"Terima kasih atas bantuannya, Raka,"
"Terimakasih kembali untuk ongkirnya, Bapak."
Pak Satria tertawa. Raka memang terkenal dengan ke-gaulannya dan tentu saja kebandelannya yang sudah mendarah daging. Raka pintar, itu sebabnya ia masuk kelas IPA 1 tapi minus dari seorang Raka adalah kebobrokan dan lagi, urat malunya sudah putus sejak bayi.
Raka tidak akan segan-segan meminta ongkir atau upah pada setiap guru yang meminta tolong padanya. Biar kata di beri dua ribu, Raka tetap akan menerimanya dan berterima kasih. Laki-laki itu tidak akan menolak apa lagi menggerutu, tidak, sama sekali tidak.
"Besok-besok kalo Bapak mau minta tolong belikan gado-gado lagi, kamu mau, ya?"
"Siap, Pak. Asal ada ongkirnya." Raka menaik turunkan alisnya.
"Dua ribu, ya?" pak Satrio memberi penawaran. Meledek.
"Sikat, Pak!"
Keduanya ketawa. Pak Satrio di gabungkan dengan Raka, pasti akan jadi perpaduan yang pas karena keduanya sama-sama memiliki selera humor yang receh.
Pak Satrio adalah guru bagian kesiswaan yang tugasnya ngomelin murid nakal dan suka melanggar aturan sekolah. Tapi omelannya hanya di jam sekolah, jika istirahat beda lagi.
"Yaudah, Pak. Saya juga mau isi bensi dulu. Laper." Raka mengusap perutnya berulang kali.
Pak Satrio terkekeh pelan, "Yaudah sana!"
"Pergi dulu, Pak. Assalamualaikum!"
Raka berjalan keluar kantor kesiswaan untuk menuju kantin menyusul Keira yang sudah lebih dulu ke kantin.
Tidak langsung duduk, Raka memilih menghampiri pedagang cilok dan memesannya lebih dulu sebelum duduk bersama teman-temannya.
"Mbak Cinta... Mau ciloknya lima ribu dong, pakai sausnya dikit aja, kecapnya juga buat syarat aja, ya."
Mbak Cinta. Wanita usia dua puluh tiga tahun itu mengangguk dan langsung membuatkan pesanan pelanggan setianya. Tidak mau banyak bicara karena takut Raka tidak mau pergi.
"Ini," kata mbak Cinta memberikan mangkuk sterofoam yang berisi cilok pesanan Raka.
Raka menerimanya dengan senyum menggoda, "Terima kasih, Mbak Cinta yang manis. Ini uangnya." menyerahkan uang lima ribuan pada Cinta.
"Terima kasih."
"Uhhhh, suaranya aja udah bikin hati adem... Banget. Raka lulus kita nikah, yok, Mbak? Mau ga?"
"Nikah-nikah, pala lo pitak!"
Raka berdecih. Ia hafal suara siapa ini. Raka menoleh dan benar, ini suara Keira.
"Ganggu aja lo, Kei! Kan gue lagi memantaskan diri untuk Mbak Cinta!"
"Mbak Cintanya menolak karena lo ga pantas buat dia. Ga usah capek-capek mantesin diri, percuma, sia-sia!" sinis Keira.
"Diiih, jahat banget omongan lo, Kei! Gue ngambek, lah!"
"Ngambek son - dih, bocah koplak!" Keira berseruh kencang. Raka memang sialan!
Kaira menatap mbak Cinta yang masih memperhatikan dirinya dengan senyum, "Maaf, ya, Mbak. Itu anak kalo gangguin Mbak lagi, tabok ajak palanya!"
Cinta mengangguk saja. Keira pergi menyusul Raka yang ikut bergabung dengan Dava dan Abila yang sudah ada di sini sejak tadi.
Raka membuang wajah ketika Keira duduk di depannya. Keira tidak gubris, ia tau jika Raka hanya berpura-pura saja.
"Raka kenapa?" Abila bertanya tentang sikap Raka pada Keira.
KAMU SEDANG MEMBACA
After that [Selesai]
Teen FictionSeries # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutkan sekolahnya di SMA Merpati. Di nyatakan sembuh dari penyakit mentalnya membuat Abila sangat bersyukur terlebih lagi ia bisa berkumpul deng...