"Kau sudah sampai? Ayo, masuk!" Ny. Jeon berujar senang menyambut kedatangan Angelina.
Sebenarnya Angelina sedikit kesal jika ada yang bertanya seperti itu kepadanya. Jika sudah di depan mata, untuk apa bertanya "kau sudah sampai?" itu seperti membuang waktu saja."Aku senang sekali, akhirnya kau mau membujuk putraku untuk mengikuti terapi kembali. Aku senang dia mau bangkit dari keterpurukannya." Sepertinya Ny. Jeon sangat senang hari ini. Di mana, hari ini merupakan hari pertama Jungkook kembali mengikuti fisioterapi.
"Kau mengatakan apa sehingga dia mau mengikuti terapi? Dengan apa kau menyumpal mulut ributnya itu?" Ny. Jeon bertanya dengan menolehkan kepalanya ke samping untuk menatap Angelina.
Keduanya sedang berjalan beriringan menuju kamar Jungkook."Eh?" Angelina bingung antara ingin menjawab atau terbahak mendengarkan ucapan Ny. Jeon.
Bahkan ibunya sendiri mengakui mulut putranya itu sangat berisik."Tidak ada, bibi. Aku hanya membujuk seperti biasa. Memberikan motivasi sehingga dia mau mengikuti terapi." Angelina menjawab sopan.
Tidak mungkin bukan dia menjawab bahwa mereka saling adu debat dan akhirnya Jungkook kalah, lalu secara tiba-tiba mengatakan Jungkook ingin terapi. Bisa shock wanita di sampingnya ini, bila mengetahui bagaimana sebenarnya hubungan antara dirinya dan putranya.Ny. Jeon terlihat hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Wanita setengah baya itu terlihat paham dengan ucapan Angelina yang hanya bohongan belaka.
"Jungkook-ah! Boleh kami masuk? Angelina sudah datang ini!" Ny. Jeon mengetok pintu kamar Jungkook.
"Masuklah!" Terdengar sahutan dari dalam. Keduanya langsung masuk ke dalam kamar lelaki itu.
"Eh? Bagaimana bisa kau sudah duduk di kursi roda? Ibu meninggalkanmu di atas kasur tadi." Ny. Jeon terlihat bingung. Dia memandang putranya yang sudah tersenyum bangga di atas kursi rodanya.
"Aku bisa pindah sendiri, bu." Jungkook membalas perkataan ibunya dengan lembut dan sopan.
Angelina melotot tak percaya.
Jadi, jika bisa pindah sendiri, mengapa seminggu yang lalu lelaki itu seolah tidak bisa bergerak? Sampai keduanya harus jatuh terlebih dahulu, sampai Angelina berhasil mendudukkan lelaki itu di kursi rodanya.Jungkook yang melihat ekspresi Angelina, tersenyum angkuh.
Lelaki itu menaikkan satu alisnya dan menunjukkan seringainya.
Ingin rasanya Angelina memukuli lelaki itu secara membabi buta.
Tangannya bahkan sudah terkepal sembari meremas tali tasnya."Bu!" Jungkook memanggil ibunya yang terlihat bingung melihat interaksinya dengan Angelina.
"Ya? Kau perlu sesuatu?" Ibunya langsung menoleh ke arahnya dan menyahut dengan cepat.
"Bisa tinggalkan kami sebentar? Ada yang ingin kubicarakan dengan psikiater ku." Jungkook berujar dengan nada yang sedikit lesuh(?)
Ny. Jeon memandang putranya yang tertunduk. Lalu selanjutnya dia memandang Angelina yang yang berdiri di sampingnya.
Angelina yang paham apa arti dari pandangan Ny. Jeon, segera mengangguk sembari menunjukkan senyum simpulnya."Ba-baiklah. I-ibu keluar dulu. Jika ada perlu, langsung berteriak saja." Ny. Jeon lantas pergi keluar. Dia menutup pintu kamar Jungkook. Dan tinggallah hanya mereka berdua di kamar itu.
Keheningan menyelimuti mereka.Helaan napas Angelina terdengar dan langsung menarik perhatian lelaki itu.
Angelina berjalan lebih dekat ke arah lelaki itu. Menarik kursi dan duduk di depan lelaki itu."Ada apa? Ada hal serius yang ingin kau katakan? Sebenarnya aku ingin protes soal kau yang ternyata bisa duduk sendiri di kur-"
"Aku takut!"
Ucapan Angelina langsung terpotong ketika mendengar dua kata yang dilontarkan oleh belahan bibir lelaki itu. Angelina memandang lelaki itu penuh perhatian. Boleh jujur, lebih dari pandangan psikiater yang tulus menyembuhkan pasiennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKIATER || JJK [Selesai]
FanfictionAngelina adalah salah satu manusia yang beruntung dari jutaan manusia lainnya di bumi. Dia berhasil menempuh pendidikan di luar negri dengan beasiswa. Korea adalah tempat dia belajar. Dia berhasil menjadi seorang psikiater diusia muda. Ada satu wakt...