"Kita harus pergi," Akutagawa tiba-tiba bangkit tanpa pamit dengan sopan, membuat Chuuya terheran-heran sekaligus salah tingkah.
"Oi, Akutagawa!" Seru Chuuya tertahan, lalu mengejar Akutagawa yang melangkah cepat ke arah pintu.
Chuuya berhasil meraih tangan Akutagawa, lalu langsung mendampratnya dengan gusar, "Kau ini, keterlaluan tau!"
"Tenang, tenang, Chuuya-kun," Mori masih tersenyum santai, "Mungkin ia memang memiliki intuisi yang lebih kuat,"
"Apa maksud-"
"Kaupikir ruangan ini tidak ada apa-apa?" Mori mengangkat kunci dari sakunya, "Aku sudah menjaga keamanan,"
Chuuya terdiam sejenak, ia langsung menyadari maksud Akutagawa yang tergesa-gesa untuk meninggalkan ruangan terkutuk ini.
"Kau... bukan Mori, kan?"
***
"Gin-san! Kita pesan teh atau kopi lagi, ya?" Tachihara terus-terusan membujuk Gin yang sedaritadi hanya berkeliling cafe pribadinya dengan gerak-gerik orang gelisah. "Kau ini mikirin apa sih?"
"Teh dan kopi saja pikiranmu," Gin menjambak pelan rambut Tachihara, menjahili rekan satu timnya tersebut.
"Sakit, sakit! Lagipula, apa yang kaupikirkan? Cobalah seperti Higuchi-san, dia daritadi hanya diam membaca buku, lho,"
"Bukan itu masalahnya..." Gin menatap ke luar jendela, "Kakak... apakah baik-baik saja?"
"Maksudmu? Tentu saja mereka akan baik-baik saja! Chuuya-san bukan orang yang tidak dapat membujuk, kau lihat saja Akutagawa jatuh hati padanya,"
"Perkara ini berbeda dari masalah lainnya, Tachihara," Gadis bersurai hitam tersebut berusaha menjelaskan, "Kau tahu Mori-san terkadang suka menambah masalah..."
"Tenang, tenang, itu tidak akan menjadi masalah besar. Telepon, hanya telepon!" Tachihara kembali meneguk kopinya dengan tenang.
Gin yang melihat tingkah rekannya hanya bisa menghela napas. Tachihara bukan orang yang terlalu memikirkan masalah. Tidak heran jika ia tak mempermasalahkan telepon, atau bahkan panggilan ini dengan serius.
"Gin-chan, bisa kemari sebentar?" Seorang wanita berpakaian kimono menghampiri Gin. Raut wajahnya terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Ah, iya, aku akan ke sana," Gin buru-buru merapikan mantelnya, berpamitan dengan Tachihara dan Higuchi, lalu segera mengikuti Kouyou.
"Kouyou...san?" Gin memanggil salah satu atasan di agensinya dengan ragu, "Apakah ada yang ingin dibicarakan?"
Kouyou berhenti di tengah jalan sesaat setelah ia memastikan tidak ada orang di sekitarnya.
"Kita harus mencari Mori-san,"
"Heh?" Gin menatap Kouyou kebingungan, "Ada... apa? Apakah ada yang aneh?"
BRAK!
"Ah... sial, saya pikir saya semaput tadi," Mori tiba-tiba membuka pintu gedung dengan napas terengah-engah seperti habis dikejar sesuatu.
Tatapannya langsung berubah menjadi sebuah kebingungan setelah melihat suasana gedung berjalan biasa saja tanpanya. Biasanya, akan ada seorang atau dua orang yang memintanya melakukan sesuatu.
"Apakah ada yang mencari saya?" Mori bertanya pada salah satu klien yang tengah duduk menunggu kehadiran anggotanya.
"Eh? Tidak ada. Anda sendiri yang berkata tidak perlu mencari Anda,"
"Lho, Mori-san?" Tachihara yang tengah meneguk kopinya tersebut langsung terheran-heran, "Maafkan kelancangan saya, tapi sejak kapan Anda di sana?"
"Apa? Apa maksudmu? Saya baru saja sampai," Mori menatap Tachihara dengan tegas, "Saya memang baru sampai di sini, apakah ada yang mengganggu?"
"Tidak, hanya saja...-"
***
"Chuuya-san, kita harus keluar," Akutagawa menarik-narik lengan Chuuya dengan cepat tanpa memperhatikan pria yang masih tersenyum menatap mereka.
"Tunggu- pintunya kan terkunci?"
"Tidak ada waktu," Si surai hitam tanpa ragu mendobrak pintunya. Namun alangkah sialnya ternyata pintu tersebut bukanlah pintu biasa yang dapat didobrak semudah itu.
"Saya tidak suka memakai kekerasan, kok. Yah, itu jika terpaksa," Pria yang masih duduk santai di depan mereka tersenyum penuh arti. Tatapan liciknya hampir tak dapat dibaca sama sekali.
"Kalau kau bukan Mori..."
"Ah... aku tahu akan ketahuan. Badut itu juga sudah memperingati kalian tanpa kuketahui, namun kalian tidak menghiraukannya,"
"Badut-? Maka kau..."
Pria tersebut tersenyum miring, "Fyodor, salam kenal,"
Si surai hitam terperangah dibuatnya ketika melihat pria di hadapannya yang ternyata bukanlah orang yang biasanya ia kenal. Satu-satunya informasi yang ia ketahui barusan adalah pria ini tidak bersenjata. Ia akan menyesali pikirannya tersebut.
"Tunggu dulu, kalian tidak diajarkan untuk bersabar dan bersikap sopan pada tamu, ya?" Fyodor mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengayunkannya pada Akutagawa untuk membuatnya mundur.
Bilah pisau yang tajam tersebut berhasil menggores lengan Akutagawa.
Dengan chip yang dimilikinya, Fyodor juga berhasil meretas sistem keamanan gedung tempat mereka berada.
Data-data penting, dokumen, terbuka begitu saja.
"Kau ini- ingin apa sebenarnya?" Si surai senja semakin waspada melihat keadaan sekitarnya.
Manik ungu Fyodor melirik lurus ke arah Chuuya dengan senyumnya yang kelihatan tanpa ada maksud apapun, "Akan menarik jika kuulas tentang kalian berdua di internet, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaze Upon Music II - When Love and Hate Collide
Fiksi Penggemar• When love and hate collide • Sebuah kasus terjadi seiring berjalannya waktu. Chuuya dan Akutagawa sudah dilanda berbagai macam kejadian yang hampir menjatuhkan reputasi mereka. Siapakah dalang dari semua ini? Apakah itu Dazai? Chuuaku fanfiction N...