37.2 - Her smile

21.9K 865 11
                                        

Amanda mengerang merasakan cairan alkohol melewati kerongkongannya. Entah sudah berapa banyak ia minum tapi sampai sekarang ia masih sadar. Ia pikir karena sudah lama tidak minum akan membuatnya lemah pada minuman haram itu, nyatanya sama seperti dulu. Ia masih kuat minum.

Amanda tertawa ringan. Tangannya menimang-nimang gelas di tangannya. Rambutnya yang panjang tergerai menutupi punggung mulusnya yang terbuka. Mengabaikan semua mata pria yang menatapnya penuh minat untuk sesaat sebelum ia tersenyum ramah pada pria-pria itu.

Amanda memperhatikan hingar bingar disekitarnya. Sudah lama ia tidak mengunjungi club. Dulu saat masih dengan pacar pertamanya club seperti rumah kedua untuknya. Pacar pertama yang merupakan mantan paling brengsek untuknya.

"Kau kemari?"

Amanda menoleh dan menemukan Lucky duduk disampingnya. Pria itu memandangnya kasihan membuat Amanda melengos kesal.

"Aku minta maaf soal Hardin." Sesal Lucky mengingat ia adalah orang pertama yang mengenalkan mereka. "Tapi aku sudah memperingatkanmu sejak awal. Jangan terlalu berharap pada hubungan ini." Lucky menghela nafasnya saat Amanda mendelik padanya.

"Baiklah maafkan aku." Sesal Lucky.

Amanda menghela nafasnya. Jujur ia kesal tapi apa yang bisa ia lakukan. "Kau benar-benar menjebakku." Kata Amanda miris.

"Maaf... Maaf.." berulang kali rasanya tidak cukup agar Amanda memaafkannya. Lucky tahu itu.

"Dulu kau bilang aku tipenya." Amanda tertawa miris. "Ternyata maksud tipe itu mirip dengan wanita yang ia cintai." Amanda mengambil gelasnya yang sudah terisi kembali dan meminumnya dalam satu kali teguk.

Lucky menghela nafasnya. "Saat itu kalian sama-sama terpuruk. Ku pikir mungkin kalian bisa mengobati rasa sakit masing-masing."

Amanda termenung. Ia tidak mengelak soal itu. Dulu ia benar-benar terpuruk seperti yang Lucky ucapkan. Karena pergaulan yang terlalu bebas Amanda harus hamil di usia muda dan pacarnya tidak mau bertanggung jawab. Percobaan bunuh diri karena patah hati malah membuatnya keguguran. Jika saja Lucky tidak mengenalkannya pada Hardin mungkin Amanda sudah mati sekarang.

Amanda menoleh wajahnya sudah memerah tapi ia masih cukup sadar. "Sejak dulu aku menyedihkan bukan?"

Lucky menggeleng. "Tidak. Kau wanita kuat." Jujur Lucky.

Amanda terkekeh. "Bodoh lebih tepatnya."

Lucky kemari bukan tanpa alasan ia sudah mendengar sejak putus dari Hardin, Amanda sudah sering kemari hampir setiap hari. Toko bunganya juga sering tutup. Lucky juga tidak akan tahu hal ini jika saja Hardin tidak mengabarinya dan meminta tolong padanya. Ucapan Hardin yang berkata menyayangi gadis itu benar adanya. Sayangnya pria itu tidak bisa memperlihatkan sisi itu secara langsung, Hardin tidak mau Amanda berharap lebih padanya.

"Apa kau benar-benar mencintai Hardin?" Pertanyaan Lucky membuat Amanda termenung.

Amanda menundukkan wajahnya. Air matanya mengalir pelan. "Aku benar-benar menginginkannya." Jawaban Amanda membuat Lucky semakin menyesal.

Lucky menarik Amanda masuk ke dalam pelukannya. Dalam hati ia berdoa agar jika pulang dan istrinya mencium parfum wanita, istrinya mau mendengarkannya dan percaya padanya.

"Kau boleh menyalahkanku." Gumam Lucky menepuk-nepuk punggung Amanda.

"Aku benar-benar menginginkannya. Aku tidak perduli meski ia tidak mencintaiku. Tidak perduli meski ia memiliki wanita lain. Aku hanya ingin dia disampingku. Aku sudah berusaha untuk tidak egois!" Tangisan Amanda semakin pilu.

Lucky menggelengkan kepalanya. "Kau pasti akan menemukan pria yang jauh lebih baik darinya." Entah apa yang Hardin perbuat pada wanita itu hingga Amanda benar-benar jatuh pada pesonanya.

"Hardin itu brengsek!" Maki Lucky.

Amanda memukul dada Lucky. "Jangan menghinanya. Dia laki-laki terbaik yang pernah ku temui." Bela Amanda.

Lucky memutar bola matanya. "Itu artinya semua yang kau temui laki-laki brengsek." Kesal Lucky.

"Ya, termasuk dirimu." Jawab Amanda membuat Lucky mencibirnya kesal.

"Aku sudah berubah." Protes Lucky.

"Aku juga." Balas Amanda tidak mau kalah. "Aku mencoba terus menjadi yang baik dan terbaik sesuai keinginan Hardin. Tapi, nyatanya ia masih meninggalkanku."

Lucky tidak bisa mengucapkan apa pun. Ia bingung harus berucap apa. Ia tidak terlalu pandai menghibur wanita.

"Mungkin Hardin bukan yang terbaik untukmu." Yah, akhirnya ia memilih kalimat itu.

"Aku turut prihatin atas semua yang menimpamu. Tapi itu semua diluar kendaliku begitu juga denganmu." Lanjut Lucky berharap Amanda mengerti.

Amanda tertawa miris. Ia melepaskan diri dari Lucky. "Aku benar-benar merasa rendah. Rasanya kalian benar-benar mempermainkanku. Kau tahu apa yang ku ucapkan pada wanita itu. Aku mengatainya jalang dan ternyata ia adalah istrinya Hardin. Istri sah!" Heboh Amanda kesal.

"Katakan padaku. Kau tahu tentang hal itu bukan?" Tanya Amanda Miris, matanya menatap tajam Lucky.

"Aku ingin berkata tidak. Tapi, ya aku tahu." Jawab Lucky tidak mengelak. "Aku tidak tahu jika Hardin akan kembali padanya. Ku pikir ia benar-benar sudah luluh padamu mengingat kalian sudah bertunangan."

Amanda memandang cincin di jari manisnya yang masih tersemat. Amanda sadar jika Hardin tidak pernah memakai cincin pertunangan mereka kecuali di hari pertunangannya. Amanda benar-benar menutup mata ternyata.

"Sejujurnya aku pun berpikir ia membenci Anyelir begitu juga sebaliknya. Hubungan mereka semakin buruk tahun demi tahun." Lucky kembali melanjutkan ceritanya.

"Karena itulah aku lebih suka Hardin bersama denganmu. Tapi seperti kataku tadi. Semuanya diluar kendali.... Aku sendiri juga baru tahu bahwa Hardin tidak pernah benar-benar melepaskan Anyelir. Pria itu selalu menguntit semua kegiatan Anyelir seperti orang gila." Lucky yang terkekeh dibuat diam menyadari jika hal itu tidak lucu bagi Amanda.

"Apa pun yang terjadi. Kau wanita yang baik, Amanda." Lucky tersenyum lembut pada Amanda. Tatapan matanya tulus penuh kejujuran. "Jangan sampai hidup yang sudah kau tata sebaik mungkin hancur meski kau sulit menerimanya. Tapi, cobalah untuk belajar mencintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain."

Mata Amanda kembali berkaca-kaca. Kali ini ia tidak menampiknya. Ucapan Lucky memang benar. Amanda selalu sibuk menjadi yang terbaik saat mencintai seseorang tanpa berpikir apa yang benar-benar ia inginkan atau yang terbaik untuknya.

Lucky beranjak dari duduknya saat merasa tugasnya sudah selesai. "Ah, aku melupakan satu hal." Ia masih setia berdiri di depan Amanda.

"Kau tahu apa yang membuat Hardin tergila-gila pada Anyelir?" Lucky menjeda ucapannya melihat respon Amanda terlebih dahulu setelah memastikan Amanda tertarik barulah ia melanjutkannya.

"Anyelir memang keras. Ia tidak pernah tahan berpura-pura. Wanita itu selalu jujur meski ia tahu akan sesakit apa hasilnya. Kau tahu Hardin pernah menolak Anyelir dengan sangat kejam dulu."

Amanda mendongak. Terkejut dengan fakta itu.

"Jangan terkejut. Kau tahu Hardin dan sejuta egonya. Ia ingin Anyelir memohon untuknya tapi kau tahu. Meski tahu perasaannya, Anyelir enggan memohon pada Hardin tahu kenapa?" Lucky sebenarnya ingin tertawa melihat ekspresi polos Amanda yang terlihat sangat tertarik pada setiap ceritanya.

"Anyelir itu lebih mencintai dirinya sendiri dari apa pun di dunia ini..... Ia tidak pernah segan meninggalkan Hardin jika pria itu melukainya." Lucky mengakhiri ceritanya dengan senyum puas dan menepuk bahu Amanda sebelum pergi.

"Belajarlah mencintai dirimu sendiri sebelum mencintai orang lain." Sekali lagi Lucky mengingatkan Amanda.

-o-

Part berikutnya epilog!

Emotion LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang