E P I L O G : This Is Us!

3.8K 280 89
                                    

Hari sudah hampir gelap dengan rona jingga mendominasi bentang cakrawala saat seorang persona masih bergulingan di atas kasur meskipun suasana di dalam kamar itu cukup ramai dan sibuk. Beberapa orang tak henti hilir mudik di sana, sesekali berteriak karena suatu hal dan tidak membuat Nanon beranjak dari tempatnya sama sekali. Ia mendengkus kesal sambil melempar ponselnya ke sembarang arah saat sebuah suara memecah ketenangannya.

"Lo mau mulai siap-siap jam berapa? Ini orang-orang udah pada sibuk juga, lo masih aja guling-gulingan di kasur. Bangun, nggak!" Frank yang memang berbagi kamar dengan dirinya sudah mulai bawel.

"Ck, bawel," balasnya tak acuh dan Frank semakin gencar mengganggunya untuk segera beranjak dari singgasana yang sudah hampir seharian ini ia diami.

"Cepet atau gue lapor Papa?" gretak Frank masih berusaha membuat kembarannya ini bergegas untuk bersiap diri.

Nanon lagi-lagi hanya merengek malas, ia membenamkan wajahnya di bantal dan meraih ponselnya untuk sekali lagi menghubungi satu kontak yang belum juga memberinya kabar. Hal itu membuat Frank mengerti karena kembarannya kini tak melepaskan pandang sama sekali dari benda pipih berdominasi hitam dalam genggaman Nanon.

"Ya, ilah, 'kan, lo tau sendiri anaknya lagi sibuk," sahut Frank masih sambil berusaha mengeringkan rambut legamnya yang kini sudah panjang menutupi mata.

"Ini seharian banget anjir nggak ngabarin. Emang dia nggak ada waktu banget apa buat pegang handphone?" tanya Nanon dengan kening berkerut, merasa kesal.

"Ya, namanya juga sibuk," balas Frank seadanya, "udah cepetan, deh, sana siap-siap! Udah setengah tujuh."

Nanon bahkan belum banyak bereaksi setelah Frank menyelesaikan kalimatnya saat satu wajah menyembul dari pintu kamar mereka yang terbuka lebar.

"Adek Kembar, kalo udah siap langsung ke-," kalimat itu menggantung, "ADEK NANON, UDAH JAM BERAPA INI? Cepet siap-siap udah ditungguin Opa sama Oma."

"Marahin aja, Ddi," ucap Frank sembari mengadu.

Benar, sosok itu adalah Poompat yang tadi diberi amanat oleh kakak ipar untuk memanggil para bungsu keluarga besar itu agar segera keluar kamar dan bergabung bersama keluarga yang lain. Poompat berdecak sesaat, pria paruh baya itu lantas membawa langkahnya memasuki kamar dan langsung menarik paksa selimut yang membungkus tubuh Nanon.

"Aaaaaaaa, males banget, deh," balas Nanon sambil mempertahankan selimutnya.

"Ayo, cepetan! Nanti uncle-mu marah, lho, ini jagoannya pada nggak mau nurut."

"Ih, aku nurut!" sergah Frank yang masih sibuk menatap pada cermin di depannya, bersiap diri.

Poompat hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai jawaban dan kembali berfokus untuk membujuk Nanon segera bersiap.

"Diddi laporin Ayah sama Papa, nih, ya," gretaknya coba untuk menakuti keponakannya satu itu, "ayo, dong, Dek. Udah ditungguin Abang sama kak Ikin juga. Oma udah minta siapin sushi juga, tuh, khusus buat adek Nanon katanya."

Mendengar itu Frank jadi mendelik dan menoleh pada sang paman yang berada di balik punggungnya, "Aku?"

"Iya, buat adek Frank juga. Buat kalian pokoknya. Ayo, dong ini udah jam berapa, hey!"

Sontak Nanon bangkit dari aksi malas-malasannya dan segera menuju kamar mandi untuk bersiap tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Poompat mengembuskan napas lelah sambil menggelengkan kepala, memang harus selalu ada drama yang berlangsung dulu setiap kali berurusan dengan sepasang keponakan kembarnya ini.

"DIDDI, TOLONG SIAPIN BAJU AKU, DONG, MAKASIH," teriak Nanon dari bilik kamar mandi dan sekali lagi hal itu cukup membuat Poompat kembali menggelengkan kepalanya.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang