04_Tantangan

1.9K 352 134
                                    

Arimbi tidak seberapa sibuk sebetulnya, namun ia tetap bekerja sesuai dengan jam ngantor meskipun delegasi dari Indonesia yang kemarin menghadiri festival budaya belum semuanya pulang ke Indonesia.

Sebagai staf kedubes, Arimbi memang ikut bertanggung jawab menyiapkan segala keperluan Duta Besar baik yang bersifat diplomatik sampai hal-hal terkecil. Memastikan warga Indonesia yang menetap di sana terhindar dari ancaman dan atau masalah hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional, hukum internasional serta kebiasaan internasional.

Awalnya cukup sulit, Arimbi di usia dua puluh satu tahun berhasil menyelesaikan kuliah di bidang sastra Inggris dengan hasil yang bisa dikatakan sangat baik. Keberuntungan gadis itu berlanjut dengan lolosnya ia menjadi staf tidak tetap yang ditempatkan di kedubes RI pada negara Azerbaijan.

Keahlian berbahasa tentu menjadi kunci utama, dia dikursuskan bahasa Azeri selama enam bulan pertama. Dan kini setelah menyesuaikan diri dengan bahasa setempat, gadis itu beruntung senior lain yang tidak banyak di dalam kantor kedubes mulai melibatkan dirinya dalam mengurusi tugas kediplomatan.

Politik di setiap negara hampir sama, tidak ada kawan atau lawan sejati, semua bisa berubah sesuai kebutuhan.

Arimbi sempat mendengar percakapan Naka dan Pak Dubes mulai seru dalam tanda kutip. Dia tahu politik meski tidak menyukainya. Karena tugasnya hanya menyiapkan jamuan kecil-kecilan, gadis itu kembali ke meja kerjanya setelah menyajikan minuman kepada para tamu, Naka salah satunya.

Tidak tampak Ibnu atau Faisal bersama Naka, sepertinya laki-laki satu itu sengaja ingin mengobrol dengan Pak Dubes di luar konteks liputan.

"Mbi," Haidar mendekat, disodorkan beberapa lembar kertas, "tolong distempel."

"Oke," Arimbi mengambil dokumen dari tangan Haidar lalu seperti biasa ia akan menggandakan sebelum diarsipkan. Sedangkan dokumen perjalanan yang telah distempel akan diserahkan pada tamu yang mendatangi kantor kedubes sebagai bukti kunjungan.

"Naka itu bukannya dulu atlet renang ya?"

"Atlet renang?" Monika menimpali apa kata Haidar.

"Iya atlet renang tapi pas masih sekolah SMP apa SMA gitu, aku lupa-lupa ingat."

"Kok kamu bisa tau, Mas?"

"Karena dulu aku pernah ikut tanding juga antar sekolah tingkat nasional, tapi aku langsung gugur. Nah Naka itu kalau gak salah udah mau masuk final tapi gagal."

"Kenapa kok gagal?"

"Aku sih ingetnya keram kaki, tapi kayaknya ada yang bilang dia nyelametin peserta lain yang keram. Lupa beneran, tapi intinya dia gagal masuk final, padahal banyak yang jagoin."

"Kalau beneran dia nyelametin perenang lain, harusnya dapet dispensasi dong?" Monika menaikkan kacamata baca yang bertengger di hidung pindah ke atas rambutnya.

"Ya ga tau juga, kita kan masih anak sekolah waktu itu, nurut aja sama pelatih dan panitia bilang."

Arimbi hanya menyimak, tangannya menyelesaikan kelengkapan dokumen sesuai perintah Haidar. Seperti tidak asing loh kisahnya, kalau dihitung usia Arimbi dengan Naka terpaut delapan tahun, kalau Naka saat itu enam belas tahun -umpamanya, berarti dia masih delapan tahun.

Wah mana Arimbi bisa ingat, wajah teman-teman SD saja sudah banyak yang lupa apalagi disuruh mengingat di mana dia pernah mendengar nama Tanaka Bimasena? Tapi sungguh, dia betul-betul tidak asing dengan nama itu. "Mas, dulu ada tokoh apa orang terkenal namanya Tanaka atau Bimasena gak sih?"

RaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang