35_Dear, Juan

1.2K 273 131
                                    

Jujur saya nangis ngetik part ini. Play Dear Name by IU.

..

Bunyi ritmis alat-alat medis terdengar jelas, Naka telah berada di sisi sang buah hati saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi ritmis alat-alat medis terdengar jelas, Naka telah berada di sisi sang buah hati saat ini. Tidak ada amarah pada Ayu karena Naka tidak sanggup menyalahkan siapapun kecuali dirinya sendiri atas ketidaktahuannya. Tidak ada yang harus diperdebatkan ketika dokter mengatakan sisa waktu yang dimiliki bocah laki-laki itu tidak lama.

"Nak, Ayah datang..," bisik Naka berkali-kali pada telinga Juan. Tidak ada yang berani mengganggu kehadiran laki-laki itu di sisi Juan, segala rapal doa dipanjatkan meski ia tahu Tuhannya Juan tidak mengerti apa yang ia sampaikan. Namun jauh di dalam relung hatinya terdalam, Naka selalu menyimpan asa jika putranya akan kembali membuka kedua mata. Bukankah selalu akan ada keajaiban jika seorang hamba berdoa khusyuk dan berserah diri pada Tuhannya? Naka berharap Allah mengabulkan permintaannya yang tidak banyak. Ia ingin Juan membuka kedua mata, mengenalinya, sebelum anak itu meninggalkan dunia ini jika waktunya dijemput telah tiba.

"La illa hailla anta subhanaka innikuntum minadzolimin," entah sudah berapa ribu kali kalimat itu dilafalkan. Bahkan Naka tidak pernah lepas dari lantunan dzikir dan sholawat yang dibisikkan pada telinga putranya. Tak terhitung berapa kali surat Yassin ia perdengarkan samar-samar. Ulahnya tersebut sempat mencuri perhatian perawat serta dokter jaga di ruang ICU. Kedua tangan Naka tak juga terlepas dari tubuh mungil yang ditempeli banyak alat medis dan hanya berselimut rumah sakit.

"Bangun, Nak. Ayah bawain lego lagi, kamu seneng lego kan?"

Ayu dan Bukit menatap dari balik kamar ICU yang dibatasi kaca. Mata rasanya sudah tidak sanggup melihat betapa sedihnya Naka menunduk di samping ranjang. Tidak ada niat sedikitpun bergeser dari sisi Juan, bahkan Naka menolak apapun yang ditawarkan. Padahal laki-laki itu tidak sempat mengisi perut setibanya di Denpasar.

"Mas Bukit."

"Hm?"

"Maaf..," Ayu merasakan dadanya sesak, jangan ditanya bagaimana perasaannya saat ini. Dengan melihat mata sembab, tubuh yang kian kurus, semua orang tahu betapa hancurnya hati seorang Ibu yang harus menerima kenyataan jika sang buah hati –mungkin, tidak lagi bisa dipeluk.

"Jangan menyalahkan diri sendiri, Yu."

"Aku salah, Mas. Naka..," Ayu menunduk, "aku gak bisa jadi istri yang baik buat Naka, aku gak bisa jadi Ibu yang baik buat Juan. Maaf."

Mendengar perkataan Ayu, hati Bukit rasanya ngregel. "Udah, Yu. Udah.., Juan pasti sedih liat kalian kayak gini." Meskipun mereka tidak lagi menjadi ipar, tapi Bukit berusaha mengerti jika posisi rumah tangga sang adik ipar dari awal memang sudah bermasalah. Tapi sekarang bukan saatnya saling menyalahkan diri sendiri. Selama dalam perjalanan, Bukit sudah cukup mendengar terlalu banyak permintaan maaf Naka pada Juan dan Ayu, bahkan ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa terlalu egois mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri.

RaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang