14. Who Are You?

42 6 0
                                    

❛❛ Kami berbeda, tapi sama-sama pendosa ❜❜ ❀•°•════ஓ๑♡๑ஓ════•°•❀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❛❛ Kami berbeda, tapi sama-sama pendosa ❜❜
❀•°•════ஓ๑♡๑ஓ════•°•

"Kamu mau pergi?"

Mark tak berani menatap gadis di depannya. Bahkan ketika ia jawab, dia tak menoleh sedikitpun pada Yuna.

"Nggak. Aku gak pernah mau pergi." Jawab Mark sedikit ketus.

Yuna tersenyum tipis, "Kenapa kamu gak berhentiin ayah kamu, Mark?" Gadis itu bertanya lagi.

Mark menggeleng, "Aku gak bisa."

Lantas Mark melangkahkan kakinya setelah itu bersuara kembali, "Biarin aku sendiri, jangan ikutin aku."

Laki-laki dengan blazer kuning yang menempel di tubuhnya itu melengos begitu saja meninggalkan Yuna. Namun, Yuna berhasil menghentikan langkahnya sebab gadis itu segera menghalangi jalan Mark.

"Cerita sama aku, Mark. Kenapa kamu ngehindarin aku?"

Tanpa menatapnya, Mark melanjutkan langkahnya tapi sebelum itu dia sudah menarik lengan Yuna lebih dulu. Yuna yang terkejut langsung mengikuti langkah Mark.

Laki-laki berwajah tirus itu membawa gadis berambut cepol ke tempat sepi, Mark memilih taman. Namun, tetap saja ada segelintir manusia yang berlalu lalang di sana. Bagi Mark itu tidak apa yang penting mereka tidak menguping.

Keduanya berhenti di depan kursi taman berwarna cokelat di samping pohon besar yang usianya sudah beribu tahun. Mereka tak langsung duduk sebab Mark masih memegang lengan Yuna dan beralih menatap manik hitam milik perempuan di depannya.

Detik berikutnya, Mark mendekap tubuh Yuna tanpa permisi. Kepalanya mendarat pada pundak gadis itu seolah menumpahkan beban berat di kepalanya pada gadis itu. Kemudian Mark merasakan jika Yuna membalas pelukannya lalu Yuna juga mengusap punggung besar milik Mark tanpa ragu. Tanpa sadar, Yuna menarik kedua sisi bibirnya.

"Makasih." Yuna mendengar Mark bersuara.

"Yuna, maaf, aku tau selama kami tulus dan setia tapi aku gak bisa ngebales hal yang sama." Suara bariton itu kembali terdengar.

"Gak apa-apa, asal lo gak ingkar janji." Jawab Yuna.

Mark melepaskan pelukannya, kemudian laki-laki itu menatap mata Yuna kembali dan mengatakan hal yang sama saat pertama kali mereka berpelukan.

"Makasih." Ucap Mark.

Selepas itu, Mark mendaratkan bokongnya pada kursi yang mereka abaikan sebelumnya. Kemudian, Yuna ikut duduk di sampingnya sembari melihat ke arah sepatunya.

It's Okay! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang