29. Teddy Bear's Story

5.2K 654 285
                                    

Entah hal apa yang membuatnya yakin untuk bersua dengan satu persona sore itu, hanya berdua. Awalnya ia pikir mungkin karena sakit hati yang kembali lagi hadir menyeruak di dadanya setelah mengetahui fakta bahwa ia ditinggalkan. Menjadi yang tak menahu soal apapun nyatanya semenyakitkan ini, terlebih dari dia yang pernah singgah di hati hingga terakhir kali. Tapi, rasanya semesta kali ini berpihak padanya.

Siang tadi ia mendapati sebuah pesan masuk dari kontak yang belakangan acap kali memberi dan bertukar kabar dengannya. Mungkin karena butuh pengalihan, tanpa berpikir panjang ia menyetujui begitu saja ajakan pria beralis tebal itu hingga ia tersadar, hal ini adalah yang pertama kali mereka akan menghabiskan waktu berdua atau bisa dibilang, kencan? Tidak. Ia menggelengkan kepalanya seakan berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran tentang kemungkinan yang terjadi antara ia juga teman unclenya tersebut.

Kendati begitu, di sini lah ia saat ini. Berdiri di atas trotoar jalan, menunggu seseorang yang sudah berjanji akan menjemputnya segera setelah pulang dari kantor. Sore itu ia hanya mengenakan celana jeans pendek juga kaos putih serta sneakers putih, santai saja. Tak usah heran karena, memang setelah pertemuannya dengan Nanon selepas makan siang tadi, ia malah melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumah, menggunakan jatah bolos karena juga tak lagi mood untuk melanjutkan perkuliahan. Menenangkan diri lebih dibutuhkannya saat ini.

Hampir setengah jam setelah terakhir kali ada pesan masuk dengan ujar akan segera menuju tempat yang mereka sepakati untuk bertemu dan sudah lebih dari lima belas menit sejak ia sampai di sana serta menunggu di trotoar jalan tersebut tapi, belum juga ada tanda-tanda pria yang satu dekade lebih tua darinya itu akan segera tiba. Tanpa sadar, bibirnya sudah mengerucut maju, ia paling benci menunggu.

Waktu berselang, hingga sebuah motor besar berhenti di depannya. Penunggangnya membuka kaca helm dan seketika ia tersadar bahwa orang tersebut adalah yang ia tunggu.

"Frank?" sapanya dengan nada yang menyiratkan penyesalan, "maaf, nunggu lama, ya?"

Frank masih geming, memandang sosok di hadapannya. Kaos hitam dibalut jaket denim serta celana jeans panjang senada dengan baju yang dikenakan serta boots kulit cokelat. Sebentar, bukan kah persona di hadapannya ini baru saja pulang dari kantor?

"Frank?" panggil suara itu lagi.

"Hah, iya?" Frank akhirnya tersadar dan refleks menjawab dengan nada terkejut.

Pria itu terkekeh mendapati sepasang manik mata yang membola lebar di hadapannya. "Ayo, naik," ucapnya sambil menepuk jok motor di belakang punggungnya.

Frank masih geming, menatap bingung pada motor beroda dua di hadapannya itu, terlalu tinggi, bagaimana cara ia bisa duduk di sana. Drake, pria yang mengajaknya untuk pergi ke pasar malam itu kini mendelik, seakan mengerti dengan situasi yang terjadi.

"Tangannya pegang pundak Uncle, kaki kiri naik ke pedal situ buat tumpuan. Terus, kamu bertolak angkat kaki kanan langsung injek pedal seberangnya sini," Drake menjelaskan sambil menunjuk urut pedal-pedal yang harus dipijaknya.

Frank menganga, "Kok, Uncle tau aku nggak bisa naiknya?" tanyanya polos dengan bingung.

Drake terkekeh, kemudian menyentuh kening Frank dengan jari telunjuknya, "Nih, keliatan."

Frank menggerutu dengan wajah semakin merengut kecut.

"Sini, pake helm dulu," panggil Drake yang sudah meraih pelindung kepala untuk Frank.

Lelaki yang lebih muda itu lantas mendekatkan dirinya menghampiri Drake, tak banyak protes saat pria beralis tebal itu membantunya menggunakan helm dan mengaitkan benda tersebut agar menjadi pengamanan sempurna bagi kepalanya. Frank hanya tak tahu, jika saat itu sebuah senyum terkembang sempurna di balik helm yang menutupi hampir seluruh wajah pria di hadapannya.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang