A Wolf in Sheep's Clothing #1

58 8 0
                                    

"Pemain?"

"Apa maksudmu?"

"Sepertinya hal itu tidak penting sekarang ya?" Pria tersebut tersenyum lebar, "Sebaiknya kau segera pergi sebelum ketahuan lebih parah,"

"Apa yang kaumaksud?" Chuuya mulai jengkel, namun ia menahannya agar tidak marah di sembarang tempat.

"Sabar, jangan cepat-cepat marah dulu," Pria tersebut berujar seperti tidak ada beban apapun dalam mengatakannya, "Dengarkan dulu, tidak semua orang di sekitarmu itu adalah musuh, dan tidak semua temanmu adalah teman,"

"Kau pasti bercanda,"

"Tidak, tidak. Kau pernah mendengar pepatah serigala berbulu domba, kan?" Pria tersebut duduk di kursi, tepat berhadapan dengan Chuuya dan Akutagawa.

"Langsung ke intinya saja," Ujar Chuuya mulai sinis.

"Daritadi aku sudah mengatakan inti, lho," Manager tersebut terkekeh pelan, dan menggantungkan kalimatnya tersebut untuk sejenak. Ia menoleh ke kanan, lalu ke kiri, secara hati-hati. "Aku sudah bilang, salah satu dari kalian itu bukan teman. Dan... jangan mengira salah satu dalangnya adalah.... Dazai,"

Bukan si penghabis tisu toilet?

"Siapa?" Tanya si surai senja tidak sabar lagi. Manik birunya menatap sengit pria di hadapannya.

Pria tersebut menengadahkan kepalanya, ia menatap lurus tepat ke arah manik biru si surai senja, membuatnya terdiam membisu. Manager tersebut menatap Chuuya lekat-lekat, lalu menyunggingkan senyuman tajam padanya.

"Salah satu orang... yang menjadi dalang virus di alat komunikasi kalian adalah-"

"Hei! Kalian sedang berbincang? Kita harus segera pergi," Tiba-tiba Mori menghampiri mereka, membuat pria tersebut menghentikan kalimatnya.

"Ah, ha'i," Tanpa basa-basi lagi, Chuuya langsung menarik lengan Akutagawa dan menjauh dari pria tersebut. "Orang aneh," Batin Chuuya, melirik untuk terakhir kalinya pada pria tersebut.

Senyuman pria tersebut berubah. Sebuah senyuman tulus yang seolah tidak ada apapun terjadi barusan.

***

"Chuuya-san... kau tidak penasaran dengan ucapan orang tadi?" Akutagawa yang tengah memeluk mantelnya di mobil langsung bertanya-tanya.

"Tidak, mungkin dia hanya orang aneh yang merasa tahu segalanya," Ujar Chuuya. Nadanya yang terdengar sinis membuat si surai hitam terdiam.

Suasana di perjalanan benar-benar canggung. Si surai hitam juga merasa salah dan benar di saat yang bersamaan. Jika ia ladeni perkataan pria tadi, mungkin akan memperbesar masalah. Namun di sisi lain, bagaimana jika peringatan pria tersebut benar?

Ia nyaris tidak percaya bahwa bukan Dazai pelakunya. Setahunya, pembuat masalah terbanyak di sini hanyalah dia.

Si surai senja meraih handphonenya. Ia menelepon Mori untuk rute selanjutnya.

*** Panggilan tidak terjawab

Berulang kali.

Masih tidak dijawab juga.

"Ryu, bisa tolong bantu hubungi Mori-sama?" Tanya Chuuya, "Aku tidak bisa menghubunginya,"

Akutagawa mengangguk, lau mencoba memasukkan nomor Mori ke handphonenya. Namun hasilnya nihil. Tidak juga terjawab.

Ada apa gerangan?

Chuuya tidak bisa berhenti sembarangan di tengah jalan, bisa-bisa mengganggu pengendara lain.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mereka sudah hampir sampai. Yah, setidaknya setelah mengitari jalan dan mencari rute sendiri. Sampai sekarang, Mori masih belum menjawab telepon mereka.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponsel Akutagawa.

"Jangan kembali dulu"

Begitu isinya.

"Apa-apaan? Dari siapa itu?" Tanya Chuuya. Namun itu adalah nomor tak dikenal.

"Chuuya-san... tidakkah ini membingungkan?" Tanya si surai hitam, merasa bimbang, "Kita turuti saja?"

Manik biru Chuuya menatap ke arah ponsel si surai hitam sejenak. Dari mana lagi si pengirim pesan tersebut mendapatkan nomor Akutagawa? Rasanya nomor ponsel mereka tidak pernah diizinkan untuk diumbar karena hal itu menyangkut privasi.


Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang