28. Little Big Spoon

5K 675 212
                                    

Suara gemericik air terdengar sayup-sayup dari dalam kamar mandi di ruang tidur utama kediaman tersebut. Seorang pria paruh baya meletakkan sepiring buah serta cokelat hangat pada nakas yang berada di samping tempat tidur mereka. Kemudian membereskan beberapa baju yang berserakan di lantai kamar, ia menggerutu sesaat tapi, juga tetap melanjutkan berbenah.

Dua puluh lima tahun itu bukan waktu yang singkat dan ia mafhum dengan segala sikap, sifat serta tabiat dari persona yang masih dikasihinya lebih dari seperempat abad itu. Setelah meletakkan pakaian kotor di keranjang, ia lantas membuka lemari dan mengambil handuk dari sana.

"Sayang, ambilin anduk aku dong," teriak sebuah suara dari bilik kamar mandi.

"Kebiasaan," ucapnya yang sudah berada di depan pintu kamar mandi dan menyerahkan handuk putih baru pada teman hidupnya yang hanya meringis tersenyum di balik pintu.

"Hehe makasih, Sayang," balasnya memperlihatkan deretan giginya karena tersenyum lebar.

Ia mendengkus, tertawa pelan kemudian kembali berbalik badan, "Cepet ya, Sayang. Nanti masuk angin," ucapnya sebelum benar-benar beranjak pergi dan hanya dibalas gumaman lantang dari yang lainnya.

Pria berkulit putih dengan tubuh tegap itu kembali melanjutkan aktifitas membereskan kamarnya, sampai ia merasakan sepasang lengan melingkari tubuhnya dari belakang. Aroma mint menyeruak memenuhi penciumannya, segar.

"Seger banget yang baru mandi," ucapnya sambil menoleh ke arah samping kanannya.

"Hehe iya dong, udah wangi." Gelak tawa lantas keluar dari bibir keduanya.

Ia berbalik dan mengambil handuk yang masih mengalung di leher jenjang sang suami, kemudian berupaya untuk mengeringkan rambut kelam yang masih basah di hadapannya.

"Gantengnya suami aku," ia berujar kemudian mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir merah muda kecokelatan sang suami.

"Sama dong, suami aku juga ganteng banget," sebuah jawaban yang lagi-lagi membuat mereka bertukar tawa.

"Aku bawain buah sama cokelat panas, kamu kayaknya capek banget hari ini," ucapnya sambil mengedikkan dagu ke arah nakas samping tempat tidur.

"Makasih, Sayang."

Ia bergumam sambil mengangguk dengan senyum, "Sehat-sehat, ya, Ayahnya anak-anakku," lanjutnya masih menatap pada dunianya.

Dan ia mendapatkan kecupan penuh kasih di kening sebagai ucapan terima kasih. Pelukan keduanya terlepas, setelah menyimpan handuk di tempatnya, ia lantas menyusul sang suami yang sudah duduk di ranjang dengan pandangan terfokus pada layar enam belas inchi di hadapannya dan sesekali melahap potongan buah yang disiapkan untuknya.

"Besok lagi, lah. Kamu udah pulang telat, sampe rumah masih buka laptop lagi," pinta Newwie sambil memijat lembut pundak sang suami yang terlihat tegang karena terlalu banyak menatap layar laptop.

"Sebentar lagi, Sayang," balas Tay tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari layar, "anyway, tumben sepi banget. Anak-anak pada ke mana?"

"Udah jam sepuluh, ya, di kamar dong mereka," ujarnya membalas pertanyaan yang lebih tua.

"Hm, ya bagus, lah. Tadi si Adek chat aku ijin pulang telat soalnya."

"Oh, iya. Pulang-pulang bawa teddy bear gede banget tadi dia."

"Makin numpuk itu teddy bear di kamarnya," Tay masih menanggapi dengan santai. "Tapi, kok, tumben beli yang gede?"

"Yakin banget kamu, si Adek beli sendiri? Ya, nggak, lah."

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang