Hari-hari berlalu dengan damai di rumah sakit. Jungkook semakin hari semakin pulih. Bahkan infus tangannya saja sudah dilepas. Hanya saja, lelaki ini tidak tahu diri dan mau berlama-lama di rumah sakit.
Jika orang-orang berkeinginan segera keluar dari rumah sakit di karenakan banyak alasan, misalnya biaya tunggakan yang semakin tinggi, bau obat yang terasa menyengat, dan berbagai alasan lain. Lain halnya dengan lelaki sinting ini. Dia berlama-lama di rumah sakit dengan alasan ingin PDKT dengan salah satu psikiater muda di rumah sakit itu. Lebih sintingnya lagi, dia kenal dengan psikiater itu lewat mimpi.
"Walau aku tak punya agama, aku tetap percaya padamu Tuhan. Pasti ini adalah takdir yang kau rencanakan padaku." Itu monolognya ketika sedang sendirian di ruang inap. Benar-benar gila.
Ketika hari sudah mulai sore, yang artinya jam besuk sudah ingin selesai, Jungkook segera berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan menata rambutnya. Lelaki menawan itu semakin rupawan. Mungkin dewi bulan pun terpanah melihat kerupawanan beliau ini.
Selesai dari kamar mandi, ia menunggu sekitar sepuluh menit lagi sambil bermain ponsel. Jam besuk sudah selesai dan ia menunggu agar rumah sakit sepi pengunjung. Bisa gawat dia jika terliput, secara namanya sangat besar.
Setelah dia rasa sudah sepi, Jungkook keluar dari ruang inapnya, berjalan menyusuri lorong dan sampai di taman rumah sakit. Dia kemudian duduk di salah satu bangku dan kembali menunggu.
Dari kejauhan ditangkap bola matanya perempuan yang dia tunggu sedang berjalan dengan rambutnya yang di kuncir rapi. Ketika jarak semakin tipis, bola matanya menangkap Angelina sedang tersenyum yang otomatis membuat sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Sudah lama menunggu?" Angelina berbicara sambil mengambil posisi duduk di sebelah Jungkook.
"Belum terlalu lama. Baru sekitar lima menit saja." Jawab Jungkook.
"Kau mau?" Angelina menyodorkan permen susu tidak bertangkai kepada Jungkook.
Jungkook menatap telapak tangan Angelina lalu beralih ke pergelangan tangannya. Di dalam mimpinya, pergelangan tangan itu melingkar gelang yang mereka beli.
"Tidak mau?" Angelina mencoba memastikan.
"Mau kok!" Jungkook segera mengambil permen itu dari tangan Angelina.
Angelina hanya tersenyum saja melihat Jungkook. Kemudian dia menatap lurus ke depan, memandang rerumputan, langit, dan segelanya yang bisa ia pandang.
"Senang rasanya bersamamu saat ini." Angelina dengan berani mengungkapkan perasaannya.
Jungkook kaget sekali mendengarnya. Kedua matanya melotot menatap Angelina. Angelina yang ditatap hanya bisa tersenyum saja.
"Kau menghargaiku. Aku cukup berterimakasih atas hal itu. Aku bukan orang Korea. Sulit sekali beradaptasi dengan kebudayaan negara ini. Aku sangat takut memulai interaksi karena aku pikiri mungkin ada beberapa kebudayaanku yang tidak cocok dengan kebudayaan negara ini hingga aku bisa menyinggung hati mereka tanpa aku sadari." Angelina berbicara tanpa melihat Jungkook. Dia menatap lurus ke depan sedangkan Jungkook menatap Angelina dari samping.
Jungkook tahu. Dia menafsirkan mimpinya tidak semua hanya sekedar mimpi belaka. Pribadi Angelina, ibunya, dan orang-orang yang berada dalam mimpinya sama dengan dunia nyata. Hanya saja alurnya yang berbeda dan memang harus berbeda. Jangan sampai pada akhirnya mereka berpisah.
"Akan tetapi, entah mengapa nyaman saja denganmu berbicara. Aku berbicara sesuka hatiku tanpa takut. Aku seolah merasa bahwa aku bisa terbuka padamu. Aku memang sudah mengenalmu karena kau idol besar, tetapi aku tidak menyangka kau se-welcome ini dengan orang baru." Kata Angelina.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKIATER || JJK [Selesai]
FanfictionAngelina adalah salah satu manusia yang beruntung dari jutaan manusia lainnya di bumi. Dia berhasil menempuh pendidikan di luar negri dengan beasiswa. Korea adalah tempat dia belajar. Dia berhasil menjadi seorang psikiater diusia muda. Ada satu wakt...