Eggs

3.1K 314 8
                                    

Jeno bergerak gelisah di kasurnya, berbaring menghadap kanan lalu kiri lalu kanan lagi. Tengkurap lalu terlentang dan segala jenis gerakan sudah Jeno lakukan sedari tadi.

Jeno sedang olahraga?

Oh, tidak. Dia sedang bingung dan seperti itulah cara Jeno berpikir untuk mengatasi kebingungnya.

"Renjun dikasih hadiah apa ya buat ulang tahunnya besok?" gumam Jeno.

Matanya tertuju pada pigura putih yang berada di atas nakas dimana foto dirinya dan Renjun terpasang didalamnya.

"Masa mau hoodie lagi, kemaren dia baru aja beli hoodie."

Jeno diam sejenak.

"Kalo boneka moomin? Eh jangan, kata Jaemin kamar Renjun udah kaya museum moomin. Arghh.."

Rambutnya diusak kasar, melampiaskan rasa frustasinya.

Ternyata memilih hadiah untuk Renjun lebih sulit daripada memikirkan desain tata ruangan untuk tugasnya minggu depan.

"Ah iya, Haechan!"

Bukan bukan, Jeno bukannya ingin memberi Haechan sebagai hadiah untuk Renjun. Dia ingat pada salah satu sahabat kekasihnya itu, siapa tau Haechan bisa membantu.

Tangannya segera terjulur untuk mengambil ponselnya. Setelah menemukan kontak yang dicari Jeno segera menempelkan ponsel ke telinganya.

Tut...tut..tut... "Chan!"

"Astaga Jen, salam dulu kek jangan kaya orang nagih utang."

Jeno meringis, "Hehe. Selamat sore sodara Haechan. Apakah boleh saya mengganggu sebentar?"

Bukannya jawaban justru tawa keras Haechan yang memenuhi speaker ponselnya. Membuat telinga Jeno berdengung.

"Gue doain keselek lo Chan!"

"Maaf Jen, habis jokes lo garing gue jadi kasihan."

Jeno mendengus, "Oke back to topic, gue bingung mau ngasih hadiah apa ke Renjun padahal besok anaknya ulang tahun. Kira-kira apa ya Chan?"

Jeno berbicara dengan satu tarikan napas, tanpa jeda tanpa iklan.

"Kasih cipok aja."

"SEMBARANGAN."

"Tapi lo mau kan?"

"Kalo dia minta ya gue kasih." Tangannya menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.

"Tapi serius Chan, kasih apa dong. Saran kek atau anaknya ada kepengenan apa gitu terus bilang ke lo?" tanya Jeno.

Hening sesaat, Jeno dapat menangkap suara Haechan yang sedang menggumam di seberang sana.

"Telor ceplok."

"Ha? Telor ceplok?" Beo Jeno.

"Iya telor ceplok."

Jeno terdiam sejenak, berfikir.
Bukannya tidak percaya pada Haechan tapi terkadang sohib kekasihnya ini suka menjerumuskan dirinya secara tak langsung.

"Jangan ngadi-ngadi lo."

"Serius Jen, kapan sih gue gak--"

"Sering." Potong Jeno.

"Hehe, jadi mau gak dengerin saran gue?"

Satu hembusan nafas, "Ya."

"Jadi Renjun lagi kepengen banget sama telor ceplok, dari kemaren dia ngerengek minta dibuatin tapi gue sibuk banget seharian. Dia mau bikin di apartemen tapi kompornya rusak, gue suruh beli di luar tapi dianya gamau. Katanya gak seenak buatan rumah. Nah, coba deh Jen lo ke apartemennya Renjun bawain dia telor ceplok pake nasi putih. Pasti dia girang banget."

Kebiasaan Jeno ◆ NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang