17 - What are you wish?

11.1K 688 39
                                    

Tidak dipungkiri hari demi hari keduanya kembali semakin dekat. Hardin maupun Anye semakin sering menghabiskan waktu berdua. Mereka sering pergi bersama, makan siang bersama atau menghabiskan akhir pekan bersama di rumah Anye sesekali.

Tapi tidak dengan akhir pekan kali ini.

Anye duduk di sofa dengan perasaan bosan. TV yang Masih menayangkan film animasi itu tidak ia hiraukan sama sekali. Biasanya ia sangat suka menonton film animasi seperti ini. Tapi Kali ini rasanya tidak menarik... Atau mungkin Karena ada yang kurang.

Anye mendengus. Biasanya ia akan menonton bersama Hardin beberapa film random. Tapi akhir pekan Kali ini pria itu tidak bisa datang karena berkencan dengan tunangannya.

Anye mengerti itu...

Tapi ia sedikit merindukan pria itu dan mungkin karena sudah terbiasa. Tapi ia tidak mau egois. Berminggu-minggu Hardin menghabiskan waktu bersamanya dan sama sekali tidak pernah membahas tunangannya hingga Anye lupa jika pria itu sudah bertunangan.

Anye merenung. Berpikir apa kedekatannya dengan Hardin adalah kesalahan?

Ia memang hanya ingin meminjam Hardin sebentar tapi sama sekali tidak berpikir akan terbiasa dengan pria itu secepat ini.

Bunyi suara bell membuat Anye bangun dari duduknya dan berjalan ke arah pintu.

Dari balik kaca pintunya ia melihat Arlin Dan Daniella sedang melambaikan tangan menyapanya.

"Wah kalian kenapa baru kemari?" Tanya Anye mencemooh. Mengingat kedua temannya itu sibuk selama satu bulan ini dikarenakan Daniella pergi berbulan madu Dan suami Arlin yang baru kembali dari bertugas.

Jadilah Anye sendiri... Yah, untungnya ia Masih di temani Hardin.

Baiklah, lupakan!

Daniella terkikik geli mendengar cemooh Anye sementara Arlin bersemu malu.

"Kami sibuk dengan suami masing-masing. Kau harus pengertian, atau kau boleh mencoba menikah tahun depan." Gurau Daniella, yakin jika Anye tidak akan mau menikah tahun ini, tapi entah tahun depan. Ia hanya sedikit punya firasat.

"Oh, tidak. Terima kasih atas tawarannya." Jawab Anye mantap.

"Baiklah bagaimana kabarmu?" Tanya Arlin memeluk Anye. Sebenarnya dilihat Dari mana pun jelas wanita itu terlihat jauh lebih baik dari terakhir mereka bertemu. Atau hanya perasaannya saja?

"Sepertinya kalian tidak perlu mencemaskanku lagi. Aku sudah pandai mengurus diriku." Jawab Anye dengan percaya diri.

"Oh, I see." Daniella terkekeh kecil. Ia masuk ke dalam rumah Anye yang memang terlihat rapi dan terawat. Gadis itu berkata jujur. Daniella meletakkan tiga paper bag di atas sofa ruang tamu.

"Apa itu oleh-oleh?" Tanya Anye penasaran yang tidak perlu dijawab Anye sudah tahu jawabannya. Dengan secepat kilat Anye menghampiri oleh-oleh itu dan melihat ke dalam paper bag.

Anye tersenyum girang. Ada banyak cokelat disana dan cemilan ringan khas oleh-oleh. "Wah!" Serunya girang.

Arlin dan Daniella sempat terkejut dengan tingkah Anye. Gadis itu terlihat lebih ceria dan lebih hidup. Seolah sudah menemukan semangat hidupnya. Keduanya saling berpandangan bingung namun pada akhirnya keduanya hanya tersenyum mengabaikan. Bagi mereka setidaknya temannya berubah ke arah positif.

"Apa kami melewatkan sesuatu?" Tanya Arlin dengan penasaran.

"Seperti apa?" Anye kembali bertanya.

"Entahlah, mungkin kau habis menang undian." Jawab Daniella melucu yang tidak lucu.

Anye mengerjap. Ia tidak menang undian. Tapi memang benar suasana hatinya sangat baik akhir-akhir ini.

Arlin yang melihat kebingungan di wajah Anye pun merubah topik pembicaraan. "Anye kau mengikuti nasehatku bukan?" Peringatnya yang tidak dihiraukan Anye yang sudah sibuk memakan makanannya.

"Kau tidak menemui atau berurusan dengan Hardin lagi, bukan?" Lanjutnya kali ini berhasil.

Anye menatapnya beberapa detik sebelum menunduk.

"Anye." Kali ini Daniella ikut menegur. Sebenarnya Daniella setuju saja jika Anye kembali pada Hardin, tapi setelah mengetahui masa lalu keduanya dari Arlin yang lebih terperinci. Ia rasa keduanya tidak cocok sama sekali.

Anye melihat jarinya sendiri masih dengan menunduk. "Kami hanya kembali berteman." Jujurnya.

Keduanya menghela nafas kecewa. Pantas saja gadis itu terlihat lebih ceria.

"Kami tidak perlu memperingatkanmu lagi bukan?" Arlin kembali memperingatinya.

"Ya, kau harus menjauhinya." Tambah Daniella.

Anye menghela nafasnya. Perasaannya campur aduk. "Aku hanya meminjamnya sebentar. Setelah itu aku tidak akan pernah mengganggunya lagi." Janjinya entah pada siapa.

-o-

Amanda tersenyum miris. Kencannya bersama pria yang berstatus sebagai tunangannya itu sama sekali tidak menarik. Hardin hanya menemaninya berjalan tanpa menghiraukannya. Tapi saat ia menegurnya. Hardin akan tersenyum dan mengelus kepalanya seolah menunjukkan perhatiannya.

Tapi entah kenapa Amanda merasa kosong.

"Hardin kau mau makan es krim?" Tanya Amanda saat melihat truk es krim yang tidak jauh dari mereka. Dan Amanda tahu Hardin akan menjawab dengan gelengan dan menyuruhnya membelinya sendiri seperti yang sudah-sudah.

Amanda mendengus. Percuma ia mengajak Hardin ke taman bermain kalau pada akhirnya keduanya hanya berjalan tanpa arah dan sesekali dirinya sendiri yang membeli cemilan. Amanda bukannya tidak mau menaiki wahana disana. Ia mau...tapi,

Hardin selalu terlihat keberatan. Sebenarnya Hardin tidak menolak secara langsung. Pria itu menganggukkan kepalanya tapi Amanda tahu pria itu terpaksa karena ingin membuatnya senang.

"Apa kencan kita tidak menarik? Kau bosan?" Tanya Amanda sendu.

Kali ini Hardin menghela nafasnya. Sejujurnya ia memang tidak menyukai kencan di taman seperti ini. Ia lebih suka di rumah dan menikmati waktu bersama seperti yang ia lakukan bersama Anye. Sederhana dan tidak membuang tenaga tapi sangat nyaman.

"Ini menarik jika bisa membuatmu senang." Jawab Hardin yang malah membuat Amanda semakin murung.

"Katakan Hardin. Apa yang membuatmu senang?"

-Anye.

Hardin tersenyum lembut.

"Kau selalu berusaha membuatku bahagia. Aku juga ingin melakukan hal yang sama untukmu." Lanjut Amanda yakin.

Hardin berpikir sejenak. "Aku tidak menginginkan apa-apa. Dirimu saja sudah cukup untukku." Dusta Hardin.

Amanda tersenyum dengan sorot mata bersinar semangat. "Benarkah?!" Ia dengan semangat mengamit lengan Hardin. "Kau harus cukup hanya denganku Hardin." Lanjut Amanda tersirat.

"Tapi Hardin..." Amanda menghentikan langkahnya. "Jika suatu saat ada yang kau inginkan..."

Amanda mendongak, menatap Hardin yang jauh lebih tinggi darinya. "Jangan ragu beritahu aku. Aku pasti akan berusaha mengabulkannya." Lanjutnya tersenyum tulus.

-o0o-

Bentar lagi aku Up lagi kalo gak berubah pikiran. 😆

Emotion LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang