After : Dua Puluh Enam

734 70 4
                                    

Berangkat sekolah seperti hari-hari sebelumnya dan bertingkat seperti tidak memiliki beban. Berjalan dengan tegar seolah dunianya sedang baik-baik saja. Padahal, hatinya terluka, dadanya sesak dan pikirannya berantakan.

Raka. Laki-laki itu berjalan masuk ke dalam kelas, duduk di kursinya dengan tenang. Teman yang ada di kelas memandang Raka prihatin. Pasti laki-laki itu amat kehilangan.

Raka memandang dua siswa di sampingnya. Memberikan senyum seolah berkata jika dirinya tidak perlu di kasihani.

"Ka, are you okay?" tanya salah satu siswa di sampingnya.

Raka kembali tersenyum, "I'm okay."

"Kenapa udah masuk? Seharusnya Raka di rumah aja."

Raka menatap depan. Kepalanya miring seraya tersenyum. Itu, Abila.

Abila menaruh tasnya di atas meja miliknya lalu berjalan kebelakang meja lebih tepatnya kursi Dava. Duduk di samping Raka yang masih memamerkan bulan sabit yang indah.

"Awas lehernya patah."

Raka tertawa pelan, menegakkan kembali kepalanya.

"Kenapa sekolah?"

"Mau ketemu Bila sakalian belajar." jawab Raka sedikit konyol.

Abila menggeleng kepala gemas membuat dirinya terlihat lucu.

"Itu gombal atau jujur?" usil Abila.

"Kalo gue jujur, lo mau di seriusin ga?"

Spontan tawa mengudara. Abila terkekeh geli benar-benar geli. Dalam situasi seperti ini saja Raka bisa bercanda. Katakan saja jika Raka melakukan ini hanya sekedar menghibur hatinya yang sedang berantakan.

Jangan di anggap serius.

Senyum getir Raka berikan tapi naasnya Abila tidak sadar jika tawanya tadi membuat hati seorang Raka tergores.

Abila berdehem menghentikan tawanya. Sepertinya ia sudah keterlaluan dalam memberikan respon. Pasti, Raka menganggapnya gila.

"Senang banget, kenapa?" tanya Raka tiba-tiba.

"Senang aja,"

"Sebabnya?"

Abila berpikir. Apa yang membuatnya senang? Sepertinya tidak ada deh. Malah, saat berangkat sekolah tadi Abila sempat bertengkar dengan bundanya mengenai masalah kemarin.

Jadi, dirinya kenapa?

"Ah. Bila biasa aja kok. Senang itu sewajarnya aja, takutnya terlalu over malah bikin hati sakit." celetuk Abila.

"Tapi, Raka. Raka ga papa masuk sekolah?" lanjutnya.

"Gue kenapa emang?" Raka balik bertanya. Abila bingung harus menjawab apa.

"Ehm... Itu, Raka, kan-

Raka memotong perkataan Abila dengan senyum lalu berkata, "Gue baik-baik. Really fine." ucap Raka mantap.

Gadis di depannya memandang Raka penuh selidik. Ia tidak yakin jika laki-laki di depannya sungguh baik-baik saja. Apa di dunia ini ada benda yang bisa melihat isi hati seseorang? Jika ada beritau Abila dan Abila akan membelinya.

"Bil, hello?!" melambaikan tangannya. Raka terkekeh melihat Abila yang bengong sambil mendangnya. Apakah dirinya setampan itu?

"Eh..." Abila mengerjib.

"Maaf ya Raka. Bila hilang fokus. Kayanya kurang minum deh."

Raka hanya mengangguk. Laki-laki itu memegang tangan Abila membuat Abila terkaget.

After that [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang