Rahasia

3K 320 32
                                    

Suasa meja kayu berbentuk persegi panjang begitu mencekam. Dari sembilan orang yang ada disana tidak ada satupun yang membuka suara sejak tiga menit lalu.

Hening.

Sedikit mencekam.

Semua itu berawal dari diskusi panjang ketua, sekretaris, bendahara serta enam koordinator bidang dalam sebuah rapat untuk membahas acara yang akan diadakan kurang dari sebulan lagi.

Huang Renjun yang menjabat sebagai koor usaha dana membantah pengajuan dana yang disampaikan oleh Lee Jeno selaku koor perlengkapan lapangan.

Renjun berkata dana yang diajukan Jeno sangat tidak masuk akal.

"Coba dihitung lagi, gak mungkin perlap butuh dana segitu banyak."

Renjun masih bersikeras meminta Jeno untuk melakukan penghitungan ulang.

"Sudah Huang Renjun, kalo gak percaya nih hitung sendiri." Jeno menyerahkan catatan berisi rincian barang yang beserta nominalnya.

"Gak usah."

Mark selaku ketua acara memijit pelipisnya. Ternyata lebih pusing menghadapi 'perang' antara Jeno dan Renjun dari pada Pak Suho yang terkenal ribet.

"Kalau memang dana yang dibutuhkan segitu mau bagaimana lagi, toh kita juga ingin acara meriah kan." Jaemin angkat suara.

"Berarti kita harus lebih kerja keras di pengumpulan dana. Jangan kasih kendor, bener kan Pak Renjun?"

Renjun hanya bergumam menanggapi perkataan Haechan.

Ini yang Renjun benci ketika menjabat sebagai seksi usaha dana. Dia dan teamnya harus berpikir keras untuk mencari kegiatan yang dapat menghasilkan uang.

Berjualan tetap menjadi yang utama tapi memikirman barang yang dijual itu membuat dirinya pusing.

Masa risol mayo, tahu baso, rice box lagi... Memang warga fakultasnya tidak bosan kalau jualan itu lagi.

Paid promote dan pengajuan sponsor sudah dilakukan tapi masih tetap jauh dari target.

Dan sekarang dengan seenaknya Jeno mengajukan tambahan dana untuk perlap. Cih.

Dikira gampang cari duit.

"Gue tanya, kenapa tiba-tiba perlap butuh tambahan dana? Emang rincian yang kemaren belum final?" tanya Renjun.

Jeno menghela napas sebelum menjawab, "Udah final tapi kemaren tiba-tiba pihak setting panggung bilang biaya sewa naik per tanggal 1 jadi acara kita dapet harga baru bukan harga lama."

Mark mengangguk paham, cukup jelas dengan alasan Jeno.

"Lo kok gak cek harga dulu sebelum agreement?"

"Gue udah cek tapi kemaren tiba-tiba dikabarin begitu. Masa gue ngebatalin karna harga naik, gak etis dong. Kalo gak percaya nih lo ngomong sendiri sama Pak Taeyong." Jeno menyodorkan ponselnya pada Renjun.

"Gak perlu. Tapi ya tetep aja lo harusnya bilang ke Pak Taeyong kalo persetujuan dilakukan sebelum penggantian harga yang artinya kita masih dapet harga lama."

"Gak segampang itu Njun."

"Guys..." Mark mebcoba mengambil alih situasi yang bau-baunya akan berujung baku hantam jika tidak segera dihentikan.

"Sudah ya, kalo memang dari sananya kaya gitu kita gabisa protes. Besok kita pikirin lagi gimana cara dapet dana, Renjun gausah khawatir ada kita yang siap bantuin." Mark mengarahkan tatapannya pada Renjun.

"Rapat hari ini selesai, kita lanjut minggu depan. Hati-hati di jalan guys."

Perkataan Mark diangguki oleh semua peserta rapat. Haechan dan Felix mengucap syukur karena akhirnya terbebas dari tekanan dunia.

Kebiasaan Jeno ◆ NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang