Under Wraps #2

57 8 0
                                    

"Chuuya-san, apakah ada yang mau dibicarakan? Kau terlihat tegang, ada masalah?" Akutagawa tiba-tiba bertanya saat kaki mereka mulai melangkah masuk ke area taman. Taman tersebut sangat sejuk. Banyak orang berjalan-jalan, namun tentunya tak satupun dari mereka menyadari bahwa ada sepasang pria idola mereka.

Yah, siapa yang akan sadar, mereka tentu saja menyembunyikan sebagian wajah mereka dengan masker dan topi serta syal panjang.

Si surai senja menoleh, lalu kembali melirik ke arah lain dengan ragu, "Sebenarnya... ada, namun sepertinya itu tidak terlalu penting,"

"Apa itu?" Tanya Akutagawa, "Kalau tidak bisa diungkapkan... yah, kupikir tidak perlu dipaksakan,"

"Mungkin lain kali akan kuungkapkan," Ia tersenyum, "Kau jangan terlalu penasaran dulu, yah?"

Akutagawa mengangguk datar, ia hanya bisa menuruti keinginan dan rencana Chuuya. Tak tahu itu berita baik apa buruk, ia akan selalu menunggu.

***

"Duh, kau ini, jangan dihilangkan lagi, dong," Protes suara yang terdengar tidak asing oleh Akutagawa.

"Suara ini?" Tanya Chuuya dalam hati, "Kamu kenal, kan?"

"Oh, eh, Nakahara-san? Akutagawa-san?" Sapa seorang pria bersurai belah, memelankan suaranya agar tidak ketahuan oleh orang-orang sekitar. Bisa-bisa merepotkan mereka semua nantinya.

"Sigma, kan?" Tanya Chuuya, "Bukankah jadwal kalian pulang adalah jam 5 sore? Sekarang kan, sudah jam 5 lewat 15 menit?"

"Ah, soal itu, tentu saja kalau sumber masalahnya bukan..." Sigma melirik jengkel ke arah pria tinggi dengan pakaian mantel putih serta topinya yang berbeda, namun jelas rambut panjangnya masih terbungkus dengan baik di dalam syal. Goresan pena di matanya masih terlihat jelas, membuatnya mudah dikenali oleh mereka berdua.

"Di luar dingin, kau yang salah mengajakku keluar dari tempat tidur," Protes si surai putih berkepang tersebut, "Dos-kun sendiri ke mana?"

"Dia- astaga, aku tidak lihat dia, mungkin tertinggal?" Sigma menepuk dahinya, ia sendiri sudah kehilangan jejak Sigma. Ah, untunglah kelompok mereka adalah kelompok bebas, bukan grup yang terstruktur dan memiliki pemimpin serta entertainment yang resmi seperti Port Mafia dan Tanteisha.

Tiba-tiba sebuah pin terjatuh dari saku mantel Sigma, membuat Akutagawa mengambilkannya untuk mereka.

"Ah, terima kasih!" Gogol dengan cepat meraih pin tersebut, "Dan... hilang!"

Dengan kecepatan jarinya, ia berhasil menghilangkan pin tersebut dari pandangan mata mereka semua. Kemampuan ilusi mata dan kelincahan tangannya sangat baik, tidak heran ia menjadi pesulap serta pemusik.

"Pin apa itu tadi?" Tanya Chuuya penasaran. Ah, penasaran sedikit tidak apa-apa, kan?

"Pin untuk melacak jika dia kabur dari kelompok," Canda Sigma menunjuk pada Gogol yang menatapnya kebingungan, "Kok jadi aku?"

"Kau yang paling sering membuat kerusuhan di kelompok ini. Lagipula, kemana kacamataku? Kau hilangkan ke mana lagi?" Tanya Sigma.

"Ah, ini dia," Ia menarik kacamata tersebut dari saku mantel Sigma.

"Ah, arigatou, kalian juga tidak kembali ke Yokohama?"

"Ah, jadwal keberangkatan kami tercatat jam 6 sore, mungkin sebentar lagi," Chuuya tersenyum tulus, "Kalau begitu... kami akan lanjut berjalan, ya, sampai jumpa,"

Mereka pun berpisah. Si surai senja menatap kedua pria tersebut dari kejauhan, perlahan menghilang di tikungan.

"Nah, Akuta- heh?" Manik biru si surai senja terkejut melihat Akutagawa tidak berada di sisinya. Ke mana ia pergi?

"Ryuu?" Panggil si surai senja, dan ia menemukan Akutagawa di bawah pohon tua yang daun-daunnya berguguran. 

"Kau sedang apa?" Tanyanya lagi, merangkul pria yang bertubuh lebih tinggi daripadanya tersebut.

"Ah... tidak ada apa-apa, aku hanya tidak ingin berada di keramaian,"

"Sou- yah, ayo," Chuuya menarik lengan si surai hitam, dan membawanya pergi dari tempat itu.

Akutagawa mengantungi benda yang ia pegang, dan segera mengikuti langkah kaki Chuuya. Beranjak dari taman tersebut yang semakin sore malah semakin ramai.

"Apa itu tadi?" Tanya si surai senja melihat benda yang tadi dimasukkan ke dalam saku mantel si surai hitam.

"Ah... mungkin tidak baik jika dibicarakan di sini, Chuuya-san," Ucap Akutagawa perlahan, matanya celingukan ke sana kemari, seolah-olah sedang menginspeksi setiap orang yang lewat di sekitarnya.

"Mau kaubicarakan di mana, memangnya?"

"Mungkin... saat kita sudah kembali ke Yokohama,"

Gaze Upon Music II - When Love and Hate CollideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang