Madava Sayudha. Laki-laki pendiam yang memiliki segudang prestasi. Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kepintarannya dalam akademik. Selalu menjadi nomor satu di kelas dan di sayangi oleh banyak guru.
Madava atau lebih kerap di sapa Dava itu kini sedang ada di dalam kamarnya di temani dengan Raka sih manusia tidak bisa diam.
Mereka berdua adalah teman dari kecil bersama dengan Keira. Karena posisi rumah mereka yang bersebelahan membuat kedua remaja itu lebih sering menghabiskan waktu bersama. Sedangkan dengan Keira, rumah Keira masih ada di satu komplek yang sama hanya saja harus melewati tiga rumah dahulu dari rumah Dava.
Raka sedang merebahkan tubuhnya di kasur besar milik Dava sedangkan Davanya sendiri memilih menyibukan diri dengan tumpukan buku.
"Ya ellah, Dav. Udah malam masih aja belajar,"
"Mau ngapain lagi kalo ga belajar?" balas Dava.
"Cari cewe, kek. Sejak putus sama Mega, gue belum pernah denger lo pacaran atau cuma sekedar deketin cewe."
Dava memutar kursinya, menatap Raka yang sedang mengusap-ngusap bantal guling miliknya bertingkah layaknya guling itu adalah seorang gadis.
"Udah kelas dua belas, Rak. Ga ada waktu buat pacaran."
Raka mendengus, "Salah ga kalo gue bilang lo itu munafik?"
"Hah?"
"Kayanya lo cukup tertarik sama Abila, kenapa ga coba aja sama dia?"
Dava di kursinya tertawa. Raka membahas Abila, gadis yang baru saja masuk?
"Gue tau lo kaya gimana, Dav. Lo ngerasa nyaman kan sama Abila?" Raka bersuara lagi.
"Gue ga tau, Rak. Tapi rasanya Abila itu beda - ah, kenapa jadi bahas Abila, sih?!"
"Apa salahnya coba sama Abila, gue denger kabar dia cewe yang sabar." balas Raka.
"Perasaan bukan untuk di permainkan, Rak. Kita ga bisa seenaknya deketin cewe dengan alasan mencoba."
Raka mengehela, "Gue paham. Tapi ini mencoba dalam artian lain, Dav."
Dava bangun dari duduknya, berjalan mendekat pada ranjangnya dan duduk di pinggir kasur.
"Lo ga tertarik sama Abila?"
Pertanyaan spontan itu membuat Raka tertawa. Dirinya laki-laki tulen, pasti akan tertarik ketika melihat gadis cantik dan lembut seperti Abila.
"Bohong kalo gue bilang, ga, Dav."
"Lo mau deketin Abila?"
Raka diam. Bagaimana ia bisa menjawab? Abila memang cantik, baik dan kalem. Banyak temannya yang mengatakan jika Abila adalah siswa pintar di SMAnya dahulu. Kisah cintanya juga di jadikan pembicaraan oleh beberapa murid Merpati dan yang paling membuat Raka penasaran dengan sosok Abila adalah hatinya.
Dwi, sekertaris kelas yang di sebut-sebut sebagai pencari data itu menemukan kebenaran tentang Abila. Dwi mengatakan jika Abila keluar dari Panca Buana dan memilih Merpati akibat ulah mantan pacarnya yang bernama Lio.
Dwi juga mengatakan jika Abila sempat di belanda untuk menenangkan pikirannya. Mendengar itu membuat Raka penasaran dengan Abila.
"Diem lo berati iya."
Raka menatap Dava, "Kalo gue bilang suka, gimana? Lo?"
Dava tersenyum, "Gapapa, perjuangin aja Abila. Kita masih bisa berteman tanpa melibatkan perasaan."
Raka menggeleng, "Ga. Kita bersaing secara sehat aja."
Raka mendekat pada Dava, merangkul pundak temannya dengan senyum mengembang, "Mau, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
After that [Selesai]
Teen FictionSeries # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutkan sekolahnya di SMA Merpati. Di nyatakan sembuh dari penyakit mentalnya membuat Abila sangat bersyukur terlebih lagi ia bisa berkumpul deng...