2. The Twins Problem

15.4K 1.4K 202
                                    

Purim pusing, hari masih terlalu pagi tapi sudah tak terhitung berapa kali ia membuang napas lelah. Bukan karena pekerjaannya di coffee shop pun tentang revisi laporan tugas akhirnya yang belum sempat dikerjakan, tapi karena adik-adiknya. Beberapa hari terakhir ia dititipkan oleh kedua orang tuanya untuk menjaga adik kembar karena Tay dan Newwie harus melakukan perjalanan bisnis selama beberapa waktu. Awalnya Purim tak banyak mengeluh, toh memang sejak dulu sudah biasa ditinggal dan dititipkan adik kembarnya karena berbagai alasan, tapi ternyata kali ini tak semudah itu.

Entah bagaimana semuanya bermula, ia masih tak paham. Sepengetahuannya Frank dan Nanon sedang dalam gerakan mogok bicara dan saling menghindar satu sama lain. Mereka biasa bertengkar, cekcok hanya karena hal-hal sepele sudah menjadi kebiasaan mereka setiap hari, tapi Purim merasa janggal kali ini, ia seakan tak mengenal adik kembarnya. Nanon lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah, sementara Frank yang memang lebih sering di dalam kamar kini mengunci akses hanya untuk dirinya sendiri.

Pagi ini Purim berusaha untuk menyatukan mereka di meja makan, seperti yang selalu papa lakukan setiap hari, sarapan dan bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing. Setelah mengancam akan memberi tahu ayah dan papa, adik kembarnya setuju untuk sarapan bersama walaupun tetap saja hanya saling sinis-sinisan. Purim meletakan piring berisi sarapan sederhana di depan kedua adiknya dan jus mangga di setiap sisi piring mereka.

"Abang, ini scrumble."

"Abang, ketuker."

Purim memicing sebentar ketika mendapatkan protes di waktu yang bersamaan dari adik kembarnya, ia salah memberikan piring. Nanon lebih suka telur mata sapi, sedangkan Frank akan lebih lahap ketika memakan scrumble egg.

"Oh sorry, my bad. Tuker sendiri dong, abang masih harus beresin dapur dulu," ujar Purim kemudian kembali ke kitchen bar. Sementara Frank dan Nanon hanya geming, sampai Purim sendiri yang menukar piring mereka setelah membersihkan dapur. "Berantem sama saudara sendiri tuh nggak baik, apalagi sama kembaran yang di dalam kandungan aja berbagi ruang." Purim kini sudah duduk di kursinya.

"Abang nggak tau kalian punya masalah apa, tapi udah lebih dari tiga hari kalian diem-dieman gini, kuat banget egonya," ucap Purim sambil melahap sosis panggang dari piringnya.

"Frank tuh!"

"Kok gue? Jelas-jelas lo yang mulai!"

"Apaan? Gue diem-diem aja ya, lo tuh yang udah tau segalanya malah sok-sokan nggak tau."

"Dih? Kenapa jadi nyalahin gue? Gue cuma mau jaga perasaan lo tau nggak?!"

"Jaga perasaan apaan anjir?! Kalo jaga perasaan, lo harusnya nggak usah bales chat Ohm!"

"Dia chat gue, ya gue bales lah! Lagian lo nggak pernah bilang kalo lo lagi deket sama Ohm, mana gue tau!"

"Ya menurut lo apa gue tau kalo dulu lo punya hubungan sama dia? Lo aja nggak pernah cerita mantan lo siapa, lo lagi deket sama siapa!" Nanon naik pitam, sementara Frank hanya diam dengan wajah bersemu merah, menahan amarah. "Move on lo sana!" lanjutnya telak.

"OKE STOP!" Purim berusaha menenangkan kedua adiknya yang mulai beradu argumen.

'PRANG!' Frank melempar garpu dan pisau yang sejak tadi belum sempat ia gunakan, mendorong kursi ke belakang dan beranjak dari sana.

'BAM!' 'ceklek' pintu kamarnya ia banting keras dan terkunci.

Purim mengembuskan napas lelahnya lagi, memandang nanar pada sarapan tak tersentuh adiknya. Sementara Nanon seakan tersadar telah menyentuh emosi yang paling dalam sang kembar, Frank memang tak pernah bercerita dengan siapa ia pernah menjalin hubungan tapi Nanon tahu pasti yang terakhir kali kembarannya jalani begitu membekas dan berarti. Frank tak pernah bisa beranjak, masih tenggelam dalam lautan masa lalu saat bahagianya sempurna.

VIHOKRATANA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang