30. Truth To Be Told

4.9K 629 200
                                    

Sudah memasuki hari ketiga bagi seorang First tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai pekerja. Selama itu pula hati dan pikirannya tak tenang, terlalu banyak hal yang merundung dirinya saat ini, tak jua berpikir akan berakhir segera. Ia banyak mengabaikan pesan, terlalu sibuk dengan dirinya sendiri meski hanya didominasi dengan lamunan. Kepulan asap terlihat menguap dari cangkir kopinya yang baru saja datang, menunjukkan kehangatan.

'TING!'

Sebuah notifikasi memenuhi ponselnya dari kontak yang hampir seminggu ini tak ia gubris sama sekali, padahal jelas masih setia mengiriminya pesan meski hanya sekadar ucapan selamat pagi saat memulai hari.

LINE! You have a new message!

🥰❤️

Today

Selamat pagi kamu, yg masih belom mau bales chat aku❤️
[07.32]

Hv a great day ahead, dear and I love you❤️
[07.32]

I still do.
[07.32]

Unread messages

3 hari kamu gak ngantor.
[11.12]

3 hari jg aku gak liat kamu☹️
[11.12]

Barusan dicariin abang, kamunya gak ada. Akhirnya abang ngajak ngobrol aku.
[12.33]

Sayang, kita harus ketemu. Gak bisa gini terus
[12.33]

First mengembuskan napasnya berat, entah sudah berapa puluh kali ia melakukan hal itu selama dua jam terakhir sejak menginjakkan kaki di kafe ini. Ia mulai menyesap cangkir kopi ketiganya dan sudah dipastikan tak akan terlelap hari ini. Matanya terbelalak saat mendapati seseorang menarik bangku di depannya dan langsung mendudukkan diri di sana. Tanpa tedeng aling-aling persona tersebut bahkan langsung menarik cangkir kopi panas dari tangannya dan menyesap cairan pekat itu untuknya sendiri.

First lagi-lagi menghela napas, bahkan untuk protes saja ia tak sanggup. Maniknya kemudian menatap lekat pada sepasang lain di hadapannya, salah satu tangannya kini menopang dagu tanpa sekali pun melepaskan pandang.

Persona yang ditatap kini membalas pandang, berdeham sesaat sebelum akhirnya angkat bicara, "Jelek banget galau, lo, perkara diajak nikah."

First terkesiap, seakan tersadar dari lamunannya. Matanya masih menatap persona tersebut dengan pandangan sayu dan ia tak sibuk untuk memberi tanggapan.

"Udah makan? Minum kopi udah abis dua cangkir tapi, masih mau nambah tuh nggak waras, ya. Jangan aneh-aneh, deh," tukasnya sambil mendengkus kesal.

Sebuah senyum simpul tersungging di wajahnya yang beberapa hari terakhir bahkan tak berekspresi. "Bacot," jawabnya singkat dengan senyum tak lepas.

Hal itu lantas ikut memunculkan senyum yang lain dari lawan bicaranya.

"Ayo, cari makan. Gue laper," pintanya sudah hendak beranjak dan meraih tangan First untuk segera mengikutinya.

Malas-malasan First mengangkat tubuhnya dan pasrah mengikuti kemana saja persona tersebut akan membawanya, "Laper, tuh, makan. Bukan nyamperin gue."

"Tiga hari galau nggak udah-udah, cukup jadi alesan gue buat nyamperin lo."

Senyumnya semakin mengembang dengan dada meringan.

***

"Jauh banget ke sini," ucap First saat keduanya telah sampai di salah satu resto yang cukup sering mereka kunjungi bersama ketika luang, "nanti nggak keburu balik ke kantor," First melanjutkan.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang