It's Okay! Karya fiksi penggemar pertama dari Nanawooda. Update setiap hari Sabtu. Bercerita tentang seorang laki-laki yang berasal dari Kanada yang pindah ke Korea Selatan sebagai pelajar bernama Mark Lee. Ia sangat menyayangi ibunya, tapi sayang p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❛❛Happy day after the day I met you.❜❜ ❀•°•════ஓ๑♡๑ஓ════•°•❀
Aku membisu setelah membaca pesan dari seseorang yang sudah lama tidak terdengar notifikasinya. Mengapa dia masih menghubungiku? Katanya dia tidak ingin lagi berkomunikasi denganku. Laki-laki memang aneh. Dia yang memulai dia yang mengakhiri dan mengulangi seperti tidak pernah melakukan itu sebelumnya.
Menyebalkan sekali.
Aku berniat tidak membalas pesannya, malah menaruh benda pipih itu ke tempat semula– tas. Aku menatap beberapa manusia di depanku setelah itu meminta izin untuk pergi ke toilet. Niatku lain dengan apa yang aku ucapkan pada mereka, aku keluar dari sana untuk mencarinya.
Baru bergerak sedikit, mendadak aku merasakan tangan seseorang menahan ku. Aku menoleh pada sang pemilik tangan dan mendapatkan wajah Mark yang datar.
"Habis dari sana, can we talk face to face?" Tanya laki-laki itu.
Karena aku penasaran, aku menyuruhnya untuk mengobrol sekarang. Kemudian, dia menarik tanganku, membawanya keluar ruangan. Tidak jauh dari tempat, kami sudah saling berhadapan.
"Eum... Saeri-ya, lo sama Chenle... janjinya beneran?" Mark membuka percakapan.
Ah, jadi yang itu...
Menurutku pertanyaan itu susah untuk dijawab. Aku menundukkan pandanganku, barangkali saja ada ide yang bisa aku ambil untuk menjawabnya.
"Katanya lo gak suka janji, tapi lo mudah banget ngomong itu ke dia." Belum aku menjawabnya, dia berujar kembali.
"Mark. Gue cuma mau yakinin kalo gue gak pacaran sama lo. Sampai saat ini, gue masih takut sama lo, tau gak. Gue tau, gue salah. Bisa kita omongin nanti? Jangan disini."
Mark melepaskan napas dengan kasar kemudian mengangguk terpaksa.
"Okay, terserah." Singkatnya.
Setelah mengakhiri kalimatnya, dia berjalan lebih dulu meninggalkan ku. Terlihat dari air mukanya, marah. Aku semakin takut untuk kedepannya. Sama sekali dalam hidupku dia terlihat marah seperti itu karena ucapan singkatku dengan Chenle.
Aku sendiri ragu dengan janji itu. Sekali lagi, aku menyesal karena berucap janji.
Akhirnya aku melangkahkan kaki pada tempat yang aku tuju, aku masih tetap dengan niatku. Menengok kesana-kemari mencari sosok misterius yang mungkin bersembunyi di tempat-tempat kecil atau kerumunan orang.
Aku tahu dia karena sering memakai baju berwarna hitam. Ini di tempat umum pasti banyak sekali yang memakai baju warna hitam. Termasuk teman-temanku sendiri, Renjun. Dia berpakaian serba hitam seperti ingin melayat saja.
Ponsel sudah ditangan ku, aku mencari kontak itu dan mulai meneleponnya. Barangkali saja aku bisa menemukannya dengan mendengar suara dari ponsel miliknya yang berdering.