Laki-laki dengan hoodie hitam itu bersandar di samping mobil hitam miliknya. Tatapannya mengarah pada sebuah rumah minimalis yang terlihat terang di setiap sudut ruangan dengan cahaya kuning layaknya sinar matahari.
Hardin tampak santai disana. Mengamati objeknya yang terlihat sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Perempuan dengan balutan dress putih itu masih asik mengamati bintang di langit lewat balkon kamarnya. Sebuah buku berada dipelukannya, sepertinya gadis itu masih asik dengan dunianya sendiri.
Ya, begitulah seorang Anye yang Hardin kenal.
Seorang gadis yang cuek pada sekitarnya dan memiliki dunianya sendiri.
Sudah hampir satu bulan dan gadis itu tidak pernah meninggalkan kediamannya, hanya sesekali teman gadis itu mengunjunginya dan membawakan beberapa bahan makanan untuk gadis itu.
Hardin tahu semuanya. Ia tersenyum. Jadi, si kecil Anye tidak mau meninggalkan sarangnya..? Oh, kelinci yang malang. Apa ia tidak mau berkeliaran di luar melompat dan berlari bersama temannya? Pikirnya gemas membayangkan betapa lucunya Anye.
Apa ia harus memberikan kejutan untuk Anye?—
Tidak.... sepertinya terlalu tergesa-gesa. Nanti kelincinya kabur. Hardin terkekeh dengan segala isi pikirannya.
Sebenarnya ia tidak ingin mengejutkan kelincinya..., Tapi apa boleh buat Hardin sudah merindukannya. Seharusnya ia tidak pernah mendekati Anye lagi. Seharusnya ia tidak lupa jika seorang Anyelir adalah candunya...
Memanjat bangunan lantai dua bukanlah hal yang sulit untuknya. Ia sudah sering melakukannya sejak mengenal Anye. Dengan gampangnya Hardin sudah melewati tembok bangunan itu dan sampai pada atap gedung. Bentuk rumah anye yang penuh dengan corak dinding membuat bangunan itu semakin membuat semuanya terasa mudah.
Seperti dugaannya. Anye tersentak. Gadis itu melotot saat melihatnya dan berdiri kaku.
"Merindukanku..., Sweety." Hardin tersenyum yang tentu saja tampak mengerikan untuk Anye.
Anye segera berlari hendak memasuki kamarnya dan menutup pintu yang menghubungkan kamarnya dan balkon itu. Sialnya Anye lupa. Pintu itu hanyalah dilapisi sebuah kaca.
Prank!
Anye berteriak histeris.
Hardin memasang wajah sedih, "Seharusnya kau berlaku sopan padaku dan membiarkan aku masuk." Ujarnya berjalan melewati pintu yang sudah hancur karena kacanya yang sudah berserakan dilantai.
Hardin berdecak. Ia hanya memukul pelan kaca itu dengan lengannya kenapa pecahannya harus menyebar terlalu jauh.
Hardin melihat Anye yang sudah terduduk lemas di lantai. "Seharusnya kau jangan duduk disana, atau tubuhmu akan tergores." Hardin berjalan mendekati anye.
Anye semakin panik. "Kau... Monster." Cicitnya gemetar.
Hardin memutar bola matanya. Setelah berada di depan anye yang masih duduk di lantai ia menundukkan tubuhnya.
"Apa yang kau mau?" Anye berusaha kuat. "Kau sudah membuangku." Ujarnya getir. Dalam hati ia terus menyemangati dirinya agar tidak terintimidasi oleh sosok di depannya.
"Aku menyukaimu Anye." Hardin membelai wajahnya Anye.
"Sebagai sebuah mainan." Desis Anye tajam. "Kau tidak perlu memungut mainan yang sudah kau buang!" Kali ini nada Anye mulai meninggi. Ia tidak ingin terlihat lemah, atau Hardin akan terus mengganggunya.
"Anye..." Geram Hardin. Ia tidak suka gadisnya menjadi seorang pembangkang. "Jangan memancingku."Peringatnya.
"Kau yang membuatku kembali." Jujurnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Emotion Love
Romance"Apa yang kau lakukan Anye?" Tanya orang itu dengan angkuhnya. Anye. Gadis itu tidak bergeming di tempatnya. Pandangannya buram. Bukan ini yang ia pikirkan. Apa begini cara memperlakukannya setelah ia mengatakan mencintai laki-laki itu. Bukankah ini...