"Apa yang kau lakukan Anye?" Tanya orang itu dengan angkuhnya.
Anye. Gadis itu tidak bergeming di tempatnya. Pandangannya buram. Bukan ini yang ia pikirkan. Apa begini cara memperlakukannya setelah ia mengatakan mencintai laki-laki itu.
Bukankah ini...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hardin
"What's wrong with you, dude!"
Lucky berjalan tergesa setelah berhasil masuk ke dalam ruangan Hardin dengan sangat tidak sopan.
Hardin memutar bola matanya, Oh ayolah... Meski terkesan santai ia tetap seorang bos. Seharusnya Lucky lebih sopan padanya.
"Apa!" Tanya Hardin malas.
Lucky menatap Hardin dengan sangat kesal. Mungkin jika ia tokoh Kartun maka kepalanya akan mengeluarkan asap. "Come on, dude! Tidak biasanya kau seperti ini. Katakan padaku apa rencanamu? Ini berbeda dengan rencana terakhirmu." Lucky menatapnya dengan tatapan penuh selidik. "Kau mengubah rencanamu?"
Bukannya menjawab, Hardin seolah tak perduli pendapat Lucky. Baiklah ini hidupnya. Ia raja dihidupnya. Dan Lucky tentu tidak akan setuju dengan rencananya. "Kau sudah menyiapkan semuanya?"
"Ya." Jawab Lucky cepat. "Tell me. This girl is Anye?" Melihat Hardin yang diam tanpa berkomentar membuat Lucky semakin kesal. "Hardin!" Geramnya.
Lucky mendekati Hardin memutar kursi pria itu agar menatapnya dan mengunci pria itu dengan kedua tangannya. Hardin menatapnya tidak suka. Dengan tanpa perasaan Hardin menendangnya hingga Lucky mengaduh kesakitan.
"Hey, itu menyakitkan!" Adu Lucky.
"Kau memilih posisi yang menjijikkan. Jika ada yang melihat, mereka akan berpikir aku berbelok!" Marah Hardin.
Lucky terkekeh. Ia duduk di atas meja milik Hardin. Ah, Hardin sudah malas menegur pria itu. Kadang ia hanya berpikir mungkin Lucky belum sepenuhnya bertobat.
"Baiklah, baiklah. Katakan padaku kau mengubah rencanamu?"
"Ya." Jawab Hardin singkat. Lucky memajukan wajahnya dan menatap Hardin dengan penuh selidik.
"Singkirkan wajahmu!" Perintah Hardin, merasa terganggu.
"Tidak. Kau harus memberitahu dulu."
Hardin menggeram melihat kekeras kepalaan sahabatnya. "Baiklah kau menang. Apa maumu?"
"Beritahu aku sedikit tentang rencanamu." Jelas Lucky untuk kesekian kalinya. Sebenarnya biasanya ia tidak terlalu tertarik dengan urusan orang lain, tapi ini Hardin loh. Sayang jika ia melewatkannya.
"Wanita itu ternyata sadar lebih cepat."
Jawaban Hardin malah membuat Lucky semakin menggerutu. "Bisakah langsung pada intinya."
Hardin menghela napasnya kesal. "Aku tidak bisa membuatnya bertekuk lutut padaku. Kau puas!"
Lucky menganggukkan kepalanya. "Aku sudah menembaknya."
Hardin menatapnya sengit. "Lalu untuk apa kau bertanya?"
"Tapi kau yakin pada rencanamu. Kenapa tidak kau tiduri saja dia. Masalah selesai. Bukankah dari dulu kau penasaran jika kau sudah menidurinya, apa kau masih tertarik padanya."
Kedua tangannya terkepal. Ya, seandainya semudah itu. Tapi ia adalah seorang Hardin. Tidak pernah sekalipun ia tunduk pada satu wanita hanya untuk melayaninya. Para wanita suka rela memberikannya bahkan beberapa mengemis padanya.
Memaksa seorang wanita hanya akan melukai egonya. Sama halnya ia mengemis dan akhirnya memaksa saat tidak mendapatkannya. Oh, ia tidak akan menjadi serendah itu.
"Dan juga..." Lucky melanjutkan ucapannya. "Anyelir memang memiliki separuh darah Asia. Aku tahu orang Asia terkadang punya pemikiran yang agak kuno.....Tapi, aku tetap ragu Anyelir akan dengan senang hati menerimanya."
Hardin tersenyum sinis. "Aku tidak perlu pendapatnya."
"Oh, really! Jadi apa yang akan kau lakukan? Mengancamnya?" Lucky tertawa meremehkan.
Hardin menggeleng. "Aku tidak butuh mengancamnya. Aku tidak memiliki apa-apa untuk mengancamnya. Tapi..." Hardin menegakkan tubuhnya. Ia mulai memeriksa hasil pekerjaan Lucky. Senyumnya mengembang saat puas dengan apa yang ia dapatkan. "Aku bisa memaksanya."
"Lalu kau akan meninggalkan Amanda?" Tanya Lucky langsung pada intinya.
Hardin menatapnya dengan raut wajah marah. "Kenapa aku harus melepaskan Amanda?" Tanyanya tidak setuju.
"Oh, come on, dude! Kau akan menikahi keduanya?" Lucky menatapnya dengan pandangan tidak bersahabat. Bagaimana pun ia perduli pada Amanda. Ia yang membuat gadis baik itu berada di posisi sulit seperti sekarang.
Hardin tertawa, entah apa yang ia tertawakan. "Aku memang akan menikahi Anye. Ia akan menjadi istriku.... Tapi semua orang hanya akan tahu tentang Amanda, bukan Anyelir." Jelasnya. Kali ini nadanya terdengar serius.
"Anyelir adalah istri simpananku." Lanjut Hardin terdengar puas dengan pemikirannya.
Lucky menggelengkan kepalanya. "Kau hanya membakar dirimu sendiri." Lucky tahu apa pun ucapannya tidak akan diindahkan pria itu maka ia lebih memilih untuk tidak ikut campur.
"Seharusnya kau ikuti saja rencana awalmu. Mengikatnya menjadi istrimu hanya akan mengikatmu juga." Dengus Lucky untuk terakhir kalinya.
-o-
Anye terlihat gusar dan panik. Ia berlarian kesetiap kamar manyiapkan keperluannya. Ia sudah memutuskan. Untuk sementara ia akan mengungsi ke rumah saudara perempuannya di Indonesia.
Matanya menatap dua koper miliknya yang sudah siap. Sesaat kemudian ia sadar. Tidak mungkin ia membawa kedua koper itu. Terlalu merepotkan dan mencurigakan untuknya. Akhirnya setelah menimang-nimang Anye memilih membawa satu tas ranselnya.
Persetan dengan Chicago dan hidup tenangnya. Setelah Hardin datang. Hidupnya tidak akan pernah tenang lagi. Ia merutuki dirinya yang bisa-bisanya terbuai untuk yang kesekian kalinya pada sosok iblis bernama Hardin. Kenapa juga ia bisa melupakan kegilaan pria itu.
Melihat Hardin menyiksanya semalam membuatnya ingat pada semua tingkah gila pria itu di masa lalu.
Hardin pernah memecahkan kaca toilet saat Anye menolak ciumannya. Hardin juga menghajar semua pria yang mengajaknya berkencan. Ia juga pernah mengurung Anye di gudang karena Anye melupakan konsernya. Hardin juga hampir membakar perpustakaan karena Anye lebih banyak menghabiskan waktunya disana.
Terakhir, pria itu hampir memperkosanya hanya karena ia tidak datang ke pesta ulang tahunnya.
Anye menggelengkan kepalanya. Oh, kenapa ia melupakan semua kejadian gila itu.
Sebenarnya Hardin menguncinya dari luar kamarnya. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Apa ia pikir Anye tidak bisa keluar. Tentu saja ia bisa. Ini rumahnya, ingat!
Anye membuka pintu kaca yang menjadi penghubung antara kamar dan balkon miliknya. Rumahnya hanya dua lantai. Hardin pernah memanjat rumahnya tentu saja ia juga bisa. Ya, pasti.