Masih di malam yang sama dan dengan orang yang sama. Kini ketiga remaja itu sudah ada di dalam kamar besar milik Abila yang ada di lantai dua.
Ririn dan Lintang mengambil alih kasur besar milik Abila untuk mereka jadikan tempat beristirahat. Sedangkan pemiliknya sedang di kamar mandi.
Lintang menatap Ririn yang sedang berbaring di sampingnya, mengusap pipi Ririn dengan lembut penuh dengan kenyamanan, "Pipi lo makin jadi, makan apa sih, nyet?"
Ririn menabok telapak tangan Lintang pelan, "Sok nanya. Udah tau gara-gara lo tiap malam nganterin gue makanan."
Lintang terkekeh pelan. Tangannya beralih pada hidung Ririn, di mainkan layaknya sebuah mainan.
"Nanti kalo ga di kasih makan Kakak lo nyinyirin gue, pake segala bilang gue ga nafkahin lo lagi."
"Ah! Sakit!" Ririn menyingkirkan tangan Lintang yang terus mencubiti hidungnya.
"Rara lo dengerin. Pegel hati kalo ngeladenin dia mah." balas Ririn untuk pernyataan Lintang tadi.
Lintang menghela. Tangannya kembali berada dalam lingkup tubuh Ririn dan kali ini ada di punggung gadis itu. Memeluk.
"Nikah aja, yuk, Rin,"
Alis Ririn bersatu. Kalo ngomong kadang ga pake filter.
"Biar kaya Lio gitu. Gue takut lo di ambil orang atau mirisnya lo selingkuhin gue."
Senyum Ririn terbit, tangannya ikut bermain namun Ririn memilih pipi Lintang sebagai tumpuhannya.
"Udah bisa nafkahin gue belum? Udah ada rumah tingkat lima? Mobil? Kerjaan lo apa? Gajinya harus satu miliar sebulan, ya?"
Laki-laki itu membenturkan keningnya dengan kening Ririn yang hanya terpaut satu jengkal tangan.
"Lo minta di nafkahin apa meres gue?"
"Lo ga punya susu, apa yang mau gue peres!"
Lintang melongo mendengar ucapan Ririn barusan. Sudah dewasa rupanya.
"Yaudah, kalo gitu gue aja yang meres, gimana-
Plak!
Ririn menabok pipi Lintang kencang hingga berbunyi cukup nyaring. Lintang meringgis namun tertawa.
"Habis, lo duluan yang mancing gue, sih."
"Naenanya jangan di sini, di hotel kek yang modal. Dasar miskin!"
Kedunya langsung duduk bersila ketika mendengar suara Abila. Gadis itu baru saja keluar dengan handuk kecil yang di gunakan untuk membersihkan wajahnya.
"Kok duduk?" sindir Abila. Ia duduk di depan meja riasnya memperhatikan Lintang dan Ririn yang terlihat tegang.
Abila mengambil tonernya, menaruh di kapas lalu di aplikasikan di wajahnya.
"Bil, lo kalo ngomong kadang di saring ga sih?" ini Ririn. Wajahnya masih memerah menahan malu.
Abila diam-diam tertawa. Ia tau apa yang di lakukan oleh dua remaja itu, tapi sengaja mempermainkan agar mereka tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
After that [Selesai]
Ficção AdolescenteSeries # 7 Abila Nafisa Putri *** Setelah kembali dari Belanda, Abila memulai hidup barunya dengan melanjutkan sekolahnya di SMA Merpati. Di nyatakan sembuh dari penyakit mentalnya membuat Abila sangat bersyukur terlebih lagi ia bisa berkumpul deng...