Bagian 19

3.4K 391 9
                                    

Angelina menghela napasnya ketika sudah sampai di depan pintu apartmennya. Dia bingung harus melakukan apa. Apakah dia harus masuk atau tidak dan memilih pergi langsung ke rumah sakit. Dia mengetuk-ngetukkan kakinya sambil memikirkan hal apa yang harus diperbuat.

Tetapi tidak ada hal lain yang dapat dia lakukan. Jadilah dia berjalan lebih dekat ke pintu apartmennya untuk mengetikkan sandinya.
Saat sandi terbuka, Angelina dengan perlahan membuka sepatunya. Suasana di dalam sepi dan sunyi. Mungkin ayah dan ibu tirinya masih tidur. Dia bisa lolos kali ini.

Atau mungkin tidak, saat mendengar ayahnya berdehem.
Angelina menoleh ke arah sofa, di mana ayahnya sudah duduk di sana dengan secangkir kopi dan Tv yang menampilkan ramalan cuaca hari ini.

"Kenapa jalannya mengendap-endap begitu?" Ayahnya bertanya dengan suara lembut. Tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun pada putrinya.

Angelinga menunjukkan cengirannya. Sekarang, alasan apa yang harus dia katakan?

"Aku takut membangunkan kalian. Aku kira masih tidur." Angelina berjalan mendekat ke sofa. Dia mendudukkan dirinya di samping ayahnya.

Terlihat, ayahnya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ayanya percaya-percaya saja pada perkataan Angelina.
"Bagaimana pekerjaanmu? Sangat sibuk sampai pulang jam segini?" Ayahnya bertanya sambil menolehkan kepalanya menatap Angelina.

"I-iya ayah. Banyak berkas pasien yang harus kuurus. Dan yang konsultasi juga semakin banyak. Terkadan rekanku dipanggil untuk melakukan operasi, jadi aku menggantikan tugasnya." Angelina tersenyum. Dia tidak boleh terlihat gugup di depan ayahnya ketika berbohong.
Dan untuk sekali lagi, ayahnya hanya bisa mangut-mangut saja.
Sekarang Angelina merasa sangat berdosa.

"Di mana ibu? Kenapa minum kopi sendiri?" Angelina bertanya untuk sekedar formalitas saja.

"Masih tidur." Ayahnya menjawab singkat. Angelina hanya bisa mengangguk sok paham saja.

"Oh iya. Tunggu sebentar. Angelina mau pergi ke super market sebentar. Biar Angelina yang masak pagi ini." Saat Angelina ingin berdiri, ayahnya melarangnya.

"Sudah, tidak perlu. Kau baru pulang. Semalam ayah lihat, masih ada roti dan susu. Itu saja sarapan kita pagi ini." Sungguh, sekarang Angelina merasa berdosa karena ayahnya begitu mempercayai kebohongannya.

"Oh, ya sudah kalau begitu. Angelina ke kamar dulu saja, mau meletakkan barang-barang Angelina." Kali ini, ayahnya hanya bisa mengangguk saja. Angelina dengan cepat meraih tas kerjanya dan pergi ke kamarnya.

Sesampainya di kamar, Angelina langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Dia menghela napas sambil menutup matanya sejenak.

Matanya kembali terbuka saat mendengar notifikasi pesan masuk ke ponselnya.

[Wah...kau keterlaluan. Mengapa tidak membangunkanku tadi?!]

Angelina terkekeh membaca pesan singkat itu.
[Makanya, jaga pola tidur mu. Kau tidak langsung tidur 'kan semalam?]

Disisi lain, Jungkook yang membaca balasan pesan tersebut, meneguk ludahnya sendiri. Dia lupa, Angelina itu bisa tahu segalanya.
[Ya, karena penyebabnya kau!]

Angelina melotot tidak terima melihat pesan tersebut.
[Mengapa jadi aku?]

[Karena kau mengajakku berdebat sewaktu aku menyuruhmu segera ke kamar.]
Angelina membaca balasan pesannya. Dia hanya bisa menghela napas saja.

[Ya...semua SALAHKU!]
Jungkook terkekeh membaca balasan pesannya.

[Tetapi terimakasih untuk makanannya. Aku memakannya tadi dan rasanya enak. Ternyata punya keahlian juga kau. Aku kura hanya bisa mengomeli ku.]

PSIKIATER || JJK [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang