Mastermind #1

71 14 3
                                    

"Ada masalah, Chuuya-kun?" Seorang wanita bersurai merah muda duduk di sebelah pria bermanik biru yang terduduk sendiri di taman luas yang dikelilingi pohon sakura indah.

"Anee-san?" Chuuya terkejut, "Sedang apa di sini-? Maaf, tadi aku tidak melihat-"

"Bukan begitu, kenapa tiba-tiba Akutagawa-kun menjauh?" Tanya Kouyou tiba-tiba.

"Aku tidak tahu," Ungkap Chuuya diliputi pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Ia merasa terkejut, kesal, bingung, dan perasaan lain yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata saja.

Chuuya beranjak dari kursi tamannya, membelakangi Kouyou yang juga tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka berdua.

"Chuuya-kun... kembali ke sini sebentar," Senyuman hangat terlintas di wajah wanita tersebut, mengisyaratkan tangannya untuk Chuuya agar ia kembali duduk di sisinya, "Ada yang mau kau  katakan?"

"Aku sendiri tidak mengerti," Ujar si surai senja mengacak rambutnya, "Setelah menerima telepon dari orang yang bahkan tidak kukenal... ia bersikap dingin dan menjauh,"

Kouyou hanya menghela napas, "Telepon ya..."

"Aku sendiri tidak mengetahui alasannya, atau siapa yang ia telepon. Kupikir ia menelepon direktur pusat, namun tidak mungkin ia tiba-tiba berubah setelah menerima telepon itu,"

"Soal itu... kami akan usahakan lacak," Ujar Kouyou menenangkan, "Untungnya teknologi kita cukup maju. Kita bisa melacak alamat penelepon itu,"

"Soukka?" Manik biru si surai senja menjadi berbinar penuh harap. Kouyou tersenyum melihatnya.

Kelopak bunga sakura terjatuh di atas kepala wanita bersurai merah muda tersebut. Diraihnya kelopak segar yang baru jatuh itu dari pangkal pohonnya, dan ia tersenyum.

"Bunga sakura ini hanya hidup satu minggu, namun orang-orang takkan melupakan momen itu, dan menantinya dengan harapan bunga ini akan mekar indah lagi," Ujarnya memegang kelopak merah muda tersebut dengan hati-hati, "Sama sepertimu. Kau punya waktu untuk bersinar hanya beberapa hari saja, namun ketika kamu mulai memasuki fase sulit, bermasalah, kau takkan dilupakan orang,"

Senyuman hangat terukir di wajah wanita tersebut, "Seandainya Akutagawa-kun menjauhimu saat ini, pasti ada alasan yang jelas,"

Chuuya menatap kelopak bunga-bunga itu yang berjatuhan, lalu menghela napas. Mungkin yag dikatakan Kouyou benar. Tidak mungkin Akutagawa berusaha melupakannya, apalagi mimik wajahnya yang sebelumnya itu terlihat agak terpaksa.

"Ha'i, arigatou, anee-san,"

Senyuman hangat kembali terlihat di wajah Chuuya yang tadinya terlihat suram.

*

*

*

"Mantel... mantel..." Gumam si surai hitam mencari barang di kamarnya. 

"Ini?" Si surai senja mengulurkan sebuah mantel hitam milik Akutagawa. "Ah... arigatou-" Ucap si surai hitam agak ragu. Namun keraguan itu sirna setelah melihat senyum tulus di wajah si surai senja.

"Tenang saja, aku takkan bertanya apa-apa kok," Chuuya memalingkan wajahnya, ia tidak ingin menambah masalah yang ia tidak ketahui alasannya, dan hendak beranjak keluar.

"I'ie, bukan begitu, aku ada hal yang mungkin harus kutanya-" Akutagawa menghentikan langkah si surai senja yang hendak keluar dari kamarnya itu.

Chuuya berhenti sejenak, lalu menoleh, "Apa itu?"

Akutagawa terdiam sedetik, menghela napas, "Tidak ada..."

Sepasang netra si surai senja menunjukkan rasa penasaran, namun apa boleh buat. "Yah, sudah, tak apa,"

*

*

*

Batin si surai hitam kini dilema, antara ia harus berkata jujur atau tidak. Karena ia tidak ingin mendapat konsekuensi, namun di sisi lain ia juga merasa bersalah jika harus menghindari Chuuya selama yang ia tidak tahu kapan akan berakhir.

Berada jauh dari orang yang dicintai memang sakit.

Bahkan jika itu adalah sebuah kewajiban, tetap saja rasanya tidak akan mengenakkan.

Ia tidak ingin hal yang ia sembunyikan itu ketahuan.

Selama ini hal yang ia sembunyikan bisa ketahuan.

Begitu kata dalangnya.


Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang