Inside #1

239 27 21
                                    

Selagi mengetik di depan HPnya, Akutagawa sedikit mencuri-curi pandangan terhadap Chuuya. Tentu saja, tak ada yang salah dengan hal itu. Melihat si mata biru tersenyum-senyum sendiri depan layar HPnya, membuat Akutagawa sedikit merona.

"Hm... doushita, kulihat kau mencuri-curi pandangan terhadapku, ya?" Chuuya menyeringai lebar melihat Akutagawa yang langsung terkejut dan salah tingkah dibuatnya. "Ah—etto... tidak, gomenasai—aku hanya tidak tahu harus bicara apa," Ucapnya tergagap ragu.

"Soukka? Kekurangan topik pembicaraan?" Tanya Chuuya setengah berpikir, "Adakah yang ingin dibicarakan?"

"Ii'e..."

"Ah, aku belum bertanya—apakah Gin-chan adikmu itu tahu tentnag hal ini?"

"Tentang apa?"

"Bahwa kita sudah... official?" Tanya Chuuya tertawa melihat Akutagawa yang memerah begitu saja, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah itu dengan jaket yang dibawanya. Si mata biru malah tertawa melihat reaksinya, "Astaga—gomenne gomen! Kau ini... reaksimu selalu berhasil membuatku tersenyum,"

Entah mengapa perjalanan ini terasa menantang Akutagawa agar bisa bertahan dari semua candaan Chuuya. Perjalanan memiliki perkiraan sekitar 6 jam. Untuk menghibur diri tentu saja fasilitas di limusin bisa terbilang lengkap.

"Perkiraan sampai di sana pukul 10 pagi ya..." Tukas Chuuya seraya melihat layar HPnya, menampilkan jarak antara Yokohama ke Osaka. Sudah termasuk pemberhentian di tempat istirahat.

Belum sempat Akutagawa berbicara, sebuah hologram mendadak muncul di tengah mereka, menampilkan layar hijau dengan Mori di situ. Wajahnya terlihat bermasalah.

"Ohayou, Chuuya-san, Akutagawa-san, saya akan memberitahu kalian sesuatu : akan terjadi kemacetan sekitar 4 jam, kalau kita bisa mencari jalan lain, maka kita sebisa mungkin akan memotong jalan,"

"Macet?"

"Kemungkinan besar begitu. Jadi... mohon kerjasamanya," Kata Mori seraya mematikan sinyalnya.

Ah, sial...

"Hah... matakku..." Keluh Chuuya menyandarkan tubuhnya dengan santai, "Perkiraan sampai menjadi jam 2 siang... nee Akuta—"

Chuuya terdiam keheranan, Akutagawa terlihat sedang menatap alat hologram itu dengan bingungnya, lalu mengutak-atiknya sembarangan.

"Hoi—kau sedang apa?"

"Aku baru tahu ada alat ini di limusin ini," Tukas Akutagawa dengan herannya, lalu tidak tahu menekan apa, sebuah tayangan malah tersetel di layar hologram itu.

"Lho—kok bisa ada film di situ???" Perhatian Chuuya seketika terarah pada layar hologram yang menampilkan suatu acara.

"Ah... dia tertarik..." Batin Akutagawa. Akhirnya ia mundur untuk ikut menonton acara itu. Yah setidaknya bisa memakai waktu untuk menonton.

"Nee, Akutagawa-kun? Bisa ke sini sebentar?"

"Bukankah tidak boleh berjalan di limusin—?"

"Siapa bilang? Tak apa, sini saja,"

Chuuya melambaikan tangannya memberi kode untuk Akutagawa agar segera menghampirinya. Mau tak mau si surai hitam berjalan ke arahnya, lalu duduk di sebelah si mata biru yang tersenyum padanya, lantas memeluknya dari samping.

"Chotto—nande?" Tanya Akutagawa tergagap dengan rona merah kecil di pipinya. Chuuya hanya tersenyum, "Tak apa, cuma mau begini. Boleh, kan?"

"Uhn—tak apa..."

Sebentar kemudian Chuuya tertawa-tawa menonton acara itu. Sepertinya acara itu sangat menarik baginya. Beruntung bagi Akutagawa berhasil menemukan cara lain untuk menghabiskan waktu sambil duduk diam dalam limusin menuju Osaka.

"Astaga—aku lelah tertawa," Tukas Chuuya masih dengan sisa tawanya, lalu menoleh pada Akutagawa, lantas tersenyum, "Nee? Kau mengantuk?"

Ia melihat si surai hitam di sampingnya itu yang hampir tertidur, namun sedikit berusaha menahan kantuknya itu dengan menatap layar hologram itu, namun nyatanya tidak bisa membuat si surai hitam tetap terjaga tidak tidur.

Akutagawa menggeleng dengan segan, "Ii'e—aku tidak mengantuk..."

"Uso... matamu lelah tuh," Kata si mata biru tersenyum miring melihat tingkahnya itu. Tanpa basa-basi lagi Chuuya menarik sisi kepala Akutagawa dan menyandarkannya di bahunya.

"Eh—?" Akutagawa yang tersentak kaget itu merasakan jari-jari Chuuya yang lembut mengelus kepalanya, membuatnya semakin memerah. "Sudahlah, tidur saja, aku tahu kau tidak sempat tidur," Tukas Chuuya berusaha membujuk si surai hitam yang masih segan itu. Akhirnya Akutagawa menurut dan berusaha untuk tidur, ia menutup matanya, merasakan kehangatan pelukan si mata biru yang belum pernah ia rasakan. Chuuya sendiri melanjutkan menonton acaranya itu sambil sedikit melirik ke arah pria bersurai hitam yang hampir tertidur di tiap belaian tangannya.

"Heh... tidur juga kau..." Gumam Chuuya bangga.

Tak disangka si surai hitam malah tertidur pulas di dekapannya.

Chuuya tersenyum melihatnya, dan tak henti-hentinya mengelus rambut halus milik si surai hitam yang sudah terlelap.

Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang