Harapan adalah sahabat dari kekecewaan.
Retno selalu berharap yang datang ke kamar hotelnya adalah Pandu. Tapi ternyata kenyataannya selalu lain dan mengecewakan. Yang kali ini datang ke kamar hotelnya itu adalah Bimo. Lina bersyukur sedang ada di sana, kalau tidak mungkin akan ada yang mengarang cerita buruk. "Kalau mau ketemu Retno di cafe depan hotel aja. Jangan disini. Kita gak tau lo kesini ada yang ngikutin atau enggak." Bicara Lina tegas. Retno sudah pasrah dan mengikuti saja apa yang dikatakan Lina. Retno tidak ingin terlibat masalah apapun saat ini. Tanpa berpikir lama Bimo mengiyakan syarat Lina.
Akhirnya mereka bertiga pergi ke cafe yang ada di seberang hotel. Bimo dan Retno duduk di satu meja, sementara Lina duudk di meja lain yang agak jauh dari keduanya. "Tau darimana aku nginep disana?. Terus ada apa mas nyamperin aku?."
Tidak langsung menjawab pertanyaan Retno, Bimo melihat penampilan Retno dari atas sampai bawah. Memperhatikan setiap detail wajah Retno yang kini pucat. "Kamu kayaknya kurusan. Muka kamu juga keliatan gak kayak biasanya."
Retno menghela nafas. "Mas, kita kan kesini bukan buat ngomongin perubahan aku. Bener gak?." Tanya dingin Retno sembari menyeruput kopi panas yang sudah dipesannya tadi. "Aku tau pasti ada hal penting yang mau mas obrolin."
"Tumben kamu pesen kopi, biasanya teh." Bimo malah bicara hal lain dan itu mengundang kekesalan Retno. Wajah kesal, sedih dan frustasi tidak bisa Retno sembunyikan lagi. "Mas, kalau itu yang mau mas omongin mending aku pulang aja." Kata Retno tegas.
"Oke, saya gak akan banyak basa-basi lagi. Saya tau kamu dimana itu dari Tante Rika. Saya mau kamu tau kalau urusan Winda sama adek-adeknya sudah saya selesaikan. Kamu gak perlu khawatir dan merasa diteror lagi. Saya sudah buat perjanjian sama Winda." Putus Bimo yang cukup mengejutkan Retno. "Saya dibantu Bella, adik Winda yang paling kecil. Bella udah minta Winda sama Wulan buat berhenti neror kamu dengan kesepakatan dan beberapa syarat yang mereka ajuin ke saya." Jelas Bimo lalu meminum es kopinya banyak-banyak.
Retno merespon dengan anggukan pelan. "Makasih. Seenggaknya aku gak perlu khawatir sama satu hal itu. Em.. kalau boleh aku tau apa syarat yang mereka ajuin ke Mas Bimo?." Tanya Retno merasa penasaran. Tidak langsung menjawab, Bimo hanya tersenyum. Retno semakin merasa curiga. "Syaratnya apa?." Ulang Retno bertanya.
"Saya menyerahkan semua aset yang saya punya seperti rumah, cafe, mobil dan yang lainnya untuk Winda. Tidak ada gono-goni atau apapun. Harus bergantian mengasuh anak-anak, biayain mereka dan lain-lain." Jelas Bimo santai.
Retno terkejut bukan main. "Lain-lainnya itu apa?. Mas nyetujuin semua syaratnya?."
"Ada deh. Kamu gak perlu tau. Intinya saya kabulkan apapun yang ada dalam surat perjanjian itu." Balas Bimo santai bahkan sambil sedikit tertawa.
Semakin merasa aneh dengan sikap Bimo yang justru malah terlihat santai dan tidak kaku seperti biasanya, Retno bertanya penuh rasa ingin tau. "Kenapa sih mas gak mau balikan sama Mbak Winda aja kalau ribet kayak gitu?. Kata aku sih sama aja kayak kehidupan rumah tangga. Lagian aneh banget sih Mas Bimo kan harusnya sedih ya, kok malah senyum-senyum?."
"Saya tetep gak bisa balikan sama Winda. Kami bakal terus saling nyakitin kalau rujuk. Sudah saya bilang berulang kali kan?. Saya pisah sama Winda bukan karena kamu." Bimo tetap berpegang teguh pada pendiriannya sedari awal. "Saya tau harusnya saya ini sedih, bukan keliatan bahagia tapi inilah saya sekarang. Mungkin alasannya karena saya tidak perlu lagi berpura-pura. Saya tidak merasa gelisah lagi karena tidak dihantui dosa-dosa saya pada Winda. Dulu sering saya sering melihat Winda menangis tengah malam di kamarnya. Mendengar dia curhat sama temannya sambil nangis. Ya intinya banyak lah saya menyakiti dia." Jawab Bimo menjelaskan apa yang ditanyakan oleh Retno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Kaki
Storie d'amoreTertarik dengan seseorang yang pernah dia sia-siakan di masa lalu adalah hal yang berat sekaligus rumit bagi Retno. Apalagi kalau seseorang ini sudah memiliki keluarga. Bimo, laki-laki yang pernah dicampakkan olehnya perlahan telah membuatnya jatuh...