18. Tentang Nanon

8.8K 980 396
                                    

Café du Frère siang itu belum terlalu ramai, mungkin juga karena baru saja membuka jam operasional mereka. Seorang pria dengan tubuh solid dan tampan sedang sibuk mengoperasikan gawainya, bolak-balik mengecek website kampusnya mencari informasi mengenai penyelenggaraan wisuda gelombang ketiga yang akan dilaksanakan pada bulan depan. Mencari namanya pada ribuan list nama lain yang tercantum di sana.

Seorang lelaki manis lain yang duduk tepat di sampingnya jadi mendengkus menahan tawa. Sudah satu jam lebih pria tampan itu mengotak-atik ponselnya tapi masih belum juga mendapati namanya tercantum di sana. Terlihat gelisah.

"Tarik napas dulu, Bang. Pelan-pelan," ucap lelaki itu meletakan tangannya pada pundak Purim.

Purim menoleh, coba untuk melakukan hal yang disarankan oleh sang kekasih namun masih nihil. "Heran banget deh, masa namaku belom masuk. Padahal aku udah daftar dari kemaren," racau Purim berkeluh kesah.

"Yang wisuda 'kan banyak, Bang. Mungkin emang databasenya belom sampe kamu," ucap Chimon coba menenangkan.

Purim mengangguk dan pasrah saja, lagi pula urusannya untuk persyaratan wisuda sudah selesai semua, hanya tinggal menunggu jadwal. Pria itu kemudian langsung meletakan ponselnya di atas meja, lalu beralih melihat Chimon yang tersenyum menatapnya juga.

Chimon merapikan surai kelam Purim yang agak berantakan, melemparkan senyum kemudian bersua, "capek banget kayaknya, ya?" tanya Chimon pada Purim.

"Hm, kind of. Belakangan ini rasanya capek banget. Capek fisik, capek pikiran," jelas Purim, membuat tatapan mata Chimon menyendu.

Melihat perubahan ekspresi wajah Chimon membuat Purim mendengkus dan melanjutkan kalimatnya, "tapi ya nggak papa, semuanya juga capek." Purim tersenyum dan cukup untuk Chimon mafhum atas keadaannya.

"Adek Frank gimana?" tanya Chimon coba menggali informasi mengenai calon adik iparnya tersebut.

"Kata Nanon udah siuman, udah baik-baik aja."

Chimon mengembuskan napas lega, "syukurlah. Ya ampun lega banget aku dengernya."

Purim tersenyum, nampak jelas kebahagiaan menyambangi wajah keduanya. "Sore ini ikut ke rumah sakit, ya?" tanya Purim pada Chimon.

"Iya mau, aku khawatir banget," sergah Chimon semangat. "Bawain apa ya? Buah? Roti? Susu? Aduh adek tuh 'kan picky banget lagi sama makanan. Apa buatin puding, ya?"

Purim terkekeh, "kamu lucu banget sih."

"Ih Abang, sempet-sempetnya ya," rajuk Chimon.

"Hahaha ya abisnya jadi sibuk banget. Udah kayak nggak ketemu adek berapa tahun aja."

"Ih kamu tuh. Kan lagi sakit, wajar dong khawatir. Sampe dua hari dia nggak sadar gitu."

"Buatin puding aja. Dia suka banget sama puding," seru Purim menentukan.

"Ah, puding mangga, ya? Kan adek kembar doyan banget sama jus mangga."

"Mereka sih emang bucin sama mangga," Purim tertawa dan membuat Chimon ikut terkekeh.

"Oke kalo gitu, aku buat dulu di dapur." Chimon sudah ingin beranjak sebelum ia tersadar akan satu hal, "eh, ada kan bahannya?"

Purim mengangguk, "ada kok, di kulkas yang khusus punyaku." Mendengar hal itu, Chimon langsung beranjak dan berlari kecil menuju dapur untuk segera membuat puding yang akan dibawakan untuk calon adik iparnya nanti.

Sudah lebih dari tiga puluh menit Purim duduk di sofa pojok ruangan coffee shopnya, setelah sebelumnya sempat menerima panggilan dari Nanon yang terdengar penat dan berujar akan mengunjunginya di sana.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang