Sebuah Kesadaran

1.3K 162 17
                                    

Untuk kesekian kalinya Retno dihadapkan pada situasi sulit. Dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain melibatkan Bimo. Kenapa harus Bimo?, sebab Bimo adalah satu-satunya orang yang bisa menolong. Dengan berat hati Retno mengirimkan pesan pada Bimo untuk datang ke cafe yang ada di dekat kantornya. Ternyata sebelum Retno tiba, Bimo sudah datang lebih dulu.

"Mas, aku gak mau banyak basa-basi. Aku mau langsung to the point." Kata Retno begitu duduk dihadapan Bimo.

"Pesen dulu, saya haus mau minum." Bimo melihat buku menu lalu memanggil pelayan. "Kamu mau minum apa?." Tanya Bimo sebeleum pelayannya dateng.

Sambil berwajah jutek, Retno menjawab. "Green tea aja."

"Oke." Bimo menyebutkan pesanan dirinya juga Retno pada seorang pelayan laki-laki yang begitu ramah dan tanggap. Lalu setelah pelayan itu pergi Bimo baru bertanya pada Retno. "Jadi kenapa?. Kamu mau ngomong apa sama saya?." Tubuh Bimo lebih dicondongkan dengan kedua tangan yang menyatu diatas meja. Matanya menatap kedua mata Retno dengan sangat serius.

Sebelum bicara Retno menarik nafasnya dalam-dalam. "Aku mohon Mas Bimo kembali lagi sama Mbak Winda. Minta maaf sama Mbak Winda. Aku mau kita semua bahagia, mas."

Kening Bimo mengkerut bingung. "Hah?. Kenapa kamu tiba-tiba ngomong gitu?."

Bahu Retno terkulai lemas. Helaan nafas panjang terdengar. Rasa frustasi terlihat jelas dari wajah Retno. "Hidup ku diujung tanduk, mas. Kita bisa sama-sama menderita kalau semua ini gak benar-benar diakhiri."

Semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Retno, Bimo merubah posisi duduknya untuk maju lebih dekat pada Retno. "Cerita yang jelas sama saya. Biar saya ngerti. Kalau kamu ceritanya sepotong-sepotong gini saya gak bisa ngerti." Pinta Bimo yang benar-benar belum bisa menebak apa maksud Retno.

"Permisi..." perbincangan keduanya dipotong oleh kedatangan pelayan yang membawa pesanan Bimo dan Retno. Dua minuman segar ditengah cuaca siang yang sangat panas.

Minuman milik Retno didekatkan oleh Bimo dan sedotan plastiknya pun di bukakan oleh Bimo. "Minum dulu biar kamu enak ceritanya." Bimo menatap segala gerak-gerik Retno. Memperhatikan apapun yang dilakukan oleh Retno. Terlihat sekali dari mata Bimo kalau saat ini Retno sangat berbeda. Tidak memakai make up seperti biasanya, baju Retno pun hanya dress sederhana. "Kamu cerita aja semuanya sama saya. Saya gak mau liat kamu kayak gini terus."

Mata Retno terbuka lebih lebar setelah mendengar kalimat Bimo. Minuman yang sedang diminumnya disingkirkan lebih dulu. "Mas Bimo janji bakal lakuin apa aja buat bikin aku bahagia?."

"Saya akan buat kamu bahagia, apapun caranya kecuali harus kembali sama Winda. Saya bener-bener gak bisa." Jawaban lengkap Bimo membuat bahu Retno terkulai lemas lagi.

"Aku bingung mulai darimana, singkatnya adik Mbak Winda kirim surat misterius ke aku. ....."mengalir lah cerita Retno pada Bimo tentang semuanya. Tidak ada yang Retno tutupi. Perasaan putus asa dan frustasi membuat Retno tidak mempunyai jalan lain.

Kedua tangan Bimo yang ada diatas meja terkepal dengan kuat. Rasa marah karena Retno sudah diperlakukan seperti itu oleh adik iparnya menguasai pikiran dan emosinya. Bimo kira masalahnya sudah berakhir, tapi ternyata masih harus berbuntut panjang seperti ini. "Saya bakal cari cara supaya video itu hilang."

Emosi Retno perlahan naik. Dikira Bimo akan mengerti, ini malah tetap egois. "Mas, ngerti gak sih?. Bukan soal video aja, tapi soal aku yang bakal terus dicap jelek. Aku yang bakal terus di kejar sama pihak Mbak Winda. Ini gak akan selesai sampei Mas Bimo balik lagi ke Mbak Winda. Aku juga gak akan bisa nikah sama Mas Pandu, apalagi kalau video itu nyampe ke tangan Mas Pandu. Hidup yang aku udah mulai tata lagi bakal tamat. Aku bisa gak jadi nikah lagi buat kedua kalinya. Mas ngerti gak sih?. Mau sebobrok apalagi hidup aku?. Belum lagi kalau keluarga aku tau. Aku bisa ma...." Retno semakin terbawa oleh emosinya. Segala kesedihan, ketakutan dan keinginan untuk mengakhiri hidupnya yang dulu sempat muncul terasa naik lagi ke permukaan.

Langkah KakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang