"Ada apa?" Ny.Jeon menegur putranya yang terlihat terdiam. Wanita setengah abad itu khawatir kepada putranya yang mungkin sedang mengkhawatirkan sesuatu.
"Hm?" Jungkook tersadar dan kembali memegang sumpitnya dengan benar dan mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Ny.Jeon menelan terlebih dahulu makanan yang ada di dalam mulutnya lalu meminum seteguk air putih.
"Ada apa? Mengapa kau melamun?" Wanita itu memandang putranya penuh kekhawatiran.Jungkook yang dipandang seperti itu oleh ibunya merasa tidak enak.
"Tidak ada. Aku hanya memikirkan beberapa hal saja." Jungkook tidak ingin ibunya khawatir kepadanya."Apa yang kau pikirkan? Hal selanjutnya yang ingin kau lakukan?" Jungkook menggaruk kepala bagian belakang miliknya karena merasa tidak enak kepada ibunya.
"Iya. Aku lagi mempertimbangkan hal itu. Aku sudah dapat pesan dari Bang PD. Katanya jika aku ingin lanjut berkarir, dia mau menaungi aku." Jungkook kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Ny.Jeon terdiam mendengar penuturan sang anak. Dia tidak berhak menentukan pilihan sang anak. Jadi untuk urusan ini, dia merasa harus melepasnya. Biarlah anaknya sendiri yang memutuskan.
"Lakukan yang kau suka. Jangan terlalu memikurkan ini itu." Ny.Jeon tersenyum bermaksud untuk menyemangati putranya.
Jungkook mengangguk-anggukkan kepalanya. Lelaki itu sudah pernah mendengar hal itu sebelumnya.
Melihat putranya mengangguk paham, Ny.Jeon kembali memakan makanannya.
"Oh, iya." Ny.Jeon yang hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, terpaksa harus menghentikannya karena mendengar suara putranya.
"Ada apa?" Ibu dua anak itu langsung menyahut perkataan putranya.
"Soal Angelina." Ny.Jeon mengakat kedua alisnya ketika mendengar nama psikiater yangengobati putranya. Makanan yang menggantung di sumpitnya yang hendak dia masukkan ke dalam mulutnya, akhirnya di masukkan ke dalam mulutnya sambil mendengar perkataan putranya.
"Kapan dia selesai mengobatiku?" Jungkook kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya setelah selesai mengutarakan pertanyaannya.
"Oh? Kapan berakhir? Memangnya kau sudah merasa sehat?" Ny.Jeon bertanya kepada putranya terlebih dahulu.
"Ibu tahu perkembanganku. Aku tidak pernah mengonsumsi obat tidur ataupun obat penenang lagi. Sekarang hanya menyempurnakan kaki ku saja. Berjalan, melompat, berlari, dan lainnya." Jungkook mendadak sebal dengan pertanyaan ibunya.
Ny.Jeon terkekeh mendengar nada berbicara putranya.
Wanita itu meletakkan sumpitnya dan meneguk kembali minumannya.
"Sesuai dengan perjanjian, kalian hanya berhubungan 8 bulan. Dan sekarang sudah bulan ke tujuh. Jadi satu bulan lagi hubungan psikiater dan pasien akan berakhir. Memangnya ada apa bertanya seperti itu?""Tidak ada. Hanya ingin tahu kapan berakhirnya saja." Jungkook meneguk air minumnya sebelum mengakhiri makan malamnya hari ini.
Ny.Jeon mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban dari mulut sang anak.
Hal itu yang mengganggu Jungkook selama beberapa hari belakangan. Dia sempat lupa jika Angelina adalah psikiaternya.
Dia baru sadar beberapa hari yang lalu, karena kebetulan teman seperjuangannya—Park Jimin berkunjung dan lelaki itu sempat membahas Angelina dalam topik pembicaraan mereka."Aku sudah selesai makan." Jungkook bangkit dari duduknya. Lelaki itu sudah bisa berjalan walau terlihat seperti orang pincang atau mungkin anak balita yang baru bisa berjalan.
"Selamat malam!" Ibunya mengucapkan salam. Wanita itu masih duduk dibangkunya dan memandang punggung putranya yang perlahan menjauh.
Sekarang suasana hati wanita itu sedang bagus. Dia merasa bahagia setiap melihat putranya kembali berjalan dan melakukan aktivitasnya kembali dengan normal. Dia sangat berterimakasih kepada psikiater muda yang sudah merawat putranya. Yang paling penting adalah Angelina patut diberi penghargaan karena bisa bertahan dengan sifat tempramental Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKIATER || JJK [Selesai]
FanfictionAngelina adalah salah satu manusia yang beruntung dari jutaan manusia lainnya di bumi. Dia berhasil menempuh pendidikan di luar negri dengan beasiswa. Korea adalah tempat dia belajar. Dia berhasil menjadi seorang psikiater diusia muda. Ada satu wakt...