After : Dua Puluh Delapan

723 68 2
                                    

Nyatanya mulut lelaki memang sama. Arya tidak mengantarnya pulang melainkan membawanya ke waduk yang banyak di kunjungi oleh muda mudi seperti mereka.

Arya membawanya ke suatu pandopo yang sudah di sewa olehnya. Abila bisa saja menolak, tapi dirinya tidak lakukan karena merasa tidak enak dan lagi, Arya adalah orang baru yang harus Abila selediki lebih dalam apakah laki-laki ini baik untuk di ajak berteman atau tidak.

Sejujurnya Abila ingin sekali pulang lalu tidur, namun sayang sekali karena sepertinya Tuhan ingin dirinya mereflesingkan otak agar tidak mengebul.

Arya duduk di sampingnya dengan dua gelas minuman yang laki-laki itu beli di spg-spg kw yang berlalu lalang.

Abila menerimanya tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Arya. Keduanya diam menatap hamparan air tenang di depan mereka.

Waduk atau reservoir ini adalah danau buatan yang di bangun dengan tujuan untuk menyimpan air yang akan berguna jika waktunya tiba.

Lahan kosomg yang di sisakan di manfaatkan oleh oknum tertentu untuk tempat rekreasi seperti ini. Banyak makanan dan minuman khas daerah seperti gudek, kerak telur dan yang lainnya.

Abila tersenyum tenang. Ternyata keputusannya untuk ikut dengan Arya tidak salah. Ia bisa menarik udara baik untuk dirinya simpan. Otaknya terlalu panas jika di rumah terlebih Humairah akhir-akhir ini selalu membuatnya kesal.

Di sampingnya ada Arya yang sedang memperhatikannya. Arya tidak sadar jika dirinya begitu intens memperhatikan Abila yang sangat cantik dari sisi mana pun.

Abila menoleh, terkaget saat tau Arya menatapnya begitu dalam. Jujur saja Abila sedikit berhati-hati dengan Arya. Ini semua karena Keira yang mengatakan jika Arya begitu berbahaya untuk para gadis seperti dirinya.

Arya mudah sekali menaklukan hati gadis. Baik yang memang dasarnya lemah dan yang berhati batu sepertinya.

"Ar, kenapa?"

Arya tersadar. Ia menampilkan latar senyum seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja.

"Mau beli makanan? Di depan banyak banget tukang makanan,"

Abila yang sama sekali tidak merasa lapar pun menggeleng. Mubazir jika membeli makanan namun ujungnya tidak di makan. Lupakan dahulu perasaan tidak enaknya.

"Bila belum lapar, Ar. Arya kalo mau beli makan beli aja, Bila tunggu sini."

"Yaudah, gue beli makanan dulu, ya. Lo jangan kemana-mana!" peringatnya.

Abila mengangguk, "Emang Bila mau kemana? Paling kedepan lihat danaunya."

"Ya siapa tau lo kabur gitu sama cowok onoh," bibir Arya menunjuk seorang pemuda yang ada di sana, di tiga pandopo dari pandoponya saat ini. Reflek Abila memalingkan wajah saat tau siapa laki-laki itu.

'Ya ampun!'

Memasang wajah biasa saja, Abila kini kembali menatap Arya, "Enggak. Udah sana!" paksanya.

Arya mengangguk, laki-laki itu meletakan ponsel putihnya di samping Abila yang tengah duduk.

"Gue nitip. Kalau ada telepon angkat aja bilang gue lagi beli makan. Ok?"

Dengan terpaksa Abila mengangguk. Dirinya ingin menolak namun akan sia-sia saja nantinya. Sudah di pastikan itu.

"Yaudah, bentar, ya." ucap Arya. Kakinya mulai melangkah menjauhi dirinya. Abila berusaha menutupi wajahnya dengan rambut atau tangan agar tidak terlihat oleh laki-laki di sana.

Lima menit lamanya Arya belum juga kembali. Abila melirik ponsel putih yang menyala menampilkan sebuah pesan masuk dari grup.

Abila tidak menyentuhnya sama sekali. Dirinya tidak berminat untuk kepo masalah pribadi. Tapi sialnya ponsel itu terus bergetar menganggu konsen Abila dalam menatap danau buatan di depanya.

After that [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang