To Defend the Specter

99 15 8
                                    

"Chuuya-san, mantelmu," Akutagawa menyerahkan mantel hitam kecoklatan milik si surai senja yang tertinggal di limusin saat mereka tiba di lokasi yang dituju. "Ah, arigatou nee," Chuuya menarik mantelnya dan segera berjalan menuju lokasi pemotretannya, diikuti oleh Akutagawa yang masih sibuk dengan jam tangannya.

Tak disangka lokasi yang dipilih Mori sangatlah indah. Daun-daun petal sakura berguguran. Dahan dan ranting sakura melambai-lambai tertiup angin, seakan menjadi penenang bagi setiap mata yang melihatnya.

Biasanya pemotretan dilakukan di dalam ruangan dengan ornamen yang diperlukan, kan? Namun kali ini Mori mencari suasana baru. Suasana luar ruangan.

"Tentu saja tempat ini aman, takkan ada penggemar yang sembarangan masuk," Mori tersenyum puas. Ia melihat semuanya dan menurutnya sempurna.

Meskipun dari kejauhan si surai senja dapat melihat Dazai, ia diam saja. Yah, untung lokasinya agak jauh dari maniak perban itu.

Chuuya melirik ke arah si surai hitam yang ternyata tengah mengawasi Dazai yang berada di kejauhan. Mungkin ia juga merasa tak aman. Namun kalau ada Chuuya, ah sudahlah, semua takkan apa-apa.

Tiba-tiba saja Chuuya berjinjit dan mengecup pipi si surai hitam yang langsung merona merah, "Apa itu tadi-?"

Akutagawa yang merona merah tersebut malah mundur, diselingi gelak tawa Chuuya yang tertawa geli melihat tingkahnya, "Mumpung tak ada yang melihat,"

"Iya... iya...-" Akutagawa memalingkan wajahnya. Tiba-tiba saja selembar petal bunga sakura tersebut jatuh dan mendarat di atas kepala si surai hitam yang tidak menyadarinya. Chuuya hanya tersenyum melihat itu.

"Ryu?" Panggilnya yang sudah berada di sebelah si surai hitam. Pemilik nama tersebut menoleh, "Ha'i?"

Perlahan tangan si surai senja meraih lembar petal sakura tersebut, mencolek hidung si surai hitam dengan pelannya, "Kau imut dengan bunga ini,"

"...Arigatou," Ucap si surai hitam, untuk pertama kalinya tersenyum tulus pada Chuuya.

Manik biru si surai senja melebar melihat apa yang baru saja terjadi. "Manisnya..." Batinnya dalam hati. Chuuya membalasnya dengan senyuman lembut yang terukir di wajahnya.

Akutagawa sangat manis ketika tersenyum.

Sayang sekali Akutagawa hanya pernah tersenyum pada adiknya. Itupun tidak sering.

"Hei, kalian berdua, cepat bersiap karena ini giliran kalian," Panggil Mori tiba-tiba.

"Ah, ha'i!"

***

"Dazai-san, ini kubawakan kaleng kopi..." Laki-laki muda bersurai putih corak hitam tersebut membawa sekaleng kopi hangat yang baru saja ia beli dari mesin otomatis di dekat sini pada pemuda bersurai cokelat tersebut.

"Oh, arigatou, Atsushi-kun," Dazai membuyarkan lamunannya, menerima kaleng hangat tersebut.

"Masih memikirkan Port Mafia? Bukankah kau berpisah dari Port Mafia dan bergabung ke Tanteisha karena sistemnya lebih cocok?" Atsushi duduk di sebelahnya, meneguk jus yang ia beli. Dazai hanya tersenyum, "Hmn... tidak juga. Kau kan sudah tahu aku punya sesuatu kan?"

"Hee... bukankah itu terlalu kejam?" Tanya Atsushi mengerenyitkan dahinya, menatap Dazai setengah setuju dan setengaj tidak setuju.

"Hehe, yah, begitulah dunia. Terkadang hal yang salah dilakukan untuk hal yang benar,"

"Tidakkah itu ilegal?"

"Hmm... hanya jika ketahuan," Pemuda bersurai cokelat tersebut menyunggingkan senyum penuh arti. Mungkin hanya Atsushi dan dirinya yang tahu.

*

*

*

"Akutagawa, nih," Chuuya menyerahkan mantel si surai hitam yang ia gantungkan di salah satu dahan pohon di taman tersebut seusai pemotretan, "Jangan lupa, setelah ini kita akan ada wawancara terbuka,"

"Ha'i,"

***

"Baik, Chuuya dan Akutagawa, karena kalian adalah inti keanggotaan Port Mafia, kalian berdua boleh langsung diwawancarai. Waktunya sekitar satu jam saja," Ujar Mori menggiring mereka berdua ke beberapa orang yang membawa kamera serta mikrofon gantung.

"Konnichiwa, Akutagawa Ryunosuke... dan Chuuya Nakahara ya? Sebelum wawancara ini apakah ada permintaan khusus?"

"Tidak ada," Sahut Chuuya tersenyum sambil duduk di kursi yang dipersiapkan oleh teknisinya bersama Akutagawa.

"Baik... mohon ditunggu sebentar," Teknisi tersebut mengeluarkan foto serta kertas dokumen miliknya.

Tiba-tiba saja manik abu-abu Akutagawa terbelalak kaget melihat foto yang dikeluarkan oleh teknisi tersebut.

Teknisi tersebut tersenyum ramah, "Apakah kalian berdua memiliki hubungan khusus?" seraya mengangkat foto mereka berdua berada di mansion.

Perasaan hubungan mereka sudah sebaik mungkin disembunyikan dari media massa?



Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang