"Jeno.."
Suara lembut mengalun indah masuk ke dalam indera pendengaran pemuda tampan yang sedang sibuk mencatat beberapa hal di bukunya yang mana langsung membuatnya menghentikan aktivitasnya.
"Hm?" hanya gumaman pelan namun seluruh atensi pemuda tersebut sudah sepenuhnya mengarah pada si pemanggil.
Mengabaikan pekerjaan yang kemungkinan akan tertunda beberapa menit ke depan.
"Kau lihat mereka yang disana?" jemari ramping itu menunjuk sepasang sejoli yang tengah asyik membaca buku bersama. Tampak menyenangkan karena diselingi tawa dan usakan lembut dari yang lebih besar.
"Bukannya itu Mark hyung dan Jaemin?" Jeno memicingkan matanya, menatap lekat kedua objek yang tidak asing baginya.
"Ya, itu mereka."
"Lalu.. Kenapa? Ada yang salah?" tanya Jeno.
Satu gelengan menjadi jawaban atas pertanyaannya barusan.
Jujur saja, Jeno tidak mengerti kemana arah pembicaraan Renjun -pemuda mungil di sebelahnya. Dapat dirinya lihat sepasang iris bening itu menatap kedepan dengan tatapan kosong.
Apa yang sedang Renjun pikirkan.
Sigh.
Satu hembusan napas berat meluncur bebas dari bibir tipis Renjun. Setelahnya kepala bersurai silver itu tertunduk lesu, pundak sempitnya naik turun tak karuan.
"Apa yang terjadi hm? Apakah ada masalah?"
Jeno yang melihat hal tersebut menjadi tidak tega. Tangannya terangkat guna mengusap lembut helaian rambut yang menjuntai hingga menutupi mata si empunya. Memberi semangat serta rasa nyaman bagi teman mungilnya agar mau membagi keluh kesahnya.
"Kalau kau mau bercerita, aku siap mendengarkan."
Usapannya turun menuju tengkuk, memijitnya pelan. Sambil sesekali memainkan anak rambut yang membuatnya gemas.
Secara perlahan kepala Renjun terangkat, membuat senyuman Jeno ikut terkembang. Pemuda mungil itu tidak tahan jika tidak bercerita pada Jeno. Hal sekecil apapun itu pasti akan diceritakan cepat atau lambat.
Jeno mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Renjun seutuhnya. Bersiap mendengar segala keluh kesah dari si mungil.
"Jeno, jawab aku dengan jujur."
Jeno mengangguk patuh. Bersiap mendengarkan pertanyaan Renjun.
"Apakah aku tidak pantas memiliki kekasih?"
W-wait.
Pertanyaan macam apa itu?Di hadapannya Renjun menampilkan ekspresi penuh harap atas jawaban yang nantinya keluar dari belah bibir Jeno. Keningnya mengerut serta bibirnya mencebik lucu.
Jeno jadi pusing antara memikirkan jawaban atau menahan rasa gemas.
Bola matanya berlarian ke kanan dan ke kiri mencoba menghindari iris bening yang terus menatapnya.
Tangan yang tadinya bertumpu di atas kursi kini beralih menggaruk belakang kepalanya. Dengan harapan suatu jawaban cemerlang muncul dari otaknya.
"Kenapa tidak menjawab." cicit Renjun. Matanya kini terlihat bergetar.
"Berarti benar ya kalau aku memang seperti itu."
Perubahan ekspresi wajah Renjun membuat Jeno panik.
"E-eh. Tidak." Jeno berkata sambil mengibaskan tangannya heboh, memberi tanda bahwa dirinya sangat tidak setuju atas pernyataan Renjun barusan.
"Aku belum menjawab Renjun." lanjutnya.