Preparation

114 21 0
                                    

"Ryu, ini," Chuuya menyodorkan segelas teh hangat kesukaan Akutagawa. Si surai hitam yang terheran-heran mendengarnya dipanggil dengan panggilan pendek, ia lantas bertanya, "Ryu?"

Chuuya tersenyum, "Pendek, dan manis, 'kan?", "Ha'i..."

Akutagawa tidak pernah dipanggil dengan nama depannya, berbeda dengan adiknya yang masih lebih bisa dipanggil dengan nama depannya. Yah, sebenarnya Akutagawa tidak pernah menginginkan orang lain untuk memanggilnya dengan nama depan, oleh karena itulah ia sangat ketat dengan nama panggilan. Tapi khusus Chuuya, kali ini ia membuat pengecualian.

"Sebentar lagi kita sampai, sebaiknya segera pack up," Tukas Chuuya mengecek kembali barang yang akan ia bawa turun dan menginap di hotel khusus yang isinya orang-orang entertainment.

Si surai hitam mengangguk, dan merapikan kembali tas serta barang-barangnya kecuali jaket hitam yang ia kenakan. Pakaiannya tidak terlalu mencolok, makanya ia tak pernah pusing mencari baju mana yang akan dipakai. Malahan, Gin yang terkadang pusing sendiri melihat pakaian kakaknya yang selalu hitam, meskipun dirinya juga suka memakai warna hitam, sih...

15 menit kemudian, limusin berhenti tepat di depan hotel. Dan... tentu saja, di depan sudah banyak penggemar yang menunggu sambil membawa kamera serta wartawan yang membawa mic dan kamera videonya.

Akhirnya, terpaksa mereka semua harus berjalan dengan perlahan demi menandatangani foto serta album para penggemar, baik dari agensi manapun. Sepertinya mereka benar-benar sangat terkenal.

"Satu orang bisa mendapatkan satu kamar. Jadi... total kamar yang dipakai Port Mafia adalah... 7 suite room. Kalian bisa beristirahat sebentar, mungkin saya beri waktu 15 menit untuk beres-beres lalu mulai wawancara di taman kota,"

"Kenapa taman kota???" Tanya Chuuya keheranan. Bukannya itu malah akan menarik banyak orang?

"Tidak, setidaknya ganti suasana. Lagipula, hari ini diprediksi sebagian besar penduduk kota akan pergi untuk bekerja, termasuk stasiun radio yang akan mewawancarai kita," Jelas Mori menyeret kopernya serta koper Elise.

"Nee! Rintarou!!! Aku akan dapat kamar sendiri kan?" Gadis kecil berambut pirang itu mengayunkan tinjunya, berusaha mendapatkan perhatian Mori.

"Tenang, tenang, Elise-chan, kau dapat kamar sendiri kok, kau suka yang imut-imut kan?" Kata Mori menenangkan gadis kecil itu.

"Pokoknya nanti untuk melepas kekakuan yang baru didapatkan karena berjam-jam dalam mobil, kita akan berjalan kaki untuk berangkat ke taman bersama," Jelas Mori.

*

*

*

"Sumimasen—Chuuya-san, kau bawa jaketku tidak? Di tasku tidak ada," Tanya Akutagawa mengetuk pintu kamar Chuuya. "Masuk saja, nanti kucarikan," Ucap Chuuya mengizinkan si surai hitam untuk masuk.

"Ah ya, kamar kita kan terkoneksi dengan pintu di tengah dinding di sini, kenapa harus susah-susah masuk lewat pintu utama?" Chuuya tertawa kecil. Akutagawa sendiri malah belum sadar dengan keberadaan pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Chuuya. "Ah—ya—aku tidak tahu,"

"Ah ya, aku baru dengar, ingat tentang proyek kita?" Ucap Chuuya mengingatkan. Akutagawa mengangguk, "Ha'i, kenapa itu?"

Chuuya tersenyum, "Masalahnya lagu kali ini mungkin akan membutuhkan suara yang mungkin bisa membuat suaramu habis setelah itu. Terserah kau, apa kau ingin ikut bernyanyi atau jadi pemusiknya? Aku hanya khawatir kau akan memiliki masalah setelah itu,"

"Eh... itu terserah kok, aku tak terlalu mempermasalahkannya," Ujar Akutagawa tidak ingin membebani pikirannya. Pria yang bertubuh lebih pendek itu menghampiri si surai hitam lalu mencubit pipinya, "Bercanda kamu, nanti kalau ada masalah gimana?"

"Eh—kalau begitu jalan yang menurutmu aman—aku akan ikut saja," Jawab Akutagawa pasif. Chuuya hanya geleng-geleng kepala mendengarnya. Ia kembali memikirkan jalan lain yang lebih aman. Tak terasa waktu berlalu, mereka sudah harus kembali ke titik kumpul.

Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang