2. Second Sight

138 10 0
                                    

Senin di sore hari yang mulai sejuk dengan pemandangan langit jingga yang apik diatas sana. Dengan baju tidur seadanya berjalan melewati beberapa rumah menuju ke minimarket untuk membeli susu.

Aku sedikit terpaksa untuk keluar rumah dengan uangku sendiri- ah maksudnya uang yang dikasih oleh bunda untuk satu bulan. Paman Byun mungkin sedang sibuk juga, mengurus keperluan bunda, jadi aku saja yang maju karena aku juga punya rasa kasihan. Kau tahu uang yang diberi oleh bunda itu cukup banyak. Bahkan jika aku tak memakai uangku sama sekali selama beberapa bulan, mungkin sekarang aku sudah bisa beli rumah, haha. Entahlah apa alasan bunda memberiku uang sebanyak itu.

Kau tahu itu berapa? 90.000 Won. Untuk satu bulan. Bayangkan, bagaimana caranya aku menghabiskan uang itu padahal aku dirumah saja.

Ah, benar juga. Aku hanya biasa membeli barang secara online termasuk buku-buku komik yang aku koleksi dari Sekolah Dasar.

Lupakan tentang keuangan ku. Ketika aku baru sampai di parkiran minimarket, aku melihat seseorang sedang makan mie instan di teras minimarket, itu membuat aku ingin memakannya juga. Padahal aku sudah makan bersama bibi Han tadi.

Aish, Ramyun seolah meracuniku walau hanya menghirup aromanya saja.

Jadi ku putuskan, sebelum aku membeli barang yang aku tuju, aku mengambil mie yang tersedia disana lalu menyeduhnya, dan membawanya ke meja di depan sana.

Aku tersenyum sumringah ketika melihat kepulan asap yang menari-nari di udara serta menghirup aroma khas dari Ramyun yang membuat siapapun yang menghirupnya jadi ingin mencobanya juga. Dengan sumpit ditanganku, aku melahap mie itu dengan ukuran besar sampai aku menganga sebesar-besarnya. Dan setelah habis, aku meneguk kuah merah itu sampai tak bersisa.

Yah.. tinggal wadahnya saja dan itu harus kubuang karena tidak bisa dimakan. Kau tahu, aku kenyang sekali sampai perutku rasanya ingin meledak detik ini juga.

Selanjutnya, aku masuk ke dalam minimarket, lagi. Mengambil susu kotak berukuran besar dan juga kecil untuk diminum diperjalanan. Aku mengambil banyak, sekaligus makanan kesukaan ku yang harus sekali aku beli saat aku menginjakkan kaki di minimarket. Jelly warna-warni.

Setelah dirasa selesai, aku berjalan ke arah kasir. Tak lupa juga untuk membayar makan ku tadi. Namun, betapa terkejutnya aku ketika sampai kasir melihat siapa yang berdiri disana dengan seragam minimarket. Aku sampai lupa caranya bernapas.

Bukan karena aku melihat si penjaga kasir yang tampan, tapi dia adalah seseorang yang sangat aku hindari selama 2 tahun ini. Dia, orang yang aku benci. Bagaimana bisa dia disini?

"Eh, koyangi?" Laki-laki itu bersuara.

Aku menurunkan pandanganku lalu beringsut dari sana. Aku sungguh muak melihat wajahnya apalagi saat dia bersuara tadi. Koyangi, itu panggilan lama yang ia buat hanya untukku. Itu berarti sebuah kucing. Aku benar-benar membenci panggilan itu, karena yang membuatnya adalah Na Jeno. Jika saja membunuh orang itu tak dosa, aku mungkin tak bertemu dengannya sekarang dan hidupku juga akan tenang.

Aku berlari menjauhi area minimarket dengan barang yang tertinggal disana. Aish, susu milikku dan juga jelly. Aku juga belum sempat membayar Ramyun. Aku takut jika tak bayar aku akan menjadi buronan minimarket itu.

Haha bercanda, aku sering kok belanja disitu. Hanya saja aku heran, mengapa tiba-tiba dia bekerja disitu. Dari sekian banya tempat kenapa harus minimarket?

"Huh... huh.. huh.." Napas ku tersenggal. Aku berlari cukup jauh sampai aku dihadapkan oleh jalan raya yang begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang.

Tiiiin!!

Aku menoleh ke kanan, suara klakson dari taksi di depan sana membuatku membelalakkan mata. Entahlah, mungkin supirnya sedang mabuk dia membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi.

It's Okay! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang