1. Sunday Morning at Vihokratana's

27.6K 1.8K 161
                                    

'Tap! Tap! Tap! Tap!'

Suara sol sepatu beradu pijak pada anak tangga yang menjulang menyatukan tiga lantai rumah megah kediaman keluarga Vihokratana. Dari suara yang ditimbulkan, sang empu sedang terburu, seakan ingin segera sampai pada lantai dasar dan melesat begitu saja keluar dari rumah. Seorang pria paruh baya mendelik dari bar kitchen, melongok sesaat ke arah sumber suara dan mendapati anak sulungnya sudah berpakaian rapi lengkap dengan ransel yang hanya asal terkalung di salah satu pundaknya.

"Abang, pelan-pelan," ujarnya coba mengingatkan. Mendengar suara peringatan tersebut, pemuda pemilik senyum manis itu hanya terkekeh dan langsung menghampiri sosok yang selalu orang bilang seperti jiplakan dirinya.

"Pagi, Pa." Sebuah senyum mengembang mengiringi sapaan selamat pagi yang ia lontarkan. Mendekat pada sosok yang selalu ingin ia jaga hingga akhir hayatnya nanti, memeluk sesaat lalu mendaratkan kecupan di pipi papanya.

"Pagi, Abang. Kenapa buru-buru banget sih?" tanya Newwie pada si sulung, sepasang tangannya masih sibuk menyiapkan hidangan untuk sarapan mereka.

"Hari ini ada client yang booking coffee shop, acaranya sih sore tapi masih harus abang siapin dari awal karena kayaknya mau ada dekorasinya, Pa," jelas Purim.

"Terus nggak ikut sarapan?" Newwie kembali bertanya.

Purim melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "hm..ikut kok, abang masih punya waktu."

"Ya udah kalo gitu. Abang bisa tolong bawain sarapannya ke meja makan? Papa mau bangunin adek kembar sama ayah."

"Siap, Kapten!" Purim mengangkat tangannya meberikan sikap hormat pada sang papa, membuat keduanya kemudian terkekeh. Newwie menepuk sesaat pundak Purim sebelum beranjak pergi meninggalkan dapur untuk membangunkan tiga orang lain yang selalu ia sebut sebagai bayi besarnya.

Newwie mulai menaiki anak tangga satu per satu, kebetulan kamar si kembar ada di lantai teratas rumah ini, bukan apa-apa pasalanya mereka sering kali pulang ke rumah membawa 'pasukan' dan tak jarang menghabiskan malam bersama untuk sekadar bermain game. Meski berada di lantai teratas, hal itu tak menjadi masalah bagi Newwie. Tak butuh waktu banyak, ia kini sudah berada di depan pintu kamar salah satu anaknya.

'Tok..tok..tok'

"Adek, bangun. Sarapan yuk!" Newwie agak meninggikan suaranya, ini Nanon yang setiap tidur selalu mengunci pintu, jadi satu-satunya senjata untuk membangunkan anak hyperactive ini tentu dengan suara tingginya.

Tak ada sahutan, Newwie kembali mengetuk pintu kamar berpelitur cokelat di hadapannya, "Adek..Nanon..ayo bangun, sarapan!"

'Ceklek' 'Kriek' pintu kemudian terbuka, memunculkan wajah bantal yang nampak enggan membuka mata, "iya ini udah bangun, Pa." Suara serak khas bangun tidur menyeruak pendengaran.

Newwie tersenyum, menangkup wajah manis perpaduan dirinya dan Tay. "Pagi anak papa, cuci muka, gosok gigi, terus langsung turun ya. Udah ditungguin abang sarapan," ujarnya kemudian menjawil hidung sang putra. Nanon hanya membentuk tanda 'oke' dengan mempertemukan ujung ibu jari dan telunjuk tangan kanannya, ia segera berbalik dan meraih daun pintu namun Newwie menahannya lebih cepat, "no, no, nggak ada tutup pintu lagi, biarin kebuka, nanti malah tidur lagi. Kasian abang udah nungguin," ucap Newwie dan Nanon langsung berlalu begitu saja kembali masuk menuju kamar mandi di dalam kamar tidurnya.

Newwie hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat ulah anaknya itu. Ia kemudian beranjak ke sisi lain di lantai tersebut. Di lantai tiga kediaman Vihokratana itu memang hanya dikhususkan untuk si kembar. Ayah Tay sengaja memberikan fasilitas untuk mereka dengan maksud supaya betah di rumah, tapi ya tetap saja kalau sudah suka main keluar, 'namanya juga anak muda,' begitu katanya. Newwie sudah berada di depan pintu kamar Frank, tidak seperti Nanon tadi yang harus diteriaki dari balik pintu, Frank tidak pernah mengunci pintu kamarnya sebelum tidur.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang