19_Mengingatmu

1.3K 301 142
                                    

Baca jangan skip-skip meskipun tidak menyenangkan, semua interaksi di cerita ini memiliki pesan tersendiri. Abaikan typos, saya perbaiki nanti. Play Mulmed Sad Piano.

..

Serenada Putri

"Sekarang alasan apalagi? Udah jelas dia sering sms kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang alasan apalagi? Udah jelas dia sering sms kamu."

Ayu duduk dengan wajah merah padam, sungguh sikap posesif Naka sudah tidak bisa ia toleransi lagi. Apa salahnya kalau temannya di Bali mengabarkan jika sang Ibu sakit? Meskipun Ayu bisa saja pulang ke rumah tanah kelahirannya, namun ia urungkan karena ingin meminta pertimbangan Naka.

"Berapa kalipun aku bilang dia ngasih kabar Ibu, kamu juga gak akan percaya."

Naka berdecak keras, "dia suka kamu, Yu. Kamu jadi orang gak peka banget."

"Dia dokternya Ibuku, Ka! Wajar kalau aku nanya kondisi Ibu langsung ke dia."

"Gak, kalian mulai main di belakangku. Seharusnya aku sadar kalau keluargamu memang punya niat misahin kita."

"Memang keluargamu enggak? Denger ya, aku sudah berusaha menjadi bagian dari keluargamu tapi apa yang aku dapetin? Penolakan itu gak akan bisa hilang, Ka. Dulu kamu janji kalau kita bakal fine jalanin ini semua, tapi buktinya apa? Hubungan kita bahkan lebih buruk dari saat pacaran."

"Jangan salahin siapapun, kita yang buat keputusan, bukan orang lain," Naka berusaha meredam intonasi suaranya setenang mungkin karena Ayu melakukan sebaliknya.

"Stop curiga dengan siapapun, kenapa kamu berubah, Ka? Apa salahku?" Ayu mulai meneteskan air mata. Hatinya terlalu lelah memendam segala permasalahan yang selama ini mendatangi keduanya. Naka dan dirinya beda keyakinan, pada akhirnya Ayu mengalah dengan mencoba mengimani Tuhannya Naka, meski di dalam hatinya terdalam, Sang Hyang Widhi merupakan landasan keimanannya yang sebenarnya.

Katanya akan ada ujian di awal menjadi seorang mualaf, tapi ia tidak bisa memungkiri jika ia tidak bisa menjadi seorang muslim. Ini terlalu sulit, ditambah kerikil-kerikil kecil yang semakin membuat hubungannya dengan Naka kian renggang. Ternyata jatuh bangun saat berpacaran tidak menjamin kebahagiaan saat menikah. Ayu menyesali keputusannya menghiraukan nasehat keluarganya di Bali.

"Aku gak ngerti harus gimana ngadepin kamu, Ka. Kamu terlalu sibuk sama kerjaan, aku butuh didengerin."

"Aku selalu berusaha dengerin kamu," Naka membela diri.

"Kapan?" Ayu mendongak, ditatapnya kedua mata yang terlihat sayu, "kapan kamu bener-bener dengerin aku yang gak diiterupsi sama panggilan atasanmu itu? Kapan kamu dengerin aku kalau setiap saat Ibumu telepon ingin kita ada di rumah beliau? "

RaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang