Yakin gak tertarik book ini? Mumpung gratis baca, kalau sudah tidak gratis jangan nyesel.
..
"Gimana, Naka? Udah ketemu sama anaknya?"
Naka menatap lewat kaca besar pesawat-pesawat yang sedang dipersiapkan untuk meninggalkan Azerbaijan, mungkin salah satunya yang akan membawa dirinya kembali ke Indonesia.
"Anak yang mana?"
"Masak harus Ibu perjelas?"
Naka menunduk menatap kedua kakinya yang digoyangkan karena pegal, "udah."
"Terus? Gimana tanggapan dia?"
"Biasa aja," Naka ganti mengamati gantungan kunci dan satu buku tentang Layla Majnun karangan Nizami dalam terjemahan Bahasa inggris di bangku samping kanan. Ia mendapatkannya dari seorang gadis yang sedang dibahas sang Ibu saat ini.
"Biasanya gimana?"
"Ya.. gak gimana-gimana."
"Kamu udah bilang kalau kalian pernah ketemu?"
"Enggak," Naka mengamati gantungan kunci yang tak biasa seperti suvenir yang dijual pada umumnya sebagai cinderamata, namun ada lambang Indonesia dan Azerbaijan tergantung, ikon Borobudur dan salah satu bangunan di Old City. Oleh-oleh dari orang Kedubes memang spesial.
"Kenapa gak bilang? Sebetulnya kamu ketemu apa tidak sama dia?"
"Ketemu, Bu. Tapi kejadian itu udah lama banget, dia mana bisa ingat?"
"Semisal gak ingat kan kamu bisa ingetin."
Naka tersenyum tipis, sebesar apa Ibunya ingin dia melupakan mantan istrinya? Saat ini yang menjadi bebannya adalah putra semata wayang yang ingin ia akui namun tidak diketahui keluarga besarnya. Jadi dalam hal ini Naka tidak punya daya untuk menjelaskan keberadaan Juan pada keluarganya karena Ayu sama sekali tidak ingin hidupnya diganggu.
Kalau laki-laki yang tidak benar pasti akan dengan rela tidak meributkan keberadaan Juan, namun Naka bukan mereka. Naka masih menyimpan kenangan manis bersama Ayu, sampai saat inipun dia berharap dapat melihat anak kandungnya.
"Kok diam?"
"Bu, anak Ibu ini tidak semenyedihkan seperti anggapan orang-orang. Ibu gak percaya aku bahagia?"
"Percaya, Naka. Tapi kalau memang ada seseorang yang bisa membuat kamu bahagia kenapa tidak diusahakan?"
Naka mengamati wajah lelah Faisal dan Ibnu yang duduk tak jauh dari posisinya saat ini, "dia itu lebih pas jadi gebetannya Faisal atau Ibnu."
"Tapi Ibnu kan sebentar lagi nikah?" Ibu menyanggah.
"Dia juga lumayan nyambung sama Faisal," Naka menyandarkan punggung pada sandaran kursi.
"Gitu ya.., ya sudah."
Untuk sesaat Naka hanya mendengar lenguhan sang Ibu, "kalau jodoh juga nanti ada jalan, kalau enggak ya gak apa-apa."
"Kamu gak keberatan kan lanjut komunikasi sama dia? Anaknya baik loh."
"Bu, belum tentu dianya mau. Pengalaman membuktikan kalau orang tua terlalu ikut campur urusan pedekate anaknya, justru malah gagal jadian."
"Masak sih?"
"Ibu mau bukti? Nanti jangan nyesel kalau gak jadian."
"Ya kamu maunya gimana, Naka? Ayo dong lanjutin," Ibu sepertinya mulai penasaran dengan apa yang terjadi selama Naka berada di Baku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahara
Fanfiction[Tamat] Rahara : merujuk pada perempuan, tepatnya gadis pada usia yang sudah pantas untuk menikah. Arimbi datang ke Baku untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang diplomat, namun hidup tidak selamanya seperti yang ia inginkan ketika seorang pria...