udah mas pasti mau istirahat sama kerja lagi. Aku balik ke kantor ku lagi."

Retno bangkit dari duduknya, tapi ucapan Pandu menghentikan pergerakan Retno. "Abis ketemu siapa disini?." Pertanyaan Pandu terdengar penuh kecemburuan. Retno jadi merasa bodoh karena sedari tadi tidak menjelaskan mengenai tujuannya yang datang ke kantor Pandu. Mungkin sedari tadi Pandu diam itu adalah menantikan jawabannya. "Aku abis ketemu Pak Adjie buat kontrak kerja sama." Jelas Retno.

"Oh." Benar saja setelah mendapatkan jawaban itu Pandu ikut berdiri dari duduknya kemudian kembali ke meja kerja dan mengacuhkan Retno. Seketika hati Retno sakit kembali mendapatkan perlakuan dingin Pandu.
**

Pekerjaan sangat menumpuk di kantor, Retno jadi harus lembur sampai malam. Dirinya juga sampai lupa untuk makan. Jam di tangannya ternyata sudah menunjukan pukul delapan malam. Kamila masih setia membantunya. Retno jadi merasa tidak enak, namun merasa beruntung juga. "Kamila, kamu pulang aja. Saya gak enak, kamu udah banyak bantu saya." Kata Retno saat Kamila sedang memberikan dokumen yang sudah di kerjakannnya.

"Iya, bu saya habis ini pulang. Ibu gak usah merasa gak enak, ini udah kewajiban saya kok." Jawab Kamila yang masih bicara dengan sangat sopan. Bahkan cara berdirinya pun kaku.

"Gak usah ibu lah kalau diluar jam kantor gini. Kayaknya usia kita gak jauh beda." Retno bicara sambil terus menunduk melihat dokumen.

Terdengar Kamila agak gugup membalasnya. Kamila memang orang kaku, tapi sebenarnya Kamila itu perempuan yang rapuh apabila di sentuh perasaannya. Orang yang sangat baik dan loyal. "Em... iya mbak."

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang