Jeno terkekeh melihat gundukan selimut yang ada di ranjangnya. Sejak dirinya berangkat untuk jogging hingga, posisi gundukan itu masih sama. Namun kini bedanya terdapat sebuah tangan menjulur dari dalam. Tangan kecil dengan tanda lahir berwarna hitam pada punggung tangannya.
Gorden putih dibuka sehingga mentari pagi masuk ke dalam kamar termaram itu. Pendingin ruangan pun dimatikan supaya hangatnya sinar mentari dapat dirasakan. Kaki Jeno melangkah menuju ranjang, menarik sedikit selimut yang membungkus tubuh mungil didalamnya.
"Selamat pagi."
Sebuah kecupan diberikan di pucuk kepala, membuat pergerakan kecil si penghuni ranjang. Kelopak matanya bergerak kemudian terbuka sedikit demi sedikit. Pipinya yang putih dan sedikit chubby itu menggembung lucu ketika kesadaran perlahan-lahan menghampirinya.
"Jeno.. Apakah sudah pagi?" tanyanya dengan suara serak.
Satu kecupan diberikan lagi kali ini tepat di atas bibir tipis favoritnya, "Sudah pagi sayang. Ayo bangun lalu sarapan."
Bukannya menuruti apa kata Jeno, si penghuni ranjang justru kembali menarik selimutnya sehingga seluruh wajahnya tertutup. "Lima menit lagi, aku masih pusing karena kurang tidur."
"Baiklah, setelah aku mandi harus sudah bangun ya." Jeno mengusap rambut lebut sewarna kayu itu sebelum meninggalkannya untuk membersihkan badan.
Kurang dari lima belas menit Jeno sudah segar dan wangi. Rambutnya yang sedikit basah dikeringkan menggunakan handuk kecil. Ketika kakinya memasuki kamar si gundukan sudah berubah menjadi sesosok pemuda manis yang tengah memejamkan matanya rapat.
Renjun sudah tidak membungkus tubuhnya dengan selimut. Mungkin karena pendingin ruangan yang dimatikan sehingga terasa panas jika memakai selimut.
Tangan dingin Jeno membelai lembut sisi wajah Renjun. Menyibak rambut panjang yang menutupi wajah cantik si tunangan manis.
"Sayang, ayo bangun sarapan dulu baru habis itu boleh tidur lagi."
Renjun sedikit terusik dengan tangan dingin Jeno yang bermain di pipinya. Tangannya segera menepis tangan Jeno dari wajahnya, "Dingin Jeno."
"Makanya ayo bangun."
Dengan susah payah Jeno menarik kedua tangan Renjun supaya tubuh mungil itu beranjak dari kasur. Jeno terkekeh melihat Renjun yang duduk dengan mata terpejam. Jika Jeno melepas genggamannya pada tangan Renjun bisa dijamin Renjun akan kembali berbaring.
Tanpa menunggu persetujuan, Jeno menggendong tubuh Renjun seperti koala. Tidak peduli dengan Renjun yang tiba-tiba membuka matanya lalu mengalungkan tangannya ke leher Jeno dengan erat.
"Yak! Kamu mau ngapain!"
Renjun berteriak ketika Jeno mengangkatnya bangun dari tempat tidur. Kaki Jeno melangkah dengan pasti menuju kamar mandi lalu meletakan tubuh Renjun pada meja wastafel kamar mandi. Setelahnya Jeno menungkung Renjun disana. Badan Jeno berada di antara kaki Renjun yang terbuka.
"Jeno~ Aku masih mengantuk." Rengek Renjun. Kepala Renjun dijatuhkan pada pundak Jeno. Menyamankan posisi kepalanya pada pundak lebar lelaki kesayangannya. Hidungnya mencium aroma menyegarkan yang menguar dari ceruk leher Jeno. Sangat menenangkan dan membuat dirinya semakin mengantuk.
"Hey jangan tidur lagi."
Tangan Jeno mendorong bahu Renjun supaya Renjun kembali pada posisi duduk. Kemudian tangannya mencari sesuatu di laci, setelah ketemu Jeno segera memasangkan benda itu pada rambut Renjun.
Renjun diam saja ketika Jeno mengikat rambutnya. Matanya bahkan enggan membuka, terlalu mengantuk. Tak lama Renjun mendengar suara keran air yang dibuka kemudian..
"JENO DINGIN!"
Seketika matanya terbuka lebar ketika Jeno mengusap wajahnya menggunakan air dingin. Dengan brutal Renjun memukuli dada serta bahu Jeno. Dirinya juga menyiprati Jeno dengan air dari keran.
"Stop stop! Bajuku basah sayang." Jeno melihat ke arah bajunya yang basah karena ulah Renjun. Tanpa pikir panjang Jeno segera melepas bajunya sehingga kini dirinya tidak mengenakan atasan sama sekali.
Jeno menatap Renjun, bibir tipisnya masih manyun.
"Hey jangan marah."
Renjun melempar pandangannya, tidak mau melihat Jeno.
Cup! Jeno mencium Renjun di pipi.
"Jangan cium-cium!"
Jeno terkekeh melihat Renjun. Tunangan manisnya ini sangat menggemaskan jika sedang merajuk.
"Jangan ngambek dong, nanti bibirnya saingan sama bebek."
"Ish!"
Jeno meraih dagu Renjun supaya wajah manis itu menghadapnya kemudian mulai membasuh wajahnya. Tangannya dibasahi dengan air mengalir kemudian mengusap wajah Renjun dengan lembut.
"Kemaren kok bisa selesainya sampai jam 1 pagi?" tanya Jeno.
Renjun sedikit tersentak ketika rasa dingin menjalar di wajahnya, "Itu karena Kak Winwin yang lama waktu evaluasi. Untung Yangyang langsung memotong kalo gak pasti selesainya lebih lama lagi."
Jeno mengangguk, tangannya kemudian meraih sabun cuci muka lalu memberikan air hingga berbusa.
"Kenapa kamu gak ngingetin Kak Winwin kalo udah lewat tengah malam?"
Mata Renjun otomatis tetutup ketika Jeno mengusapkan sabun di wajahnya.
"Aku udah ngantuk banget jadi males buat ngomong."
Dengan telaten Jeno mengusap seluruh wajah Renjun. Dari dahi, pipi, hidung, hingga dagu. Setelahnya Jeno membilas sedikit demi sedikit sabut yang ada di wajah Renjun.
"Sebenernya aku takut kamu udah tidur waktu kamu gak bales chatku." lanjut Renjun sambil menatap mata Jeno.
Kini tangan Jeno meraih sikat gigi Renjun, "Aku gak mungkin tidur sebelum kamu pulang."
Setelah mencuci di keran air lalu memberikan pasta gigi Jeno memberikannya pada Renjun.
"Sebenernya aku khawatir. Setiap jam aku ngecek hape tapi kamu gak kirim chat sampe akhirnya aku laper terus makan. Hape aku tinggal di kamar. Pas selesai makan aku liat chat kamu minta jemput, yaudah aku langsung siap-siap buat jemput kamu." Jelas Jeno panjang lebar.
Renjun mengangguk kemudian menyerahkan sikat giginya pada Jeno sedang dirinya berkumur untuk membersihkan mulut.
"Aku langsung teriak waktu kamu bales chatku. Rasanya beban pikiran menguap semua. Gak ngebayangin kalo kamu udah tidur terus aku pulang sendirian."
Jeno mengusap ujung bibir Renjun yang masih terdapat sedikit sisa pasta gigi. Badannya kembali dimajukan supaya kedua lengannya dapat kembali mengungkung Renjun. Wajahnya didekatkan pada wajah Renjun yang kini terlihat lebih segar.
"Kalau gini kan cantik." Satu kecupan mampir di pipi Renjun, "Wangi lagi."
Renjun terkekeh ketika Jeno menghujani wajahnya dengan kecupan-kecupan kecil. Tangan kurusnya kembali mengalung di leher Jeno lalu menarik wajah tampan sang tunangan supaya semakin dekat dengannya.
"Kalau sudah wangi, mau apa?"
Jeno pura-pura memasang wajah berpikir, "Mau minta..."
"LEE JENO!!"
Ya, Jeno kembali membawa Renjun ke ranjangnya. Entah untuk apa.
Mungkin bermain tic tac toe.
End.
Hai hello annyeong~
Ketemu lagi disini setelah ketemu di book sebelah.
Semoga suka~
See you next chapter~