15. Sakit

10.2K 1K 163
                                    

'Kriek'

Pintu kamar terbuka dan menampilkan presensi Newwie di ambangnya, wajahnya terlihat kebingungan dengan manik mata yang mengedar kesekitar. Tay belum juga selesai dengan urusannya di kamar mandi sejak sepuluh menit lalu, membuat Newwie yang mengambil alih menemani Frank lebih dulu. Wajahnya berubah pasi ketika melihat anaknya itu terbaring lemah di kasur dengan kain basah yang menutupi keningnya pada saat tadi ia masuk ke kamar dan mendapati Drake dengan telaten mengurus anaknya, sebelum kemudian pamit undur diri.

Tay nampaknya masih akan lebih lama memakan waktu di kamar kecil, membuat Newwie semakin gelisah. Bukan, bukannya ia tak ingin mengurus anaknya, yang benar saja. Tapi sang anak sudah merengek dan meracau tak karuan, memintanya menjauh dan hanya menginginkan ayahnya untuk segera mendekat dan berbaring dengannya. Tipikal Frank jika sedang sakit memang menyebalkan bagi seorang Newwie, karena merasa tak diinginkan oleh anak sendiri itu bukan main sedihnya, tapi toh sang papa mafhum karena  setelah sembuh nanti, Frank akan kembali bermanja dengannya.

Pria paruh baya itu kemudian hanya menggelengkan kepalanya, persetan lah pikirnya. Ia kemudian kembali masuk kamar dan mendekati Frank yang masih meracau dalam lelap gelisahnya. Sebulir air mata mengenang di pelupuk sang anak, mungkin karena merasa perih dan panas secara bersamaan.

"Hng...Ayah..." Sudah tak terhitung berapa kali Frank memanggil sosok sang ayah.

"Iya. Sebentar ya, Dek. Sama Papa dulu, ya." Newwie duduk di pinggir ranjang sambil mengusap-usap kepala Frank penuh kasih. Rasa khawatirnya tercetak jelas di wajahnya.

"Hng...hiks, mau Ayah...hiks." Air matanya jatuh bersama dengan isakan, Newwie yang melihat hal itu langsung menghapus jejak air mata di wajah anaknya.

Newwie kemudian membaringkan dirinya di sebelah Frank, membawa tubuh anaknya masuk dalam dekapan. Entah mungkin karena beda rasa, Frank mendorong tubuhnya juga Newwie untuk menjauh satu sama lain. "Mau Ayah..," ucap Frank lagi dengan isak yang semakin menjadi. Melihat keadaan yang tak lagi kondusif, Newwie akhirnya berteriak dari dalam kamar.

"AYAH, UDAH BELUM? DICARIIN ADEK," entah akan terdengar atau tidak yang terpenting coba saja dulu, pikirnya. Ia masih mencoba untuk mendekap Frank, suhu tubuh anaknya itu hampir menyentuh angka empat puluh tapi badannya menggigil hebat.

Tak butuh waktu lama, Newwie bisa mendengar suara langkah kaki mendekat dengan terburu. Pintu kamar kembali terbuka setelahnya, memunculkan sosok Tay dengan rambut sedikit basah dan kaos oblong yang dikenakannya, terlihat segar mungkin karena baru saja selesai membersihkan badannya.

"Hm, pantes lama. Mandi dulu," sahut Newwie ketika manik matanya melihat sosok sang suami yang mulai mendekat ke arahnya.

Tay tak banyak menggubris, ia hanya meringis memunculkan senyumnya yang canggung. "Maaf ya Papa, lengket banget badan. Nggak betah aku," ucapnya kemudian mengambil alih Frank yang masih menangis tak jelas.

"Buka dulu bajumu tuh, Mas. Biar suhunya turun, menggigil banget anaknya nih," titah Newwie yang langsung dituruti oleh Tay.

"Baju adek nggak kamu bukain?" tanya Tay.

"Dipegang tangannya aja ngamuk, anak kamu banget dia tuh kalo lagi kayak gini," rentet Newwie yang memang sejak tadi presensinya seakan tak diinginkan oleh Frank. Tay terkekeh, paham betul dengan sifat sang anak.

"Ya udah, sini adek biar sama aku. Kamu telponin anak-anak itu, nggak pulang-pulang. Udah malem, angin laut nggak bagus," Tay sudah naik ke ranjang menggantikan Newwie yang turun dan langsung mengindahkan perkataan sang suami.

"Iya, Paduka Raja," sahut Newwie sambil tersenyum, membuat Tay ikut menahan tawanya.

"Makasih, Sayang," balas Tay dengan senyum tak kalah indah. Newwie hanya membalasnya dengan acungan jempol, segera berlalu dan membiarkan Tay menikmati waktunya sebagai seorang ayah.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang