Helm

2.2K 289 7
                                    

Renjun mendudukan tubuh lelahnya di halte depan sekolah. Seragamnya lumayan kusut karena seharian ini beraktivitas yang bisa dikatakan cukup berat dari biasanya.

Iya, berat. Baik dari segi fisik maupun pikiran.

Pergelangan tangannya terasa nyeri akibat tadi mengangkat tumpukan kamus bahasa inggris yang tebalnya hampir setinggi roti isi. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk meredakan nyerinya selain memijit pelan dengan tangan satunya.

"Ayo naik."

Suara Jeno membuat Renjun mengangkat kepalanya. Satu meter di depannya sebuah motor besar dengan seorang pengendara yang Renjun kenali sebagai Jeno, teman sekelasnya.

Tanpa berpikir panjang Renjun segera berdiri lalu mengambil helm yang diberikan Jeno padanya. Namun Renjun tidak langsung memakai helm itu tetapi memandanginya dengan tatapan berpikir.

"Kenapa?" tanya Jeno.

Mata Renjun berkedip cepat. Kemudian tatapannya beralih pada Jeno yang kini tengah memandangnya di balik helm fullface berwarna hitam.

"Jen, tukeran helm ya."

Perkataan Renjun membuat Jeno mendekatkan kepalanya pada Renjun. Menelisik lebih dalam ekspresi pemuda manis yang ada di depannya. "Kenapa? Mau nangis makanya minta tukeran helm?"

Satu hembusan nafas keluar dari celah bibir Renjun kemudian disusul anggukan.

Jeno langsung melepas helmnya lalu sejenak merapikan rambutnya yang lepek sebelum memakaikan helm tersebut pada Renjun. Tak lupa mengunci tali supaya tidak terlepas dari kepala Renjun.

Setelah terpasang sempurna, Jeno menatap manik Renjun yang sudah sedikit berair dari balik kaca helm. Dirinya tersenyum sebelum memakai helmnya lalu meminta Renjun segera untuk naik.

"Pegangan yang kenceng. Kalau mau pukul juga boleh tapi jangan keras-keras." Pesan Jeno sebelum menyalakan mesin motornya.

Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan seperti biasa. Jeno tau jika Renjun sedang berada dalam keadaan tidak baik seperti sekarang pasti pemuda manis itu akan diam seribu bahasa.

Atau mungkin Renjun sedang menangis dalam diam di balik helm fullface miliknya?

Jeno tidak keberatan jika nantinya bagian dalam helmnya basah karena air mata Renjun yang penting temannya itu bisa meluapkan rasa sedih dan lelah melalui tangisan. Karena terkadang dengan menangis bisa sedikit mengurangi beban dalam hati.

"Mau langsung pulang atau...?"

Renjun memajukan tubuhnya ketika mendengar Jeno bertanya, "Muter-muter dulu."

Ya, memang seperti itu. Renjun tidak ingin cepat pulang ketika hatinya sedang tak baik-baik saja. Dia akan meminta Jeno membawanya berkeliling lalu pulang setelah sedihnya sedikit hilang.

Motor besar yang dikendarai Jeno membelah ramainya jalan di penghujung sore. Jalanan sedikit padat karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Ketika berhenti di lampu merah Jeno mengecek keadaan Renjun lewat kaca spion. Sepertinya pemuda itu sudah lebih baik, terlihat dari kaca helm yang sudah dinaikan sehingga kedua mata cantik itu terlihat.

Jeno tersenyum lega.

Perjalanan sore itu selesai ketika motor Jeno masuk ke sebuah perumahan elit. Tangan Renjun yang sedari tadi melingkari perut Jeno melonggar karena sebentar lagi dirinya akan sampai.

Tepat di depan rumah besar dengan pagar tinggi berwarna hitam Jeno menghentikan laju motornya. Mematikan mesin lalu menoleh ke belakang,

"Sudah sampai."

Renjun kemudian turun dengan tangan bertumpu pada pundak lebar Jeno.

"Aku bawa dulu helmnya ya." Kata Renjun.

Jeno terkekeh melihat Renjun. Tubuh mungilnya yang dibalut jaket putih terlihat menggemaskan tapi ketika melihat sebuah helm hitam besar berada di kepalanya membuat Renjun seperti...

"Kamu mirip pentol korek."

Sebuah pukulan mampir di lengan Jeno.

"Nyebelin!" Ada kekehan di akhir kalimat yang diucapkan Renjun. Mungkin Renjun sadar kalo saat ini dirinya memang seperti apa yang Jeno katakan.

Jeno turun dari motornya lalu berdiri menghadap Renjun. Kedua tangannya memegang pundak sempit Renjun.

Cup.

Jeno mengecup helm yang membungkus kepala Renjun.

"Habis ini langsung mandi terus makan. Kalau nanti malam mau cerita telpon aku."

Renjun mengangguk patuh.

"Hati-hati Jeno."

Anggukan Jeno berikan sebagai jawaban kemudian naik ke motornya lalu bergegas pulang sebelum hari menjadi gelap.

End.

Selamat malam minggu

Semoga suka~

See you next chapter~

Kebiasaan Jeno ◆ NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang