Setelah memastikan mobilnya berjalan meninggalkan pekarangan rumahnya Hardin segera berbalik dan masuk ke dalam rumahnya. Sayangnya langkahnya tidak semulus itu.
Rebecca sudah menghadang pintu masuk dengan berdiri disana. Melipat kedua lengannya dan menatap putranya curiga. "Aku tidak tahu Anye meminta menginap? Kau yakin tidak salah dengar, son?" Tanya Rebecca menyelidik.
Hardin membasahi bibirnya sebelum menjawab. "Ia sendiri yang mengatakannya." Jawab Hardin membela diri.
"Owh, kalian ternyata sudah lebih banyak bicara." Sindir Rebecca. Putranya memang sulit dipercaya.
Hardin tidak menjawab dan memilih mengabaikan ibunya dengan masuk ke dalam rumah membiarkan ibunya yang masih mendesah kesal padanya.
Setelah menemukan Anye yang sepertinya sudah siap untuk pulang, Hardin dengan cepat menariknya ke lantai atas dan mendorong Anye masuk ke kamarnya.
"Tidur disini." Perintah Hardin yang jelas langsung diprotes Anye.
"Tidak mau!" Jawab Anye tegas berusaha mendorong Hardin yang menghalangi pintu kamar itu.
"Anye, do you hear me?" Tanya Hardin mendesis.
Mendesah kesal Anye menatap tajam Hardin. "Jika kau begini ibumu bisa curiga." Kesal Anye.
"It's not problem. Ibuku berhak tahu." Jawab Hardin membuat Anye melotot.
"Tahu apa? Bahwa aku selingkuhanmu?" Tanya Anye menusuk.
"You are my wife, Anye." Geram Hardin.
"Istri simpanan maksudmu?" Potong Anye cepat.
Anye memijat pangkal hidungnya kemudian menyugar rambutnya kebelakang. "Jangan beritahu ibumu tentang pernikahan konyol ini. Aku melakukan ini bukan untuk menyelamatkanmu tapi untuk diriku sendiri. Aku tidak mau memiliki citra buruk dengan menjadi istri simpananmu. Lagi pula ibumu akan sakit hati jika tahu kau menikah tanpa mengundangnya."
Melihat Hardin yang tidak merespon dan hanya menatapnya membuat Anye frustrasi. "Apa kau mengerti?" Hardin masih diam.
"Begini. Kau bertunangan resmi dengan Amanda. Semua orang tahu itu. Sementara aku. Tidak ada yang tahu tentang pernikahan ini. Kau jelas tidak mau melepaskan Amanda. Jadi jaga rahasia ini atau kau boleh mengumbarnya jika memang kau siap melepaskan Amanda." Anye menutup wajahnya. Hari ini ia sudah terlalu banyak bicara. Entah apa yang terjadi pada dirinya.
"Kau tetap tidur disini." Perintah Hardin sekali lagi dan Anye hanya bisa memandang Hardin dengan pandangan tidak percaya.
"Kau jelas tidak pernah mendengarkanku." Keluh Anye habis kesabaran.
Hardin mendorong Anye ke tempat tidur dan mendudukinya disana, sementara ia berjalan menuju lemari dan kembali membawa kemeja putih di tangannya. "Ganti bajumu dan cepat tidur." Perintahnya lagi.
Anye melibat kedua tangannya di dada. Jelas wanita itu protes. Meski tidak mengatakannya tapi aura permusuhan terpancar dari matanya.
Tidak habis akal Hardin mendekati Anye dan menarik ujung kaos Anye dari kedua sisi di pinggang Anye.
"Kau mau apa?!" Tanya Anye terkejut langsung menepis dua tangan Hardin.
"Mengganti bajumu." Jawab Hardin dingin.
"Aku bisa sendiri!" Protes Anye menarik kemeja putih itu dan mundur menjauhi Hardin.
"Bukankah kau tidak mau menggantinya sendiri?" Tanya Hardin menantang.
"Aku tidak pernah mengatakannya." Jawab Anye marah.
"Kalau begitu lakukan sendiri." Tantang Hardin.
"Kau keluarlah dulu." Perintah Anye tidak berguna.
"Sekarang Anye." Lirih Hardin dingin.
Anye memasang tampang memelas, berharap Hardin sedikit mengasihaninya.
"Kau ingin aku yang menggantinya?"
Bastard! Umpat Anye di kepalanya. "Tidak aku akan menggantinya sendiri. Kau puas?" Kesal Anye yang tidak dijawab Hardin.
Dengan wajah malu. Anye membuka kaosnya dan menggantinya dengan kemeja Hardin. Membiarkan pria itu menikmati tontonannya.
"Buka celanamu juga." Perintah Hardin yang membuat Anye melotot.
"Kau tidak akan nyaman tidur dengan jeans ketat itu." Jelas Hardin tapi tetap saja membuat Anye kesal.
"Dasar diktator." Anye turun dari kasur ke sisi kasur di seberang Hardin dan mulai melepas jeansnya. "Puas?"
"Bramu tidak sesak? Dirumah kau tidak pernah memakainya saat tidur?" Tanya Hardin kali ini bukan lagi ucapan protes. Anye segera melempar kaosnya tepat ke wajah Hardin.
"Mesum!" Kesal Anye.
Hardin terkekeh menyingkirkan kaos itu dan dengan santainya membawa kaos itu bersamanya. "Aku akan menyimpan ini." Hardin memamerkan kaos Anye yang membuat Anye mengejarnya namun kalah cepat, pria itu sudah keluar kamar dan Anye tidak mungkin keluar kamar dengan keadaannya sekarang.
Apa kata Rebecca? Pikirnya kesal.
Sementara Hardin berdiri diluar dengan tertawa ringan. Ia menoleh kebelakang untuk melihat pintu kamarnya sebelum berjalan masuk ke kamar disamping kamarnya.
Setelah menyimpan kaos Anye disana, Hardin kembali keluar menuju dapur untuk minum air dan kembali ke kamarnya membawa satu gelas air. Ia ingat istrinya punya kebiasaan minum air sebelum tidur.
"Dimana Anye?" Tanya Rebecca bersidekap.
"Dia sudah tidur." Jawab Hardin.
Jawaban Hardin mengundang kerutan di dahi wanita itu. "Di kamar tamu?"
"Di kamarku." Jawab Hardin cepat dan berjalan meninggalkan ibunya.
"Son." Peringat Rebecca.
"Everything is fine, mom." Jawab Hardin cepat untuk terakhir kalinya.
Rebecca hanya bisa menatap putranya yang kini sudah menaiki tangga menuju lantai dua rumahnya. Jelas ia paham ada yang tidak beres pada putranya.
Rebecca adalah tipe orang tua yang membebaskan pilihan anaknya. Ia tidak pernah memaksa anaknya dalam hal apa pun. Tapi sejak Hardin kecil Rebecca selalu memberi saran dan menegaskan putranya tentang resiko sekecil apa pun dari setiap keputusan yang di ambil putranya. Hardin sudah dewasa, apa pun yang sedang dilakukan Hardin sekarang meski putranya itu belum membicarakannya padanya. Rebecca hanya berharap, Hardin siap dan mampu mempertanggung jawabkan keputusannya.
Hardin masuk ke kamarnya dan melihat Anye yang sudah meringkuk di balik selimut. Ia meletakkan gelas berisi air putih di atas nakas di samping Anye agar memudahkan wanita itu jika ingin minum. Hardin menahan tawanya saat melihat Anye sudah melipat bra dan jeansnya di atas meja. Sudah ia duga. Anye tidak pernah bisa tidur tanpa melepaskan branya.
"Minum ini jika kau haus." Kata Hardin meski Anye sudah memejamkan matanya. Jelas Hardin tahu Anye hanya berpura-pura tidur.
Hardin tidak ambil pusing dan ikut masuk ke dalam selimut. Mengambil posisi di belakang Anye dan menarik tubuh wanita itu masuk ke dalam dekapannya.
Keduanya larut dalam tidurnya. Hardin sebenarnya menyadari ibunya ikut mengintip dari balik pintu tapi Hardin memilih tidak perduli. Ia tahu ibunya tidak pernah mau ikut campur atas urusannya. Mungkin nanti ibunya akan menuntut penjelasan.
Apa pun jawabannya nanti. Semua tergantung dirinya.
Sekilas ucapan Anye membuatnya berpikir keras.
—apa ia siap melepaskan Amanda?
-o-
Wah.... Aku Up berturut nih haha.
Gak tau kenapa lagi semangat banget?!
Ini otak lagi encer bener dah! Haha...😆

KAMU SEDANG MEMBACA
Emotion Love
Romans"Apa yang kau lakukan Anye?" Tanya orang itu dengan angkuhnya. Anye. Gadis itu tidak bergeming di tempatnya. Pandangannya buram. Bukan ini yang ia pikirkan. Apa begini cara memperlakukannya setelah ia mengatakan mencintai laki-laki itu. Bukankah ini...