Wolf in Sheep's Clothing #2

56 6 1
                                    

"Kalau kubilang tidak usah hiraukan, maka tidak usah," Ujar Chuuya tegas. Sepertinya ia sangat tertekan, membuat si surai hitam terdiam.

Orang tadi memang terlihat aneh, dari cara berpakaian, sampai cara berbicara. Sepertinya cara berbicara tersebut bukanlah cara berbicara orang pada umumnya. Lebih terkesan... mengancam. Atau mungkin lebih tepatnya, memaksa.

Si surai hitam hanya mengangguk, lalu kembali fokus dengan kegiatannya sendiri. Ia tidak berani buka mulut untuk melawan Chuuya. Ia tidak ingin terlibat masalah. 

"Ah, selama tidak ada yang mencurigakan, sepertinya semua akan baik-baik saja" 

Begitu pikir si surai hitam.

Ia menyandarkan diri ke kursi mobil, mencoba mengalihkan perhatiannya dari kejadian barusan, menatap layar handphonenya meskipun tidak ada notifikasi apapun. Namun, pikirannya terus tertuju pada pembicaraan barusan. 

Benar-benar aneh.

"Kita langsung beritahu Mori-san saja," Saran si surai senja berusaha memecah keheningan, sembari manik birunya tetap terfokus ke arah jalan.

Lagi-lagi direspon dengan anggukan kecil si surai hitam. Kalau bisa jujur, Akutagawa setengah percaya pada orang asing yang mereka temui. Jika memang ia mengetahui sesuatu, tentu saja orang itu akan berbicara dengan yakin.

Mengingat kata-kata Chuuya, seketika kabut keraguan mulai kembali menutupi pikiran si surai hitam. Dunia yang membuat mereka terkenal, bisa saja ada satu orang, tidak, mungkin banyak orang yang ingin meretas kehidupan privat mereka.

Ting ting!

Terdengar dering handphone Chuuya, kedua penumpang tersebut secara bersamaan menoleh ke sumber suara yang terhasilkan.

"Ah, akhirnya," Tukasnya seraya mengangkat telepon tersebut. Panggilan dari Mori, orang yang mereka tunggu.

"Moshi-moshi, Mori-san?"

"Ha'i, kalian sudah sampai? Mengapa dari tadi saya tidak bisa melihat kalian?" 

"Ah, kami sudah sampai. Maaf atas keterlambatannya,"

"Tidak masalah. Ah, ya, sebelum kauputus panggilan ini, bisakah kau kirimkan saya data perjalanan kalian?"

"Tentu saj-"

"Chuuya-san, maaf, matikan handphonenya," Potong Akutagawa dengan cepat seraya mengulurkan tangannya, hendak mematikan handphone yang tengah dipegang oleh Chuuya.

Itu adalah sebuah gerakan nekad yang ia belum pernah lakukan.

"Apa-apaan?" Si surai senja menjauhkan handphonenya dari jangkauan Akutagawa yang mash berusaha merebut handphonenya.

"Percayalah padaku-" Akutagawa dengan frustasi berusaha merebutnya, dan berhasil. Ia mematikan handphonenya.

"Kau sudah gila? Bisa-bisa kita kena banyak masalah jika begini," Ungkap si surai senja, manik birunya menatap Akutagawa setengah bingung, setengah marah.

"Maafkan kelancanganku yang tiba-tiba ini, tapi aku percaya tidak seharusnya kita memberikan info lebih lanjut pada penelepon kita ini," Jelas Akutagawa sedikit menunduk.

"Lalu? Memangnya ada masalah apa?" Chuuya masih bertanya, berusaha menenangkan diri.

"Ada yang aneh dari telepon barusan," Ujar Akutagawa serius, membuat Chuuya semakin kebingungan. 

Keheningan sejenak melanda suasana yang tegang tersebut.

Chuuya masih bertanya, "Apa yang aneh?" 

Si surai hitam menghela napas, ia hanya berharap instingnya memang benar.

"Suaranya... bukan suara Mori-san yang biasanya,"

Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang