21 - Keromantisan Pandu

1.3K 146 5
                                    

Beberapa kali Retno melihat pada Pandu, selama acara lamaran laki-laki itu tidak berubah sama sekali. Bahkan Pandu terlihat lebih cerewet dan terus memegang tangannya. Retno tidak mengerti dengan sikap Pandu. Bukankah harusnya Pandu marah?. Bukankah seharusnya Pandu menyeretnya ke tempat sepi kemudian bertanya kenapa dia berbohong?, atau bertanya sebenarnya ada hubungan apa dirinya dengan Bimo?. Tapi anehnya Pandu tidak melakukan itu.

"No, mamah mau aku anterin dulu ke kamar ya. Takut kecapekan."

Retno yang sedang melamun kaget. "Hah?. Apa mas?."

"Ini mamah takut kecapekan, aku mau anter dulu ke kamar." Kata Pandu melihat Retno sekilas.

"Mau aku bantu?."

"Gak usah, kamu tunggu aja disini. Jangan kemana-mana ya, aku sebentar aja kok." Pandu segera pergi.

Ditengah kegalauan Retno yang sedang duduk disalah satu meja acara, Lina mendekat setelah melihat Pandu pergi. "No.. lo gak apa-apa?. Pandu marah?." Raut khawatir kentara sekali pada wajah Lina. Fera juga yang sedang mengambil makanan langsung mendekat ketika melihat dua temannya mengobrol. "No..."

Sambil melihat satu objek dengan gamang, Retno menggeleng pelan. "Dia gak bahas apa-apa. Gak ada perubahan sikap juga dari dia, tapi emang ada satu perbedaan. Dia terus pegang tangan aku. Dia gak ngebiarin aku sendirian jalan-jalan di sekitaran tamu."

Lina menarik salah satu kursi di dekat Retno untuk duduk. Fera pun mengikuti. "Lo pasti lebih takut Pandu kayak gitu ya No?." Lina bersuara lagi.

"Iya..." Retno menunduk. "Gue takut Pandu nyari tau dibelakang dan balas dendam diem-diem." Lanjut Retno.

Satu tepukan ringan langsung mendarat di tangan Retno. "Jangan ngomong gitu ah. Itu sama aja berprasangka buruk sama orang." Fera mengingatkan. "Tapi kata Retno barusan bener juga loh. Pandu bisa aja nyari tau semuanya sendiri. Terus kita gak tau apa yang bakal dilakuinnya." Bantah Lina pada Fera dengan menggebu-gebu.

"Tapi lo masih nyangka kayak gitu?. Kita kan tau Pandu orangnya kayak gimana. Dia baik banget." Fera masih tetap pada keyakinan yang dipegangnya.

"Aduuuh Fer, justru orang baik kayak Pandu lebih serem daripada modelan si Aldi atau Gilang. Mereka bisa bales dendam bahkan nyakitin diluar ekspektasi kita. Gue banyak ketemu orang kayak Pandu di persidangan. Serem tau." Pendapat Lina dengan sejuta pengalaman.

Semua diam untuk beberapa detik. Saling berkelana di pikirannya masing-masing memikirkan tentang nasib Retno. "No, apa kamu gak berniat buat jujur aja sama Pandu soal kamu sama Bimo?." Usul Fera. Mata Lina langsung melotot tajam pada Fera. "Ya.. gak semua diceritain. Bagian yang perlunya aja." Lanjut Fera.

"Gue emang udah niat mau ngomong sama Pandu karena Bang Yudha juga udah ngingetin soal ini, tapi jujur gue males ngebahas Bimo. Gue takut ada hal yang bikin Pandu curiga dari ucapan-ucapan yang enggak gue disadari." Aku Retno mengeluarkan apa yang mengganjal pikirannya beberapa hari ke belakang ini.

Lina dan Fera tidak bisa berkata apa-apa lagi. Perkataan Retno tadi terdengar benar. Pandu dan Retno sudah ada di jenjang yang lebih serius. Retno tidak bisa coba-coba. Akan berabe nantinya. Akan banyak yang terluka.

Kedua sahabatnya itu berharap bisa membantu Retno untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi ini hanya bisa diselesaikan oleh Retno sendiri. Mereka tidak bisa terlibat terlalu jauh.
**

Pesta pun usai. Semua keluarga Retno sudah pulang, sementara keluarga Pandu terutama Kinanti memilih menginap di hotel yang sama dengan tempat lamaran. Tujuannya agar Kinanti tidak kecapekan. Pandu dan Retno sedang duduk di balkon kamar Kinanti. Terlebih dahulu Pandu menutup pintu yang menjadi penyekat antara kamar dan balkon luar. Takut kalau Kinanti terganggu. "Kamu pasti capek hari ini. Apa gak apa-apa kamu jagain ibu?." Pandu merapatkan selimut yang ada di pundak Retno. Saat itu Retno sudah berganti pakaian menjadi piama. Retno memutuskan menginap di kamar yang sama dengan Kinanti sementara Pandu menginap di kamar yang berbeda.

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang