Panas

2.8K 338 22
                                    

Jeno Itu bukan tipe ketua himpunan yang dingin dan garang seperti yang sering dipikirkan orang-orang. Dibalik wajahnya yang sering berekspresi datar ada sebuah senyuman yang mampu membuat dosen statistika yang dikenal galak membatalkan kelas. Entah ceritanya bagaimana, hanya Jeno dan teman-teman kelasnya yang tau.

Selain itu Jeno juga bukan orang yang cuek. Sekali lagi jangan karena dia yang jarang memamerkan senyum sehingga dicap cuek atau sombong. Coba dipikir, apakah setiap bertemu orang harus tersenyum? Tidak kan. Kecuali pada orang yang dikenal atau orang yang harus dihormati. Kalau Jeno disapa lebih dulu pasti dia akan membalas, walaupun hanya sekedar anggukan kepala atau senyuman tipis.

Namun sepertinya hari ini berbeda. Sejak pagi permuda dengan hidung mancung itu sudah diselimuti kabut hitam, entahlah itu hanya perasaan Haechan atau memang Jeno sedang dalam mood jelek sehingga membuat orang yang ada di sekelilingnya merasakan aura mencekam?

Pasalnya sejak kelas tadi pagi Jeno tidak membuka mulutnya sama sekali. Ketika ditanya oleh dosen pun pemuda tinggi itu hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Tidak seperti biasanya.

Ingin bertanya langsung tapi Haechan takut kena semprot. Dia tidak ingin sisa harinya menjadi buruk karena omelan Jeno yang mungkin dia terima ketika bertanya penyebab munculnya kabut hitam.

"Renjun!"

Haechan menemukan sasaran tepat untuk diwawancarai.

Pemuda manis dengan cardigan putih dan celana jeans mendekat kemudian duduk di sebelah Haechan, "Kenapa?" tanyanya.

Jujur ini baru pertama kali Haechan menatap wajah Renjun dalam jarak dekat. Dia tau Huang Renjun, mahasiswa fakultas sebelah yang dikenal dengan julukan golden hand karena karyanya yang selalu menjadi juara pekan kreativitas mahasiswa, tapi Haechan tidak cukup akrab untuk bertegur sapa atau memulai obrolan basa-basi.

Namun ada satu fakta yang baru diketahui Haechan akhir-akhir ini, yaitu Renjun yang ternyata kekasih Jeno. Ya, ketuanya sendiri. Pantas saja waktu itu ia melihat Renjun duduk menunggu di depan ruang rapat HIMA, dia kira Renjun akan bertemu Felix tapi ternyata bukan. Pasalnya ketuanya itu jarang sekali berinteraksi layaknya pasangan di depan umum.

Ngomong-ngomong, Jeno mendapat pacar secantik Renjun dari mana ya?

"Chan? Ada apa?"

Haechan tersentak kecil kemudian tawa canggung keluar dari bibirnya.

"Ah, aku cuma mau tanya Jeno lagi ada masalah? Soalnya dari pagi dia keliatan suram."

Ekspresi bingung langsung muncul di wajah Renjun. Alisnya menukik lucu ditambah kepalanya sedikit miring ke kanan.

Membuat Haechan ingin mencubit pipinya.

"Suram gimana?"

Kini gentian Haechan yang bingung bagaimana cara menjelaskan kondisi Jeno tadi pagi. "Dia diem aja selama kelas, pokoknya gak kaya biasanya."

"Emm, coba nanti aku tanya langsung ke anaknya. Habis ini kalian masih ada kelas?"

Haechan menggeleng.

"Habis ini mau pulang atau..?" Renjun menggantung kalimatnya kemudian menatap Haechan yang tengah menatapnya dengan bibir sedikit terbuka.

Ada apa dengan teman Jeno yang satu ini?

"Ke kantin mau sarapan sebelum ketemu dekan. Kamu dah makan Ren?"

Renjun yang ditanya demikian mengembangkan senyumnya kemudian mengangguk untuk menjawab pertanyaan Haechan. "Udah tadi sebelum kelas."

Canggung lagi.

"Err, kalau gitu aku duluan ya. Kalo ketemu Jeno ingetin dia jam satu ketemu dekan."

Sepeninggal Haechan Renjun segera membuka ponselnya, jujur saja perkataan Haechan membuat Renjun kepikiran. Ada apa dengan Jeno? Sepertinya tadi pagi kekasihnya itu baik-baik saja. Masih menjemputnya, menemaninya sarapan bahkan menggodanya dengan gombalan garing.

Matanya menatap satu kontak teratas. Haechan bilang kelas Jeno sudah selesai berarti harusnya sekarang dia sedang senggang sampai pukul satu nanti.

Setelah membuat panggilan Renjun menempelkan ponselnya ke telinga.

"Jeno kamu dimana?"

"...."

"Aku kesana."

Segera saja Renjun melangkah menuju tempat yang disebutkan Jeno. Ia harus memastikan sendiri keadaan Jeno. Bersyukur kelas selanjutnya dibatalkan jadi Renjun bisa menyusul kekasihnya sekarang.

Jam-jam pergantian kelas seperti sekarang ini membuat koridor ramai. Banyak mahasiswa yang berjalan tergesa untuk masuk ke kelas atau menuju ke kantin untuk mengisi perut di. Beberapa kali Renjun harus berhenti mendadak ketika ada yang memotong jalannya.

Blam!

"Kamu ngapain disini?" pertanyaan pertama Renjun ketika ia sampai di dalam mobil Jeno.

Dapat Renjun lihat Jeno sedang setengah berbaring di jok yang sandarannya direndahkan dengan lengan yang menutupi wajah. Perasaan khawatir menghampiri Renjun. Sebelah tangannya menggenggam tangan Jeno yang berada di atas paha. Hangat.

Jemari Renjun merasakan suhu diatas normal ketika bersentuhan dengan kulit Jeno. Tangan Renjun semakin naik untuk memastikan apakah hanya tangannya saja atau memang badan Jeno terasa hangat. Ketika meremas kecil lengan Jeno, Renjun kembali merasakan rasa hangat pada telapak tangannya. Kemudian tangannya beralih pada leher Jeno yang tertutup kemeja berwarna navy.

"Kamu panas." Serunya panik.

Lengan Jeno yang ada di atas kepala diturunkan agar Renjun dapat menempelkan punggung tangannya pada dahi Jeno. "Astaga, sejak kapan kamu panas? Pusing?"

Jeno mengangguk lemah.

"Sebentar aku ke apotek dulu buat beli obat."

Renjun sudah bersiap untuk turun dari mobil namun ditahan oleh Jeno.

"Jangan obat nanti aku tidur. Jam satu harus ketemu dekan." Ucap Jeno dengan suara parau.

"Emang gabisa diwakilin? Harus kamu yang ketemu?" tanpa sadar nada suaranya sedikit meninggi. Jujur Renjun sebal dengan agenda HIMA yang terkadang membuat Jeno sakit. Tapi mau bagaimana lagi, tanggung jawab Jeno sebagai ketua tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Aku beli kompres demam ya? Nanti sehabis kamu ketemu dekan baru minum obat."

Setidaknya dapat membantu menurunkan panasnya sedikit.

Setelah mendapat persetujuan, Renjun langsung berlari menuju apotek kampus. Untung penjaga apotek belum mulai istirahat siang jadi ia masih bisa membeli kompres demam untuk Jeno.

Tidak sampai sepuluh menit Renjun sudah kembali dengan satu kardus kompres demam. Dengan segera Renjun membuka pintu belakang mobil kemudian memposisikan diri di sebelah Jeno. Tangan Renjun menyibak rambut yang menutup kening Jeno lalu menempelkan plester yang sudah dibuka perekatnya.

Pas.

Jeno terlihat lucu dengan kompres demam yang menempel di keningnya.

Cup!

"Dah sekarang tidur sebentar, nanti kalo udah mau jam satu aku bangunin."

Jeno mengangguk dan mulai memejamkan matanya. Jemari Renjun dengan lembut mengusap rambut Jeno supaya lebih cepat tidur. 

End.

Based on pengalaman pribadi.

Panik gak sih kalo tiba-tiba temen sakit tapi posisi dia masih ada tanggungan yang gak bisa ditinggalin? Gak bisa minum obat karena nanggung kalo tidur tapi kalo dibiarin aja panasnya gak turun-turun. Akhirnya kepikiran beli plester dadah demam :D

Oh iya, makasih ya buat jawabannya. Maaf gabisa reply satu-satu.

Jujur aku juga gabisa kalo suruh nulis noren gs, karena udah terbiasa nulis bxb :D

Semoga suka~

See you next chapter~

Kebiasaan Jeno ◆ NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang