1. What If : Terbongkar

615 56 10
                                    

Sejatinya Frank tak menahu bagaimana sang ayah menerobos masuk pada ruang rawat inapnya ketika seseorang yang melukai hatinya pun tengah di sana, merengkuh tubuh lemasnya dengan erat sambil merapal tak ingin melepaskan. Kejut menjadi satu-satunya hal tak terbantah tercetak jelas di wajah—milik Frank dengan air mata masih basah.

"Ayah ...," lirih Frank berucap dengan mata membola sempurna dan membuat satu sosok yang masih setia memeluk tubuhnya ikut memalingkan wajah.

Tay berdiri di depan pintu, sama terkejut dengan hal yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Ada sirat amarah yang bisa Frank tangkap dalam kilat tatapan sang ayah.

"Lepasin anak saya." Tegas suara itu bergema di tengah hening ruang mereka.

Gelagap pemuda Jongcheveevat itu melepaskan sepasang lengannya menjauh dari tubuh Frank, jadi berdiri tegap menatap lurus pada pria paruh baya yang kini sudah membawa sepasang tangannya terlipat di depan dada.

"Ngapain peluk-peluk anak saya? Kamu pacar Nanon, 'kan?"

"Ayah ...." Frank masih coba memanggil lembut sang ayah.

Kelu. Pertanyaan tiba-tiba yang keluar dari bibir tipis Tay sontak saja tak mampu membuat Ohm membuka mulutnya untuk bersuara.

"Ayah, nggak gitu."

"Kamu juga kenapa mau dipeluk-peluk begitu? Nangis-nangis lagi, kenapa ini?" Tay masih melemparkan tanya bertubi-tubi, kini sudah beralih menatap pada anaknya yang terbaring di atas bangkar.

"Saya sama Nanon udah putus, Om." Entah keberanian dari mana sampai pemuda itu mampu angkat suara.

Tay membola, "Jangan main-main kamu, belum ada 3 minggu lalu kamu datang ke rumah saya dan izin buat menjalin hubungan sama Nanon. Apa maksudnya ini?"

Frank bisa melihat kilat amarah yang semakin besar dalam diri sang ayah. Hal itu cukup membuatnya susah payah menelan ludah, air mata masih menggenang di pelupuk dan nampaknya tak ada tenaga untuk berkisah tentang apa yang dilaluinya beberapa minggu ini.

"Maaf, Om." Tak ada bantahan, tak ada perlawanan, ia mengakui segala salahnya.

"Kurang ajar kamu!" Nada suara Tay sudah meninggi, "Terus ini tadi ngapain? Adek?"

Frank agak berjengit karena Tay jelas marah kali ini. Ia menggigit bibir pucatnya guna menahan isak, memejamkan mata sejenak bersamaan dengan hela napas berat. Kembar satu Vihokratana itu baru akan membuka mulut namun, suara lain sudah lebih dulu menerobos ruang dengarnya.

Pemuda keturunan Jongcheveevat itu mulai berkisah dan tak ayal membuat dada Frank jadi bergemuruh rusuh dengan pening tiba-tiba menyerang kepala membuatnya kembali memejamkan mata, hingga mual ia rasa karena perut bergejolak buah dari sesak tak kunjung lega. Sayup ia dengar suara-suara beradu, tumpang tindih diliput emosi, bentakan sang ayah kini mendominasi hingga sebuah goncangan cukup keras menerpa bangkar yang ditumpanginya, manik mata Frank terjaga seketika disapa dengan tubuh besar Ohm tersungkur di sana.

Frank memalingkan kepala dan terkejut saat mendapati tangan kanan sang ayah sudah terangkat di udara, siap melayangkan pukulan entah mungkin yang kedua atau tiga kalinya. Sontak manik mata pemuda itu membola dengan bibir bergetar ia berusaha angkat suara.

"Ayah ... Ayah, jangan, Ayah!" Panik jelas mendominasi nada suara itu, mencegah agar Tay tak lanjut meluapkan amarahnya. Frank bahkan berusaha membawa tubuhnya terduduk guna memastikan tak ada lagi pukulan yang dilayangkan oleh sang ayah.

Deru napas kepala keluarga Vihokratana itu keluar dengan kasar dan pendek-pendek, dadanya naik turun serta hidung kembang kempis juga wajah memerah memancarkan amarah. Sementara seorang persona lain kini bersimpuh di hadapan Tay, tak berani mengangkat wajah karena mengerti ia telah menyakiti begitu banyak hati tak terkecuali pria paruh baya yang baru saja melayangkan pukulan pada wajah tegasnya.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang